CHAPTER 31 - [Three of Swords]

Start from the beginning
                                    

"Baiklah, aku akan tetap di sini," gumam Hee-ra akhirnya. Ia mendorong pelan tubuh Jong-in agar berbaring, kemudian menyelimuti pria itu sampai ke dada. Lantas, Hee-ra memposisikan tubuhnya dalam keadaan miring, ia mengelus pelan rambut sampai kening Jong-in agar tertidur.

"Kumohon... jangan tinggalkan aku lagi..." Suara serak Jong-in merasuk dalam jiwa Hee-ra. Pria itu jujur, dia benar-benar tulus mengatakannya. Hee-ra mampu membuat kesimpulan karena Jong-in tak pernah melepas pelukannya dari tubuh Hee-ra.

Perlahan namun pasti, Jong-in mulai terhanyut dalam dunia mimpi. Wajah damai berisi gurat lelah itu seolah menunjukkan betapa banyak pikirannya belakangan ini.

Andai saja cinta bisa dibagi, andai saja cinta tak masalah diduakan, dan andai saja cinta bisa diatur manusia, bisakah Hee-ra memiliki mereka berdua? Egois memang. Tapi ia tak tega meninggalkan salah satunya. Ia hanya tidak ingin menyakiti perasaan mereka yang mencintainya sepenuh hati.

Se-hun menutup pintu kamar yang ditempati Hee-ra dan Jong-in perlahan, takut kalau mereka menyadari bila pria itu menguping sejak tadi. Meskipun Se-hun berkali-kali meyakinkan diri jika Hee-ra lebih memilihnya, tetap saja, pemandangan tadi berhasil membuat hatinya terluka.

Ah, Se-hun jadi menyesal membawa Jong-in ke tempat ini karena alasan keamanan. Seharusnya, ia mengantar pria itu pulang saja, sehingga pemandangan menyakitkan barusan tidak terjadi.

Ia menyandar ke dinding. Menatap kosong, namun pikirannya melayang, membayangkan betapa sakitnya jika Hee-ra memilih kembali bersama Jong-in setelah kejadian ini. Ia tidak mau kehilangan Hee-ra untuk kesekian kali, tapi ia juga tidak bisa bersikap egois. Bagaimana kalau hidupnya tidak akan berlangsung lama? Bagaimana kalau Elliot tiba-tiba meledakkan lengannya? Se-hun tidak mau menyakiti Hee-ra karena kematiannya.

"Cinta memang membingungkan, ya?"

Se-hun menoleh, Royce sudah berdiri di samping sambil memasukkan kedua tangan ke saku. Pria itu menggerakan dagu ke arah sofa agar Se-hun mengikutinya. Mereka memang jarang bicara kecuali membahas hal penting saja, tapi, sepertinya malam ini Royce ingin membuka percakapan untuk saling memahami.

Keduanya duduk bersampingan di sofa. Royce mengambil dua batang rokok dan memberikan salah satunya pada Se-hun, namun pria itu menolak dengan sopan. Well, Se-hun memang bukan tidak ingin merusak diri menggunakan benda kecil itu.

Royce tersenyum simpul dan menyalakan rokok. Mereka terdiam selama beberapa saat, sementara Royce menikmati setiap hisapan rokok tanpa filter tersebut sebelum akhirnya memecah keheningan.

"Sudah berapa lama kau mencintainya?"

Se-hun menelan salivanya berat. Ia menengok dan menggeleng. "Cinta? Dia adalah adikku."

"Kau mungkin bisa memanipulasi segalanya, tapi tidak dengan hati dan matamu." Royce menatap Se-hun hangat. "Aku tahu kau dan gadis itu saling mencintai, begitupula pria bernama Jong-in tadi. Yah, cinta segitiga memang rumit."

Mata memang tak bisa berbohong. Se-hun kalah, ia berdehem kaku. "Apa sangat terlihat?"

Tentu saja! Hanya orang keras kepala yang tak mau mengakui kilatan cinta keduanya.

"Kau bilang, dia adalah adikmu, tapi aku tidak melihatnya seperti itu?" Royce kembali bertanya. Ia hanya bersikap seolah tidak tahu. Royce memiliki tujuan lain. Sungguh, ia tengah berusaha untuk menjerat Se-hun dalam rencananya.

"Secara teknis dia adalah adikku. Tentu saja bila keluarga adalah sekumpulan orang yang tinggal bersama. Namun, sebenarnya kami tidak memiliki hubungan darah sama sekali. Ya, aku yang memanipulasi segalanya, aku yang datang dan mengaku sebagai salah satu dari keluarga mereka, dan akulah yang membawa Hee-ra dalam bahaya." Se-hun menunduk, volume suaranya memelan. "Akhirnya... keegoisanku yang menghancurkan hidup gadis itu."

Salted Wound [Sehun - OC - Kai]Where stories live. Discover now