16 - Move On

1.9K 55 0
                                    

"Melupakanmu itu sulit,
mengenangmu membuatku mengingat duka.
Yang terasa perih didalam jiwa."

***

Nika menutup pelan pintu kamarnya, senyumnya sedari tadi melebar. Tidak ingin dia lepaskan dari bibirnya. Dia tahu ini sudah gila, ini aneh. Bahkan perasaannya campur aduk sekarang, dia mengakui dia gila karena sudah tersenyum tidak jelas sedari tadi.

Nika melirik kearah jam digital yang tergantung didinding kamarnya, sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit. Dan ia baru saja pulang dari jalan bersama Devan. Perasaannya tidak bisa dia tahan, Devan mampu membuatnya bahagia saat ini, setelah sekian lama dia memendam duka, baru kali dia merasakan ada yang berubah dalam dirinya. Mungkinkah?
Tidak, Nika belum bisa mengatakannya. Nika masih takut dengan ini semua, dia masih takut untuk menyimpulkannya.

"Sori, ya, gue ajak kesini. Dan gue enggak tahu selera lo dalam film itu kayak gimana?"

Dia masih ingat ucapan Devan yang terdengar lembut dan bersahabat, cowok itu mampu membuatnya senang. Hanya dalam sekejap. Oke, alasannya sangat klise, tapi Nika tidak bisa memungkiri. Selera dalam film mereka sama, sama-sama suka film yang berjenis action. Dulu, waktu bersama dengan kakak kelasnya, yang dulu berstatus menjadi kekasihnya. Nika suka sekali dengan drama Korea, drama-drama romantis yang membuatnya merasa baper sendiri. Namun semuanya hilang seketika, perubahannya drastis. Bagi Nika sekarang, drama semacam itu terlalu menye-menye.

Bunyi dari ponselnya terdengar, dan membuat Nika sadar dari lamunannya.
Ia segera meraih ponselnya yang tadi sudah dia lempar keatas kasur. Ada nama Diga dilayar ponselnya. Itu berarti Diga mengirimnya sebuah chat. Nika segera membuka, lalu membaca pesan itu.

From : Diga
Malam, cantik. Happy satnight.

Senyum tipis terlihat dibibir Nika, hanya dua kalimat mampu membuatnya semakin bahagia.
Jari-jari Nika menari diatas keyboard mengetikkan balasan untuk Diga.

To : Diga
Malam, happy satanight too.

From : Diga
Enggak malam minggu an? Mau gue temenin?

Nika terkekeh membaca balasan dari Diga.

To : Diga
Mau temenin gimana? Orang lo aja ada disono!!

Send.

From : Diga
Disono mana? Enggak jelas!

To : Diga
Eh, setan! Berani lo katain gue enggak jelas?

From : Diga
😂😂😂

To : Diga
😠😠😠

From: Diga
😎😎😎

Read. Nika hanya membaca balasan dari Diga, selanjutnya gadis itu tidak ingin membalasnya.
Ia lebih memilih untuk merebahkan dirinya diatas kasur, memejamkan kedua matanya sejenak. Harinya terasa lelah, namun baginya itu sudah biasa.
Malam ini, bersama dengan Devan membuatnya mulai melupakan masa lalunya. Devan memang cowok yang manis, namun tetap menampakkan gaya cool. Berbeda dengan cowok yang pernah menjadi bagian dalam hidupnya--dulu. Namun ada satu kesamaan, wajah Devan benar-benar mirip dengan cowok masa lalunya. Ini aneh, terkadang Nika gila sendiri memikirkan keanehan itu. Tapi itulah yang mampu membuatnya kembali untuk memulai mencintai orang lain--walaupun kadang Nika mengingatnya ketika melihat wajah Devan.

Malam telah larut, memikirkan hal-hal yang mampu membuatnya mengingat masa lalu, Nika memilih untuk menyudahinya. Ia pejamkan kedua matanya, rasa kantuk sudah menjalar dipelupuk matanya. Dan kemudian, ia tertidur untuk menyudahi hari ini.

***

"Lo kenapa?" Kinar baru saja keluar dari kamar mandinya, dengan handuk yang melilit dirambut hitamnya. Gadis itu tidak jadi menghabiskan harinya dengan tidur sampai siang nanti, karena sahabatnya itu sudah datang pagi-pagi dan sempat membangunkan Kinar. Siapa lagi, kalau bukan Nika?

Nika menoleh, menatap Kinar yang berjalan menuju meja kecil didalam kamarnya untuk mengambil sisir. Lantas Kinar berjalan menghampiri Nika yang tengah duduk dibalkon kamar Kinar.

"Enggak kenapa-napa," jawab Nika seadanya, ia kembali menatap taman belakang rumah Kinar yang cukup luas. Rumah Kinar lebih luas dan besar dari rumahnya.

"Gue enggak mau lo bohong lagi, ya," Kinar menunjuk Nika dengan sisirnya, sementara tangan lainnya berkacak pinggang. Tatapan tajamnya mengarah pada Nika.

Nika menghela napasnya, perlahan ia menoleh kearah Kinar. "Kali ini gue enggak akan bohong, Ki."

"Bagus. Jadi, ceritain aja." Kinar duduk bersila menghadap Nika, sisir yang sedari tadi dia pegang sengaja dia letakkan disampingnya. Lalu kedua tangannya mengusap rambut basahnya dengan handuk.

"Em, gue bingung mau mulai dari mana?" Nika mengernyit bingung, namun otaknya terlihat berpikir.

"Gue," singkat Kinar.
"Maksudnya, mulai aja dari kata gue." Ralat Kinar.

Nika meringis, memperlihatkan jejeran gigi putihnya yang rapi.

"Ehem," dehemnya.
"Gue kemarin jalan sama Devan," ucapnya kemudian, dengan nada yang lirih. Namun mampu membuat Kinar melotot kearahnya.

"Apa? Serius?" teriak Kinar histeris.

"Udah dong, enggak usah teriak-teriak gitu."

Kinar hanya nyengir. "Tapi seriusan, lo jalan sama Devan?"

Nika mengangguk mantap.

"Dia yang ajak, gue awalnya nolak. Tapi dia maksa, akhirnya--"

"Lo mau?" sergah Kinar sebelum Nika sempat melanjutkan ucapannya. Nika yang ucapannya dipotong oleh Kinar hanya mencibir.

Hening, Kinar mengetuk dagunya dengan jari berkali-kali. Semenatara Nika bergelut dengan pikirannya.

"Em, gue rasa. Gue suka deh sama Devan." kata Nika memecah keheningan. "Tapi cuma sebatas suka aja, enggak lebih." lanjutnya sebelum Kinar melanjutkan ucapannya.

"Ciee..." Kinar mencolek dagu Nika berkali-kali, tatapannya mengerling jahil kearah Nika.

"Apaan, sih?" ketus Nika, dengan mengibaskan tangan Kinar agar tidak lagi menggodanya. Walau sebenarnya dia bisa merasakan kedua pipinya memanas.

"Enggak apa-apa, kali, lo suka beneran sama Devan. Lagian gue juga seneng lo udah move on."

Nika menghela napasnya.

"Lo mungkin anggap gue udah move on, tapi sejujurnya, gue masih belum sepenuhnya move on."

Kinar memejamkan kedua matanya, ia juga lelah melihat tingkah laku Nika yang seperti ini, sungguh, Kinar merasa jika Nika lebih pantas memasang wajah bahagia ketimbang wajah datar dan dingin seperti akhir-akhir ini.

"Udahlah, Nik, lo pantas bahagia dan lupain semuanya. Gue tahu, ini sulit. Tapi gue yakin, lo bisa ngelakuin. Gue cuma pingin lo bahagia, gue pingin lo hidup kayak dulu lagi. Gue mau lo itu Nika yang ceria, bukan Nika yang dingin kayak gini," jelas Kinar panjang lebar.

"Gue--"

"Udah, lupain semua masa lalu lo. Ambil hikmahnya, masa depan lo masih panjang. Gue enggak mau lo jadi remaja yang punya pandangan gelap buat masa depan lo."

Nika menarik napasnya dalam-dalam, setelahnya dia hembuskan perlahan. Membuat Kinar tersenyum.

"Gue bakal bantu lo move on," ujar Kinar selanjutnya.

To be continue

Just A Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang