4 - Tak Ingin Dia Tahu

3.8K 120 1
                                    

“Ada beribu cinta,
Namun aku tak tahu apa artinya

Ku tak tahu apa rasanya, dan
Ku tak tahu apa kisahnya?”
***

Nika terduduk melamun, menatap ombak laut disana yang kerap kali menyentuh kakinya. Desiran pelan yang diciptakan oleh angin membuat tatapan Nika tidak luput dari pemandangan itu, ia hanya diam seperti biasanya--berada ditempat ini. Duduk dan terdiam disini membuat penatnya lepas, seakan beban itu menguap entah kemana? Itulah sebabnya gadis itu senang berada ditempat ini. Ia tahu, memang ada beberapa orang juga berada ditempat ini, mereka seakan tahu yang dilakukan Nika--untuk menenangkan diri. Dan tidak ada satupun orang yang mampu mengganggu Nika saat dirinya sendiri di tempat ini. Namun kali ini tidak, seseorang mengamatinya dari kejauhan. Kedua tangannya diletakkannya didalam saku celana seragam berwarna abu-abu miliknya. Tadi ketika gadis itu menolah untuk pulang bersama Devan, ia mengikuti Nika. Dan berada disinilah dirinya, ia juga bingung mengapa gadis itu memilih duduk termenung dibibir pantai.

Arga, laki-laki itu sedari tadi yang mengamati Nika. Jarum jam yang berada dipergelangan tangan kirinya menunjukkan pukul 16.00, namun dia masih tetap setia berada ditempatnya. Dibalik pohon kelapa, diam. Menatap kearah Nika, ini sudah satu jam gadis itu berada disana. Tanpa ada inisiatif untuk bermain-main atau sekedar mencari seseorang untuk diajak mengobrol. Entahlah, menurut Arga gadis itu aneh.

Dengan langkah tegap dan santai, cowok berparas tinggi jangkung itu melangkahkan kakinya, berjalan menghampiri Nika yang masih asyik dengan dunianya--mungkin. Kedua tangannya masih setia berada didalam saku celananya. Menambah gaya cool cowok itu ketika berjalan, kerap kali beberapa cewek yang berada ditempat itu teralih dan menatap kagum kearahnya. Arga tahu, ia tahu tatapan itu. Tapi dia terlalu acuh, ia bukan sosok Devan yang akan menebarkan pesonanya. Tapi dia adalah Arga, cowok dingin dan acuh. Namun dia masih berperasaan.

Langkah kakinya terhenti, ketika dia sadar telah berada tepat dibelakang Nika. Arga masih menatap tubuh Nika yang tenang dan terdiam itu. Gadis itu masih mengenakan seragam olahraga sekolahan. Bibir Arga mengulas sebuah senyuman, kala dia menyadari jika gadis itu melamun. Dengan pelan, ia memposisikan dirinya untuk duduk disamping kiri Nika. Tatapannya lurus-lurus dengan kedua kaki yang dia silangkan--bersila. Nika yang diam, lantas gadis itu terperanjat mendapati seseorang yang duduk disampingnya. Tatapan Nika berubah mengerling, namun masih memperlihatkan gurat terkejut dalam benaknya. “Lo kok disini?” tanya Nika spontan, lantas ia melihat Arga yang terkekeh karena mendengar pertanyaannya.

“Emang enggak boleh? Ini tempat umum juga, kan?” Arga menjawab dengan santainya, membuat Nika nyengir.

Sorry, habis gue kaget aja tiba-tiba lo duduk disamping gue,” Nika masih berujar.

“Gue cuma heran aja, lo udah disini selama satu jam lebih. Lagian lo kenapa sih? Pake acara semedi enggak jelas?” cibir Arga, membuat kedua mata Nika membeliak lebar.

“Enak aja lo katain gue semedi, yang ada gue udah mati duluan kalo semedi.” Kilah Nika dengan mencubit pinggang ramping cowok itu. Arga yang mendengar ucapan Nika hanya terkekeh.

“Lo ada masalah? Ceritain aja ke gue,” Arga kembali kearah seriusnya.

Nika menggeleng pelan, lalu gadis itu menunduk. “Enggak ada, gue enggak ada masalah.”

“Terus kenapa lo ada disini?” tanya Arga kepo.

“Ingin aja, udah lama juga gue enggak ketempat ini.”

Just A Dream [Completed]Where stories live. Discover now