Chapter 32

975 97 9
                                    


Hani menelungkupkan kepalanya diatas meja, gadis itu merasakan sesuatu yang aneh padanya. Karena entah sejak kapan ia mulai mengungkapkan emosinya didepan umum.

"gue pusing! " gumam gadis itu pelan.

"gue juga lagi pusing! " mendengar seseorang menyahut dari arah belakangnya membuat Hani langsung menegakkan tubuh dan menengok siapa yang menyahuti ucapannya.

Alvin.

"elo belum pulang? " tanya gadis itu pelan.

"mangnya kalo gue udah pulang, gimana caranya gue bicara sama elo disini? Gue pake bunshin? " tanya Alvin datar, membuat Hani langsung tertawa garing.

"em maksud gue,  kenapa elo masih belum pulang " gadis itu meralat ucapannya dengan senyuman canggung.

"gue males aja" Alvin menjatuhkan kepalanya pada meja. "lo sendiri kenapa belum pulang? " sambung pemuda itu.

"gak tau,  gue cuman duduk sambil mikir ini - itu,  eh kelas udah kosong aja" Hani mengangguk - angguk sendiri atas ucapannya.

"oh gitu" Alvin berdiri dari duduknya,  membuat Hani mengikuti pergerakan pemuda itu melalui ekor matanya.

"mau pulang vin? " tanya Hani saat Alvin berjalan melewati melanya.

"gak! Gue mau beli micin" sahut Alvin tak perduli. Saat tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai pada pintu kelas Alvin berhenti berjalan dan menoleh kearah Hani. "gak mau pulang bareng gue? " tanya pemuda itu.

Dan disambut senyuman lebar dan larian kecil dari gadis itu,  mereka berjalan keluar kelas secara beriringan.





...



"Lyora? " gumam Zandar pelan saat ia melihat Lyora berjalan dengan kaki dihentak - hentakkan dengan keras saat gadis itu berjalan keluar kelas,  sudah terlihat sangat jelas kalau keadaan mood gadis itu kelewat buruk.

Seakan melupakan kakinya yang bahkan masih terluka, Zandar berjalan cepat mengikuti Lyora. Tak perduli menuju apapun yang penting ia bisa memergoki Lyora yang mungkin saja akan mengatakan rahasianya, jika mengingat kalau mood gadis itu yang hancur dan berkemungkinan besar akan mengatakan apapun yang ada dikepalanya.

Dan sesuai dugaan Zandar, Lyora datang kepada Marco. Suasana sekolah yang sunyi cukup menguntungkan Zandar, karena ia bisa bersembunyi cukup jauh dan masih bisa mendengar pembicaraan mereka berdua.

"ngapain sih lo ngajak gue bicara? " Lyora bersedekap, gadis itu terlihat tidak suka dengan keadaan membuatnya tertahan didalam kelas selama belasan menit hanya agar bisa berbicara dengan Marco seleluasa mungkin.

"lo bisa jaga mulut gak sih? " Marco menatap Lyora tidak suka "kayaknya elo santai bener" senyuman Marco terbit meski hanya separuh.

"mood gue lagi buruk!  Jadi elo gak usah bikin mood gue makin buruk! " entah sejak kapan, tapi setiap kali bertemu, Lyora dan Marco terlihat tidak akur. setidaknya untuk hari ini.

Padahal sebelumnya, mereka saling menutupi dengan sangat rapat.

"gue bingung sama elo! Elo mau dapet masalah, ato apaan sih? " Marco terlihat putus asa dengan kelakuan Lyora.

"maksud lo? " Lyora bersedekap dan berjalan kearah Marco dengan dagu terangkat. "lo mau bilang gue ceroboh?  Lo mau bilang apa?  Apa?"

untuk sesaat Marco terpojok,  terpojok oleh gadis angkuh berwajah manis, meskipun itu hanya sesaat tapi tetap saja pemuda itu terpojok.  "Ya! " bentak pemuda itu dengan kesal, membuat Lyora terkejut seketika. "gue mau bilang elo ceroboh! Gue mau bilang elo seenak jidat aja ngelakuin apapun!  Gue kau bilang apa yang lo lakuin bisa bikin kita berakhir jadi bahan bullying! "

INTROVERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang