49 - Happy Ending

8.2K 136 2
                                    

Nika duduk di tepi pantai, merasakan sejuknya angin yang menerpa tubuhnya. Seperti sebelumnya, sore hari selalu membuat Nika merasa tenang ketika sedang berada di tempat ini. Dia menatap hamparan laut yang luas, ombak yang berdesir pelan.

"Gue punya sesuatu buat lo," seseorang duduk disampingnya.

Nika menoleh, menatap orang itu dengan bingung.

"Devan titip ini ke gue, buat dikasih ke lo."

Nika menerima sebuah amplop putih yang diberikan Arga untuknya.

"Gue nggak tau lagi, gimana perasaan lo sebenarnya. Tapi gue mau kasih tau lo yang sebenernya," kata Arga kemudian.

Nika mengurungkan niatnya untuk membuka amplop tersebut, karena suara bariton Arga yang menginterupsinya.

"Devan punya saudara kembar, namanya Dimas."

Diam, hanya itu yang mampu Nika lakukan ketika mendengar nama Dimas. Ada sesuatu lain dalam hatinya.

"Dimas Gilang Aditama, atau biasanya disebut Diga."

Lagi, hati Nika mencelus ketika mendengar nama itu. Tahukah Arga jika sekarang tubuhnya menegang ketika nama Dimas atau Diga terdengar di telinganya? Nika rasa tidak, karena yang Arga lakukan adalah berusaha mengingatkan semuanya pada Nika.

"Gue rasa lo tahu siapa dia. Gue minta maaf karena mengingatkan dia kembali, tapi hanya ini yang mampu gue lakukan karna gua tau lo masih kehilangan Devan." Arga menatap wajah Nika, yang nyatanya cewek itu terdiam. Dengan wajah pucatnya.

"Dia nggak sepenuhnya ninggalin lo, tapi karna dia harus ikut bundanya. Dan lo nggak perlu tegang ataupun takut mendengar nama Dimas. Karena yang gue lakukan sekarang adalah supaya lo bisa ngelupain Devan dari pikiran lo," Arga kembali menatap hamparan laut yang luas dihadapannya.

"Jadi, Diga itu Dimas?" Cicit Nika.

Arga hanya tersenyum.

"Sejauh ini dia pantau keadaan lo, lewat gue perantaranya. Dan semua ini tanpa sepengetahuan lo ataupun Devan."

Nika terdiam, dia masih belum mengerti dengan keadaannya saat ini. Hingga Arga meninggalkannya, Nika masih diam di tempatnya. Menyelami pikiran yang menurutnya begitu membingungkan.

Perlahan, Nika membuka amplop pemberian Arga. Mengambil sebuah kertas yang terlipat rapi didalamnya. Lantas dia membacanya.

Dear, Nika

Hai, Nik, gimana kabar kamu? Pasti baik 'kan? Ya aku tahu kamu selalu baik-baik saja, padahal dalam hati kamu selalu sedih. Tapi tidak untuk saat ini Nik. Kesedihan kamu mungkin akan berakhir.

Kamu boleh menganggapku jahat atau apalah, karena aku sudah banyak menyembunyikan apapun dari kamu. Tapi asal kamu tahu satu hal, aku melakukannya karena aku sanyang kamu Nika.

Nik, aku sudah tenang disana. Dan kamu boleh tersenyum saat ini. Karena aku sudah tidak merasakan sakit lagi. Aku bahagia, Nik. Dan kebahagiaanku juga tanpa kamu, tapi kamu harus bahagia tanpaku.

Aku menulis surat ini karena ingin memberi tahu tentang beberapa hal.

Aku sudah mengetahui semuanya, masa lalu kamu adalah masa lalu kakakku. Tepatnya saudara kembarku. Dia yang meminta Arga memerhatikanmu, tapi aku yang memilikimu. Kamu tahu, dia pergi bukan karena alasan yang tidak jelas atau tidak masuk akal.
Dia pergi karena dia merelakan ayahku untuk bersamaku, sementara aku juga merelakan ibuku bersama Dimas.

Aku sempat mengetahui kabar Dimas, dia baik-baik saja. Dulu dia pindah di Swiss, tapi sekarang dia kuliah di Universitas Tasmania, tepatnya di negara Australia. Itulah kenapa aku menyuruhmu untuk pergi melanjutkan pendidikanmu disana.

Dan satu hal lagi, Nik. Aku tidak pernah memiliki beasiswa untuk kuliah di negeri kangguru sana. Itu hanya alibiku agar kamu mau berangkat kesana. Menemui Dimas yang masih menunggumu.

Maaf karena aku telah berbohong, tapi yang jelas aku menyanyangimu. Apabila kau merindukanku, Nik. Putar lagu kesukaanku.. yang mana akan membuatmu mengingatku bahwa aku selalu tertawa ditempatku saat ini.

Regard,
Devan Gemilang Aditama

Nika menengadahakan wajahnya, langit diatas sana sudah berwarna jingga. Senja datang disaat dia sendirian. Pesan Devan membuatnya tersenyum, walau dia tahu bahwa dia juga bersedih.

Kemudian dia kembali menatap kertas itu, menyobeknya menjadi sobekan kecil. Lalu membiarkannya hanyut dalam ombak yang menggulung.

Dia beranjak dari duduknya, menatap sunset yang nampak indah. Kebahagiaan itu menanti, walau apapun yang ingin dia miliki hanya sebuah mimpi. Tapi Nika tahu, dia harus maju. Dia harus memiliki sebuah motivasi tersendiri untuk dia bangkit dari keterpurukan. Dia pantas bahagia, walau semuanya sudah terlambat. Namun tidak ada salahnya jika dia bisa melanjutkan hidupnya yang bahagia, penuh dengan mimpi yang menanti.

Dan saat itu, Nika melangkahkan kakinya. Meninggalkan pantai itu yang penuh dengan kenangan, dia mampu. Dia bisa melakukannya tanpa Devan. Dan pilihannya saat ini adalah pergi menghampiri mimpinya.

Dan bintang-bintang akan menerangi jalan untuknya menapak diatas kebahagiaannya.

END

Just A Dream [Completed]Where stories live. Discover now