FRTR-17-Truth to be Told

19.2K 1.8K 262
                                    

FRTR-17-Truth to be Told

Mengiyakan lamaran Aaron, adalah kalimat yang paling tidak pernah terbesit di otak Rain. Di posisi ini, bergandengan tangan erat dengan pria yang masih tidak bisa menyembunyikan kesemringahannya. Dewi fortuna dan Tuhan sendiri, memang sedang berpihak kepada Ron; ia mendapatkan apa yang ia mau. Duduk bersebelahan dengan Rain, memegang tangannya, dan duduk menghadap orangtua wanitanya. Ron jelas tampak tegang, dia berkeringat dingin, tapi demi-semua-akan-indah-pada-waktunya, dia akan melakukan apa saja.

Sama halnya dengan Ron, Anna sedang bahagia. Setidaknya, Ron akan menikah dengan wanita yang dikenalnya sebagai anak baik-baik. Meski mereka harus terikat; nantinya, dengan cara yang salah. Ibu mana yang tak malu jika anaknya menghamili seorang wanita di luar nikah, dan apalagi kedua-duanya; Ron menyusul jejak Leon, bukan?

"Saya sudah dengar beritanya dari istri saya," suara berat khas bapak-bapak yang protektif terhadap anaknya, membuat bulu kuduk Ron berdiri, "Tentang apa yang telah kamu lakukan terhadap anak saya."

Seram, Ron merasakannya.

Sudah dari kecil, ia dan keluarganya menjalin hubungan dengan mereka. Kini, hubungan itu akan semakin erat terjalin. Cukup anaknya yang menolak dirinya, bapaknya jangan sampai tak menerimanya jadi menantu. Mungkin bukan tidak menerima, bisa saja dipersulit. Maklum, semakin dewasa, Ron jadi pria yang lumayan bajingan. Untuk kasus ini, Ron sangat meminta kepada Tuhan, agar semuanya berjalan lancar.

"Iya. Saya ... waktu itu, dipengaruhi alkohol," jawab Ron-berbohong.

Rain menengok Ron, dia pun tak ingat kalau pria ini sedang sadar atau tidak saat mengajaknya. Sekarang, barulah ia ingat, jika ia tak pernah menanyakannya. Patah hati dan dirundung kekecewaan tentang Leon, telah membuat Rain banyak tidak menyadari hal-hal penting.

"Saat itu kamu mabuk, Rain?" tanya Tama-ayah Rain, yang menyayangkan kejadian ini.

Tatapan curiga untuk Ron, beralih pancaran pendosa saat ia beradu pandang dengan sang ayah. "Maafkan Rain, Papah."

Tama membuang napas berat, dia pun memijat pelipisnya. Lelaki gempal ini tak mengerti, kenapa anaknya bisa berani masuk ke diskotik, apalagi menenggak minuman keras.

"Ini semua salah saya, Om," kata Ron, dan refleks dia mengeratkan genggaman tangannya pada Rain, "Salahkan saya, jangan Rain. Dia cuma korban."

"Memang kamu yang salah!" seru Tama tanpa aba-aba, "Kamu memang harus disalahkan!" ulangnya sambil menunjuk Ron.

Tentu saja, semua orang yang ada di ruangan ini jadi terkejut, terutama Ron. Rasanya, jantungnya akan copot, dan ia takut kalau sampai Tama melempar meja ke arahnya.

Miranda mencubit pinggang suaminya, agar Tama tak perlu melanjutkan amarahnya. Beliau ingin marah besar juga, tapi semuanya telah terjadi. Lalu apa mau dikata?

Melihat wajah pucat pasi Ron, serta kedua matanya yang sempat melotot terkejut, Rain malahan menyunggingkan senyum mengejek.

Rasain! Emang enak dimarahin Papah!

"Tama, aku yang salah," Anna buka suara, "Aku yang kurang tegas sama Aaron. Jadi, dia besarnya ..., kamu taulah." Bahkan ia tak sanggup untuk meneruskan kata-katanya, saking kotornya riwayat percintaan Ron.

Menilai bahwa Anna tampak malu sebagai ibunya, Tama tak enak hati.

"Udah deh, Pah. Yang penting dia mau tanggung jawab," celetuk Miranda, yang tak mau masalah ini diperpanjang.

Nikah, dan menimang cucu. Beres.

"Kalo enggak Rain minta, dia juga gak bakalan mau tanggung jawab," kata Rain; ia ingin sedikit menjaili Ron.

Spontan Ron menengoknya, dan balik melihat calon ayah mertuanya yang kembali diliputi kegeraman.

Mampus! Rain begitu senang, saat Ron terpojok begini.

Fitnah! Wanita gue kok jadi nakal banget! Ron tidak kesal, ia justru senang.

Rain selalu tampak lucu di matanya; menggemaskan!

"Benar," kata Ron, tanpa Rain sangka-sangka.

"Kalo bukan Rain, saya tidak akan mau menikah secepat ini. Karena, kebanyakan wanita yang pernah bersama saya, tidak ingin mempunyai hubungan jelas dan terikat. Cuma Rain yang paling pantas untuk saya beri kejelasan dan mau saya ikat hingga maut memisahkan," tutur Ron; yang tidak Rain sangka-sangka.

"Dia wanita terhormat, dan saya bisa akan sangat menyesal, kalo saya tidak mau membuat anak Om berada di dalam kehidupan saya," tambahnya lagi, dan Anna pun tersenyum mendengar jawaban anaknya.

Di telinga Anna dan Miranda, kata-kata Ron terdengar dewasa, namun di telinga Rain, semua yang Ron katakan itu memaksa.

"Intinya, kamu tidak akan bermain-main lagi, dan kamu tidak akan mengecewakan Rain?" Sebagai sesama pria, Tama sedikit menemukan kejujuran di dalam tatapan Ron.

Tama juga menemukan keyakinan, yang menyentuh telinganya.

Dengan mantap, Ron mengangguk. "Mereka tidak akan saya kecewakan."

Harusnya, Rain tidak perlu meneteskan air mata, atau bahkan berkaca-kaca. Dia sendiri bingung, apa alasannya, hingga sebulir air mata sudah terjun bebas menyentuh punggung tangan Ron.

Namun saat Ron menengok Rain, wanita itu melihat ke arah lain.

Hati wanitanya telah tersentuh, tanpa Ron ketahui.

"Jadi kapan kalian akan menikah?" tanya Tama pada akhirnya.

Dengan semringah lagi, Ron menjawab, "Besok saya juga bisa, Om."

Ron pun terkena tabokan di pundak, dari Rain.

~•••~

TAG [ 2 ] : From Rain To RonWhere stories live. Discover now