36 - Kesalahan

2.5K 86 0
                                    

"Aku tahu, aku tidak pantas untukmu. Tapi maukah kamu menghargai sedikit cinta yang kutanam ini? Agar aku bisa melukiskan dirimu dalam lembaran kenangan-kenangan ini." tulis gadis itu diatas kertas putih, seputih cinta yang dia tanam dalam hati.

Nika Isara, menatap hujan yang cukup deras diluar sana. Ia hanya bisa menghela napas pelan, kala kisah cintanya yang semakin rumit.
Hanya satu orang yang mampu membuatnya tertatih, mampu membuatnya masuk kedalam siasat licik laki-laki itu. Setelah dia benar-benar terjatuh, kenyataan pahit membuat hatinya mencelus.

"Saat nanti, cintaku yang putih ini tidak lagi kamu raih, Devan Gemilang Aditama. "

Tulisnya lagi, sejenak kemudian dia terdiam. Menatap hujan yang turun dengan derasnya.  Kisah cinta, kehidupan Nika seperti didalam novel-novel yang pernah dia baca. Ini adalah kehidupan realita, bukan fiksi didalam cerita. Jadi di tidak pernah mampu untuk menjadi orang terbaik yang hanya bisa tersenyum jika dia kecewa, yang bisa menyembunyikan sesuatu padahal dalam hatinya benar-benar merasa tersakiti. Tidak, Nika tidak seperti itu. Dia adalah manusia biasa, yang selalu membuat kesalahan.  Entah itu kecil atau kesalahan besar dalam hidupnya. Dan kesalahan Nika adalah mempercayai seseorang yang sama sekali tidak boleh dia percaya.
Nika memejamkan matanya sejenak, menghirup petrichor--aroma sehabis hujan yang sangat dia sukai. Menurutnya itu membuat pikirannya sedikit berkurang.

"Nika itu cewek baik-baik,  kenapa lo tega jadiin dia bahan taruhan lo sama Daren?"

Kata-kata Arga masih terngiang jelas dipendengarannya, cowok itu mengatakannya dengan jelas. Membuat hati Nika mencelus. Dia tahu, setelahnya tidak ada lagi masa depan yang dia anggap indah. Setelahnya tidak ada lagi hubungan dengan Devan. Nika menyesal, dia benar-benar menyesal. Setelah dirinya berada dalam suasana yang tinggi, sedetik kemudian dia telah jatuh kedalam jurang.
Nika sadar, dia bukan siapa-siapa bagi Devan. Dan Nika memahami itu.

Nika tersenyum sinis ketika membaca tulisan  yang baru saja dia tulis, kemudian ia melipat kertas itu menjadi kecil. Lalu dibukanya laci meja belajarnya, lantas dia mengambil sebuah balok yang selama ini dia simpan rapi didalam laci. Nika membuka balok tersebut, ada kalung yang masih dia ingat sampai saat ini. Tanpa ingin  mengingatnya, Nika segera menaruh kertas yang telah dia lipat itu didalam balok tersebut, lantas dia segera menutupnya dan memasukkannya kedalam laci.

***

Lena mengernyitkan dahinya, setelah membaca Caller  ID  yang menghubungi kontaknya. Lantas ia segera menggeser tombol hijau dan mendekatkan ponselnya ketelinga kanannya.

"Halo, ada apa Ki?" sapa Lena setelah dia menerima panggilan telepon dari Kinar--sahabat Nika.

"Em, ya. Gini, gue mau ngomong sesuatu. Dan ini tentang Nika," Kinar menjelaskan tujuannya menghubungi Lena.

Cewek itu terdiam cukup lama, lalu kembali menyahut ucapan Kinar.

"Emangnya, dia kenapa?"

Kinar terdiam, cewek itu bingung dengan semua ini. Dia merasa serba salah, tidak seharusnya dia menyembunyikan masalah taruhan dari Nika. Padahal Nika adalah korban dan juga sahabatnya. Tapi dia malah menerima kesepakatan bersama Lena agar tidak menceritakan tentang Devan dan taruhannya kepada Nika.

"Kinar, lo masih disana 'kan?" Lena kembali bersuara.

"I iya, oh ya gini Len. Jadi, Nika udah tau semuanya."

"Apa? Terus gimana?"

"Dia nggak marah sih, cuma dia jadi pendiam lagi. Gue takutnya dia punya dendam batin, dan itu bisa ngaruhi pikirannya."

Lena diam,  dia juga berpikir sama. Lalu bagaimana dengan hubungan Devan dan Nika?

"Gue bakalan bicara kedia, tapi nggak sekarang. Mungkin dia udah tidur di kamarnya."

"Gue takut, Len. Gue takut dia kenapa-napa."

"Lo tenang aja, Ki. Dia itu sodara gue, gue nggak bakal ngebiarin hal buruk terjadi sama Nika," Lena berusaha menenangkan.

"Oke deh, gue percaya sama lo. Gue percaya lo udah jadi kakak yang baik buat Nika."

Lena terdiam mendengar ucapan Kinar, kakak yang baik buat Nika? Ya, mungkin dia bisa melakukannya. Dia akan berusaha memperbaiki semuanya, ucapan Nika dulu membuatnya kembali mengingat, tentang Lena yang selalu merebut kebahagiaan Nika. Lena bisa menebusnya, mungkin dia tidak lagi memusuhi Nika. Benar apa yang dikatakan Kinar, dia harus berusaha untuk menjadi kakak yang baik. Walau sebenarnya dia hanyalah kakak tiri Nika.

"Len, lo masih disana 'kan?" Kinar membuyarkan lamunan Lena.

"Eh iya Ki, udah ya ini udah malem soalnya.  Gua bakalan bicara ke Nika. Bye Kinar," setelahnya dia menutup panggilan itu.

Lena merebahkan tubuhnya diatas kasur yang cukup lebar itu, tatapannya tertuju pada langit-langit kamarnya namun pikirannya  melayang entah kemana?

Tuhan, jika memang harus membuat kebahagiaannya hilang untuk orang lain. Dia bisa menerimanya. Dia tidak ingin seperti ini, dia lelah berpura-pura.  Dan dia ingin masalah ini cepat selesai.

To be continue

Just A Dream [Completed]Where stories live. Discover now