21 - Memulai Aksi

Mulai dari awal
                                    

Mereka berdiri dibibir pantai, menikmati angin yang sejuk dan menerpa tubuh mereka. Jarum jam menunjukkan pukul empat lewat lima belas menit. Tempat itu tidak seperti biasanya, kali ini terlihat begitu sepi.

"Lo suka kan?" tanya Devan memecah keheningan diantara mereka.

"Yap, gue suka tempat ini." Jawab Nika kemudian.

Hening, hanya suara desiran ombak yang riuh itu yang memecah keheningan.

Karena Devan yang tidak terlalu betah dengan keadaan hening, cowok itu memilih untuk berdehem pelan.

"Naik jet ski, yuk," ajak Devan seraya menggenggam pergelangan tangan Nika, lalu menariknya untuk pergi dari tempat itu.

"Van, ini beneran?" tanya Nika memastikan, pasalnya gadis itu sedikit takut karena selama ini dia belum pernah menaiki jet ski. Dan ini adalah yang pertama kalinya.

Nika berpikir, jika nanti tiba-tiba dia terjatuh ketengah laut ketika Devan dengan sengaja mengemudi dengan kencangnya.

"Kenapa? Lo takut nanti jatuh ke laut, ya?" tanya Devan, cowok itu sudah seperti cenayang yang bisa membaca pikiran Nika.

Nika terkekeh kecil seraya mengibaskan tangan kanannya keudara. "Ya enggak lah, ya udah deh, gue mau." Ujar Nika kemudian, lalu menyejajarkan langkahnya dengan Devan.

***

Awan diatas sana mulai menjingga, senja datang dalam kelebatan pandangan. Suara deru ombak semakin terdengar, kala tempat itu menjadi sepi. Kicau burung camar menambah riuhnya suasana. Lengkungan disana semakin beranjak turun, bersembunyi digaris cakrawala.
Angin menerbangkan helai rambut Nika yang tergerai, cewek itu nampak tersenyum lebar menatap indahnya sunset dipantai itu. Devan menoleh, menatap wajah Nika yang menampakkan semburat bahagia disana.

God!

Desisnya dalam hati, pasalnya mampukah Devan melakukan tujuan awalnya? Sementara wajah Nika yang berseri itu nampak begitu cantik. Mampukah nanti Devan benar-benar menyakitinya? Ini diluar kendali, jantung cowok itu berdetak cepat. Deru napasnya mulai terdengar, saat ini Devan menyembunyikan rasa gugupnya. Dia harus bisa melakukannya, setelah itu, dia akan kembali dengan gadis yang telah dia cintai sejak dulu.

Ekhem.

Devan berdehem pelan, sambil melirik kearah Nika yang ternyata tidak terganggu dengan apa yang Devan lakukan.

Kemudian, cowok itu memejamkan kedua matanya. Lalu menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan melalui mulut, bersamaan dengan kedua kelopak matanya yang bergerak terbuka.

"Nik," sapanya terdengar lirih. Namun masih bisa didengar oleh Nika, sehingga pemilik nama itu menolehkan kepalanya kearah Devan. Menatap cowok itu dengan kening berkerut.

"Ada apa, Van?" tanya Nika, berusaha merespon panggilan Devan.

Devan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sambil menunduk. "Gue mau ngomong sesuatu," katanya dengan berusaha menetralkan detak jantungnya.

Sial. Devan bergumam dalam hati ketika merasakan dirinya benar-benar gugup.

"Apa? Ngomong aja, kali," Nika tersenyum. Membuat Devan terdiam.

Cewek itu manis ketika tersenyum, lalu mengapa selama ini dia nampak menyembunyikan senyumannya? Bahkan cewek itu terlalu dingin, pikir Devan.

"Van? Kok bengong?" Nika melambaikan tangan kanannya tepat didepan wajah Devan, sehingga cowok itu terperanjat.

Double Shit. Devan mengumpat dalam hati, mengapa dia begitu gugup didepan Nika?

"Eh, enggak kok," ujarnya kemudian.
"Oh ya, sebenernya gue mau ngomong sesuatu yang penting," imbuhnya.

Nika menautkan kedua alisnya, heran.

"Em, Nik. Enggak terasa, ya kita udah lama kenal," kata Devan memulai.

"Terus?"

"Dan udah lama, ya, kita punya status pacar walaupun boongan," Devan menarik napasnya lagi.

"Jadi?"

"Em, gue mau wujudin itu semua. Gue mau wujudin kalau kita bukan sekedar pacar boongan," Devan menggaruk tengkuknya.

Nika terdiam, memulai untuk mencerna kembali ucapan Devan.

"Maksudnya?" Nika bertanya seolah tidak mengerti maksud dari ucapan Devan.

“Gue rasa, gue suka sama lo, Nik,” ucap Devan dengan satu tarikan napas, lancar, tanpa tersendat.

Jantung Nika terasa seperti ribuan kendang yang saling bertabuh, yang mampu membuat Nika merasa gemetaran.
Dia diam, pandangannya menatap lurus-lurus kearah Devan yang tersenyum tak enak.

"Mau gak, kalo kita pacarannya beneran?" lanjut Devan lagi, berusaha membuat Nika mengatakan sesuatu. Tapi nihil, cewek itu masih bergeming.

Devan menghembuskan napasnya. "Lo enggak jawab sekarang enggak pa-pa, kok, besok juga no problem,"

Nika menatap kedua mata Devan lamat-lamat. Lantas mengamgguk.

"Ya udah, kita balik. Gue anterin ya," ajak Devan, sambil menarik lembut pergelangan tangan Nika untuk menjauh dari tempat itu.

Arga tersenyum lebar, menatap lurus-lurus kearah Nika dan Devan yang sudah berlalu dari tempat itu.

To be continue

Just A Dream [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang