"elo! " Elang mengerjapkan matanya dan perlu waktu lama untuk memproses apa yang dikatakan oleh Zandar.  Hingga pemuda itu sadar bahwa Zandar sudah kembali becanda.

"sebleng lo! " teriak Elang dengan gemas ,  nyaris saja ia mencekik seorang Zandar.

"makanya jangan nanya!  Disini siapapun bisa jadi tersangka, bahkan lo juga gak bisa percaya sama gue sepenuhnya, karena bisa kapan aja gue nusuk elo dari belakang" meskipun Zandar berbicara pada Elang, akan tetapi tatapan pemuda itu terus menuju pintu kelas mereka yang terbuka.

"ah gue pusing! Punya temen kok sebleng bener! " sahut Elang yang benar - benar tidak menyadari apa yang tengah terjadi. Tapi sama sekali tidak digubris oleh Zandar, hingga pada akhirnya Elang menyadari sikap Zandar dan ikut melihat kearah pintu kelas mereka.

"Iya gue sebleng" jawab Zandar dengan ekspresi tak perduli, pemuda itu memilih untuk memainkan ponselnya seakan - akan ia tidak pernah menyadari seseorang yang tadinya berdiri didepan kelas mereka cukup lama,  meskipun sekarang orang itu sudah menunjukkan batang hidungnya.

"kak liat kak Alvin gak? " Tanya gadis itu dengan senyuman yang bahkan tidak Zandar lirik sedikitpun.

"Gak Lyora,  kelas Alvin itu di sebelah bukan disini, cari aja kesebalah mungkin bisa ketemu" seperti biasa, Elang menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan padanya dengan ramah dah penuh senyuman.

"oohh gitu ya,  aku kira disini" gumaman gadis itu langsung mencuri atensi Zandar, pemuda itu langsung mengangkat kepalanya dan melihat kearah Lyora dengan senyuman miring.

"elo punya penyakit pikun ato apaan, masa ia lupa mulu dimana kelas Alvin, gak ada hape ya?  Kalo nyari Alvin dikirimin pesan dulu kek anaknya"

Mendengar Zandar mengucapkan kata - kata yang bisa dibilang kelewat sarkasme membuat Elang mau tak mau menatap temannya itu dengan raut tak mengerti sekaligus terkejut. Zandar memang tidak suka dengan perempuan seperti Lyora tapi pemuda itu tidak pernah bersikap sarkasme, bahkan ia kelewat baik pada orang yang tidak ia sukai sekalipun hingga kadang Elang tidak bisa membedakan antara orang yang benar - benar Zandar perdulikan atau hanya sekedar formalitas.

"Makasih nasehatnya " sahut Lyora dengan suara yang dipaksakan agar terdengar manis.

Gadis itu segera berlalu dari depan kelas Zandar, tapi tidak menuju kelas Alvin melainkan keseberang kelas mereka tempat dimana ada lorong yang akan membawa gadis itu kembali kekelasnya.

"Alvin mulu alasannya, mang kalo. Make nama Alvin masalah selese enak bener" gumam Zandar pelan tapi masih mampu untuk didengar oleh Elang.

"jangan bilang elo nuduh Lyora" Elang menatap Zandar dengan tatapan tidak percaya "lo tau kan, Alvin itu gak ketulungan keras kepalanya apalagi menyangkut cewek yang dia suka, bisa - bisa elo perang sama itu anak"

"Gue gede bareng Alvin kali" sahut Zandar tak acuh. Elang yang melihatnya hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena kelakuan ajaib bin aneh temannya yang satu ini.

"BTW nama lo Elang tapi kok elo pandainya nguping sih Lang?  Gak pandai ngamatin sesuatu, ganti aja itu nama jadi Kelinci" sambung Zandar tiba - tiba sesaat setelah ia berdiri dan langsung berlari menuju pintu kelas karena Elang yang nampaknya sudah sangat marah padanya.

"Sebleng lo!"

...

.....

Hani berjalan dengan cepat menuju perpustakaan sekolah, gadis itu menundukkan kepalanya dalam - dalam saat ia melewati beberapa siswa, meskipun mereka hanyalah deretan adik kelas.

Eca dan Iva yang seharusnya mengembalikan buku yang sedang Hani bawa meminta gadis itu untuk mengembalikannya karena mereka berdua bilang mereka ada urusan dan Hani juga harus keluar kelas meskipun gadis itu tidak menginginkannya.

Tiba - tiba ada seseorang yang berdiri tepat didepan Hani membuat gadis yang sedang berjalan cepat itu terkejut dan refleks melepaskan tumpukan buku yang ia bawa ketika ia menghentikan langkahnya dengan paksa. Hani menghela nafasnya pelan,  jika Eca yang mengalaminya pasti gadis itu akan mengamuk, tapi yang mengalaminya bukan Eca melainkan Hani dan Hani tidak suka memperpanjang masalah.  Gadis itu berjongkok dan mengambil satu persatu bukunya dengan tangan Kiri dan ia memegangi tumpukan buku dengan tangan kanannya hingga ketika ia akan memungut buku terakhirnya ada sebuah kaki yang menginjak punggung tangan kirinya. memang, orang itu tidak menekan punggung tangan Hani dengan kakinya tapi tetap saja itu adalah perbuatan yang kelewat sengaja sekaligus tidak sopan.

Hani langsung menghembuskan nafasnya dengan kasar setelah dua detik berlalu dan orang yang menginjak tanganya tidak juga menyadari kesalahannya "maaf kakinya kayaknya salah tempat" sindir gadis itu.  Tapi bukannya mengangkat kakinya orang yang menginjak punggung tangan Kiri Hani malah menekan kakinya hingga Hani merasakan nyeri yang datang sedikit demi sedikit lalu berubah menjadi rasa sakit.

Gadis itu langsung meletakkan buku yang ia pegang dengan tangan kanannya dan langsung memukul kaki Putih mulus yang sedang menyiksa punggung tangan kirinya itu dengan sekuat tenaga karena rasa kesal.

"ugh! " teriak orang itu refleks sambil mengangkat kakinya, membuat Hani tersenyum tipis lalu segera mengambil kembali buku - bukunya dan langsung berjalan menuju perpustakaan dengan senyuman kemenangan tanpa berminat mancari tau siapa yang tadi dengan sengaja menginjak tangannya.

Hani menghentikan langkahnya ketika ia sampai didepan perpustakaan, gadis itu menyadari sesuatu yang berbeda dari dirinya.





INTROVERTDonde viven las historias. Descúbrelo ahora