7

16 2 0
                                    


VIOLET'S POV

Karena adanya perjanjian yang baru, disinilah aku sekarang. Tidur di kamar Vin Zellez. Entah kenapa aku harus menuruti perintahnya. Ah, menyebalkan. "lalu bagaimana dengan baju-baju ku?", tanyaku. "besok akan ada orang yang memindahkannya ke walking closetku", jawabnya. Aku hanya mengangguk dan bersiap tidur. Aku menata guling yang memperjelas batasku dan Vin. Aku berpikir akan bahaya kalau tidak ada guling ini. Ehem.

Aku tidur membelakangi Vin dan aku merasa tempat tidurnya bergerak karena Vin naik diatasnya. "Vin", panggilku. "hmm", jawabnya. "karena sudah ada perjanjian baru, boleh aku bertanya sesuatu?", tanyaku hati-hati. "hmm", jawabnya. "aku masih boleh ketemu Audy? Aku cuman tanya aja sih. Kupikir dia link yang sangat bermanfaat. Kuingat kamu marah banget malem itu", kataku hati-hati. Vin diam tak menjawab.

"kamu tidak bertanya apa hubunganku dengannya?", akhirnya Vin bersuara. "spekulasiku sih ya, she's important for you. Kenyataan itu sudah cukup buatku", jawabku sekenanya. "aku akan menjawabnya jika kamu menanyakannya", katanya lagi. "sebaiknya aku tidak tahu", balasku cepat. "tatap aku jika bicara!", perintahnya. Aku hanya mengikuti ucapannya. Aku berbalik dan wajahnya terlihat sangat jelas. Ia menatapku lekat.

"siapa pria yang kamu temui di taman tadi siang? Apa dia yang namanya Niell?", tanyanya yang membuat mataku membulat sempurna. Bagaimana dia bisa tahu?. "kamu ngikutin aku?", tanyaku. "jawab saja", katanya tegas. "ya", jawabku singkat. Aku mulai risih dengan tatapannya. Aku tidak bisa mengartikan tatapan itu. Apa dia marah? atau cemburu? Ah, kalu yang kedua, sepertinya tidak mungkin.

"siapa dia sebenarnya?", tanyanya lagi mengunci pandanganku. Aku harus mengakhiri percakapan ini. "dia laki-laki yang aku sayang", jawabku cepat lalu kembali membelakanginya. Aku tak sempat melihat ekspresi wajahnya. Aku hanya berharap yang aku lakukan itu benar.

VIN'S POV

"siapa dia sebenarnya?", tanyaku lagi ingin tahu. "dia laki-laki yang aku sayang", jawabannya seketika menohokku. Apa aku harus menceraikannya agar dia bisa bersama laki-laki yang ia sayangi? Lalu bagaimana denganku? Sepertinya aku mulai menyayanginya.

Aku terbangun karena mendengar suara bel rumahku yang terus berbunyi. Aku mengusap wajahku dan mengerjap-kerjapkan mataku. Aku melihat ke sebelahku, Vio masih tenang dengan tidurnya. Dia sedang tidur dengan posisi menghadapku. Aku memandanginya sebentar sampai suara bel terdengar lagi. Siapa sih pagi-pagi gini bertamu.

Aku sedikit berlari untuk membukakan pintu. Dan boom, siapa yang datang ke rumahku sepagi ini. "kenapa lama sekali bukanya, Vin. Mom kena jetlag ini. Mau istirahat", kata ibuku. Aku hanya tercengang melihat mom dan dad datang menemuiku. "kenapa mom dan dad kesini?", tanyaku bingung. "interogasinya nanti aja. Mom mau tidur. Kamar tamu diatas kan? Oke, tolong bantu dad bawakan koper dan oleh-olehnya", kata ibuku langsung berjalan menuju lantai 2.

Aku menatap ayahku seolah bertanya, 'apa-apaan ini?'. "kami hanya ingin melihat istrimu. Cepat bantu dad mengangkut semua barang bawaan ini", kata ayahku seolah menjawab pertanyaanku.

