FRTR-41-Picture Perfect Memories

17.2K 1.5K 138
                                    

Oh iya, ini idLine aku→ 13summer

Yg mo ngobrol² silakan di-add, atau mau gift juga boleh😳 *kode, 10c juga gppa😳😳

FRTR-41-Picture Perfect Memories

Apa sih yang enak dari menikah? Adegan ranjangnya? Dapat belaian tiap malam? Mungkin iya, itu yang Ron pikirkan saat nafsu itu sedang menggebu-gebu untuk minta diredakan oleh siapa saja yang mau. Tapi saat malam ini, saat dia benar-benar sudah merasa ada di jalan yang benar....

Semua itu seperti tidak penting lagi, opsi ke sekian. Karena, buat apa semua nafkah batin itu? Ketika tidak ada rasa cinta?

Making love dan have sex, itu berbeda.

Ron tersenyum, Rain tetap ada di dekatnya, dan wanita itu masih tidur menghadapnya, meringkuk, bernapas teratur, lelap, begitu indah dipandang, apalagi untuk dia miliki sepenuhnya.

"Love you," katanya, meski dia tahu, kalau Rain tidak mendengarnya.

Dia belai rambut panjang Rain, rambut istrinya begitu halus, yang sering berbeda dengan perkataannya. Iyalah, mana ada istri yang nyuruh suaminya tidur di lantai. Untung saja, perkataan Rain itu, tidak Ron bawa ke perasaan.

Tatapan penuh kebutuhan untuk dibalas perasaannya, begitu terlihat di mata pria itu. Dia sentuh pipi Rain, dia usap dengan lembutnya. Dia pikir, waktu memang sudah berjalan dengan cepatnya.

Rain bergerak, masih tetap memejamkan matanya, sampai Ron refleks menarik tangannya, takut-takut pergerakan tangannya membangunkan wanita itu. Rain berpindah posisi tidur, dia membelakangi Ron, sambil garuk-garuk pipinya.

Bohong, kalau setiap wanita akan tidur dengan posisi yang elegan. Terlalu sinetron, terlalu fiktif sekali.

Ron tertawa kecil, jika dia tidak ingat dengan posisinya sekarang; di mana dia masih sering terabaikan, dia akan merengkuhnya dari belakang. Tapi Ron tahu, dia tidak bisa melanggar pembatas yang Rain buat-hanya belum saatnya.

"Gue haus," kata Ron, dia menengok ke nakas, tidak ada gelas minum yang berisi air putih atau teko air.

Jadi, dia bangun dari ranjang. Ingin membasahi tenggorokannya yang kering itu, lalu balik lagi, untuk ikutan terlelap bersama. Siapa tahu, mimpinya barengan; membangun keluarga yang benar-benar bahagia, dan saling mencintai dengan dua atau sebelas anak sekaligus.

Dikira melahirkan segampang melepeh apa ya....

Lampu di rumah Rain, biasanya kalau malam, hanya dinyalakan sebagian, jadi lorong-lorong itu suasananya remang. Karena itulah, saat Ron asyik-asyiknya berjalan sambil mengkhayal semanis madu, dia spontan memukul orang yang muncul di dekatnya saking kagetnya.

"Maling! Maling lo ya! Maling!" kata Ron, tidak akan memberi ampun seorang pencuri yang tengah malam begini masuk ke rumah Rain, awas aja kalo masuk buat nyulik wanitanya. Dia bakal sumpahin, tuh maling nggak akan punya pasangan ataupun anak, sampai seumur hidupnya!

Ingat, doa orang yang teraniaya biasanya terkabulkan!

"Ini gue, ini gue Ron!" sahut orang yang dituduh maling itu, karena tiba-tiba meniup Ron dari belakang.

Saat muka mereka berhadapan, orang yang mengaduh-aduh itu, terpaksa melepas masker yang baru dia pasang beberapa menit lalu.

Ron berhenti memukul Arya. "Ternyata lo! Kok... kok elo kayak setan begini sih!"

~°°~

Dua pria dewasa, duduk di ruang tengah, dengan pencahayaan seadanya, dengan sekaleng soda dingin di dekat mereka masing-masing. Duduk sambil menengadah, karena wajah mereka berdua lagi ditempeli masker.

"Adem ya, Ar," kata Ron, merasa kalau pakai masker wajah itu tidak buruk juga.

"Iyalah. Emang cuma cewek aja yang butuh perawatan, cowok juga kali," timpal Arya, yang mengajari Ron, kalau sekali-kali, dia butuh dirawat wajahnya.

Ron tertawa kecil. "Siapa tau juga, besok Rain langsung terpana ya liat wajah gue yang maki ganteng."

"Masih gantengan gue tapi," balas Arya, cuma mereka berdua, manusia yang masih betah melek di rumah ini.

"Sebenernya gue masih mau nimpalin, tapi gue inget. Gak boleh songong sama yang dituain," ucap Ron, dia ingat hubungan mereka itu apaan sekarang.

"Gue tetep lebih muda dari elo, meski gue kakak ipar lo, songong," jawab Arya, yang mengerti ke mana arah ucapan Ron itu.

"Anggap aja masker ini ngebantu buat ngurangin kerutan di wajah elo. Yang timbul saat ngadepin keras kepalanya ade gue," tambah Arya, "Tadi gue kira tamu spesial siapa. Ternyata lo berdua."

"Emang lo nggak kangen sama ade lo?"

"Kangen sih... tapi mau gimana lagi. Kan dia udah punya suami, ngelangkahin gue, hebat banget jadi ade," timpal Arya, menyindir Ron balik.

"Sori... kan gue kelepasan waktu itu elah... lo cowok, harusnya lo ngerti gimana perasaan gue," tutur Ron, dia ingin agar Arya berpihak kepadanya juga.

Rain pasti dibela bapak, Ron udah jelas dibela mamah mertuanya, dan dia mau kalo Arya jadi sekutunya.

"Kelepasan sih kelepasan. Tapi nggak gitu juga kali." Arya terduduk, saat dia merasa kalau waktu memakai maskernya udah cukup.

Dia teguk soda itu, menghembuskan napasnya. "Nasi udah jadi bubur. Mau nggak mau gue dapet keponakan."

"Tenang aja, Ar. Gue bakal bikin banyak keponakan yang lucu-lucu buat elo. Tinggal sebutin berapa banyak," kelakar Ron, dan dia dihadiahi bantal oleh Arya.

"Lo kira ade gue mesin pembuat bayi apa?" ujar Arya. "Ngomong-ngomong, Rain masih dingin sama elo? Belum ada perubahan?"

"Apanya yang mau dirubah? Sifanya udah kayak gitu deh, membatu, gak tau sampai kapan," timpal Ron, entahlah, mukanya tiba-tiba sedih begitu.

"Kenapa lo nggak ceritain aja sih? Ya ingetinlah, siapa elo... buat ade gue?"

Ron melepas masker yang menempel di wajahnya. "Can't do that. Gue malah takut, kalo gue jadi kehilangan dia, sepenuhnya. Ngalir aja kayak air, meski seret, tapi yang penting, nggak mampet."

"Ini udah bertahun-tahun, Ron," ucap Arya, memandang melas kepada teman yang sudah merangkap menjadi adik iparnya. "Orang yang menyelamatkan hidup Rain, kan bukan Leon, tapi elo."

~•••~

TAG [ 2 ] : From Rain To RonWhere stories live. Discover now