VIOLET'S POV

"what?! Ayah ibumu ada disini?!", teriakku setelah mendengar perkataan Vin. Dia hanya mengangguk. "kenapa kamu tidak mengatakannya?! Lalu aku harus bagaimana?!", tanyaku lagi mulai panik. "aku juga tidak tahu. Mereka kemari tanpa memberitahuku", bela Vin. "cepat beri tahu aku, apa yang harus aku lakukan sekarang?!", teriakku lagi. "bersikaplah seperti biasa", jawab Vin. "bagaimana jika mereka tidak menyukaiku?", tanyaku pelan. "percayalah padaku mereka akan menyukaimu", katanya kemudian mengecup pelan bibirku dan berjalan keluar. "VIN ZELLEZ!", teriakku semakin kesal.

"Cintya!", panggilku.

'lo bolos lagi?', tanyanya dari sana.

"gawat!", teriakku panik.

'gawat gimana?', tanyanya bingung.

"nyokap sama bokap nya Vin ke Indonesia. Dan sekarang ada disini!", jelasku.

'sumpah lo?! Katanya mereka tinggal di Amerika. Kok tiba-tiba kesini?', tanya Cintya.

"makanya itu, gue nggak tau. Anjir! Gue harus ngapain sekarang?", tanyaku panik.

'udalah, lo santai aja. Lakuin kayak biasanya aja', good. Kenapa kata-katanya sama kayak yang di omongin Vin.

"ah lo mah malah nggak kasih gue solusi. Yauda deh, gue izinin nggak masuk sekolah ya. Bhay!", kataku kemudian menutup sambungan teleponnya.

Aku bersiap mandi dan segera keluar kamar. Kulihat ayah dan ibunya sedang berbincang di ruang tengah. Aku menghampiri mereka dan mencium tangannya. Sebagai orang Indonesia, kita harus sopan kan. "ini yang namanya Vio?", tanya ibunya senang. "iya, tante", jawabku tanpa berpikir. "kok tante? Panggil mom aja. And dad", katanya sambil melirik suaminya yang duduk di hadapannya.

"eh, iya mom", kataku meralat. "kamu masih sekolah? Atau kuliah?", tanyanya. "masih sekolah, mom. Tapi beberapa bulan lagi lulus kok", jawabku sambil tersenyum tipis. Vin kemana sih. I need help. "wow, kenapa bisa kamu menikah dengan Vin? Bukannya dia pria super galak dan dingin? Bagaimana caramu menaklukannya?", tanyanya dengan banyak pertanyaan.

Menaklukannya? Aku hanya tertawa mendengarnya. "entahlah. hanya terjadi begitu saja", jawabku sambil menggaruk tengkukku yang tak gatal. "Vio, tak perlu gugup. Santai saja. Diana memang seperti itu. selalu banyak pertanyaan", kata ayah Vin dengan logat Amerika nya. Dia sepertinya baik dan ramah. "Andrew, jangan membuat dia tak suka padaku", katanya pura-pura merajuk. Bukankah ini momen yang menyenangkan?

"kalian ingin makan apa?", tanya Vin setelah meletakkan piring berisi potongan melon diatas meja. "mom ingin gule. Sudah lama nggak makan itu", jawab Diana cepat. Aku hanya terseyum melihatnya. "baiklah, akan ku pesankan", jawab Vin.

Setelah makan siang bersama, aku mencuci semua piring kotor tadi. Vin menghampiriku dan memelukku dari belakang. "apa ini?", tanyaku malas sambil menghentikan pekerjaanku setelah melihat tangan kekarnya melingkar di pinggangku. "bukankah kita harus terlihat seperti suami istri di depan orang tua ku?", jawabnya dengan pertanyaan. "aku ngerasa kamu modus dan beralibi pake kalimat yang kamu omongin tadi", kataku sambil memutar bola mata malas. "aku mengakuinya", katanya lalu mencium pipiku kemudian pergi. Kampret! Kenapa dia jadi suka cium-cium aku sembarangan!

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

bagus nggak? aku tunggu komen kalian deh. biar aku bisa mempertimbangkan apa yang bakal aku tulis berikutnya {}

-salam Allo-

Am I Right?Where stories live. Discover now