FRTR-23-Special

17.1K 1.5K 147
                                    


Vote dan Komennya ditunggu ya, gaes....

Selamat Membaca♥

FRTR-23-Special

Lupakan wajah murung, dingin, dan putus asa, yang sempat ia tunjukkan pada Rain beberapa detik lalu, rupanya itu hanyalah akting seperti biasa. Sebuah akting yang ia buat untuk mendapatkan rasa simpati wanitanya, tapi seperti biasa pula, hal itupun jarang digubris oleh Rain. Sedih ya? Ron sudah membiasakan dirinya.

Setelah sukses menutup pintu kamar tamu, pria tukang cium-cium itu jadi bersorak girang, meski tanpa mengeluarkan suara.

Demi Tuhan! Ron senang sekali karena bisa mencium puncak kepala Rain, biarpun hanya sekilas saja. Setidaknya, ia telah berhasil menunjukkan ketulusannya lewat perbuatan itu. Karena, ia sempat membaca sebuah artikel, bahwa wanita lebih menyukai ciuman di kening, atau puncak kepalanya, daripada langsung di bibir.

Ron menarikan euforianya, ala-ala pemain sepak bola, seraya berjalan menjauh dari kamar itu.

"Oke, Rain udah mau bobo, sekarang gue bakalan ngelarin rencana gue," katanya, yang mulai merogoh saku celana.

Ia keluarkan ponsel pintarnya, dan ada satu nama tertera di sana seorang perempuan di sana.

Ia menekan dial, tapi tak ada jawaban dari seberang, hanya perkataan operator yang bilang bahwa nomornya sedang sibuk.

"Kan, giliran gue butuhin, malah sibuk," dumel Ron. "Sok sibuk banget nih cewek!"

Ia butuh saran seseorang sekarang, dan dari tadi siang, hanya nama orang itu, yang terbesit di kepalanya.

~°°~

Gorden kamar yang masih tertutup, tak membuat Rain malas untuk membuka kedua kelopak matanya. Ia adalah tipe cewek yang rajin, dari kecil, ia sudah begini. Segala sesuatunya, serba menuruti aturan. Kecuali satu, soal percintaannya. Dulu, aturan, ia segera mengungkapkan perasaannya, dan mengesampingkan rasa malu, jika ditolak mentah-mentah.

Apa ini? Pagi-pagi, ia malahan mengingat si Leon sialan itu. Jadi, Rain segera menggelengkan kepalanya, membuyarkan rasa yang dulu pernah ada, serta kepedihan yang masih suka mampir senaknya.

Ia mengerjap-ngerjapkan mata, dan ia masih menutup dirinya dengan selimut putih. Ia ingat, ia sedang ada di rumah Ron, kemudian perlahan ia terduduk.

Entah kenapa, sepagi ini, ia malahan ingin makan sate telur puyuh dan sate usus. Sembari mengusap perutnya yang janinnya masih masuk hitungan minggu, ia turun dari ranjang. Tidak ia pedulikan masalah penampilannya sekarang ini, ia hanya menata rambutnya asal-asalan menggunakan jepit rambut kesayangannya, tak lupa juga ponselnya.

"Kak Ron," kata Rain, dengan suara khas bangun tidur. "Di mana dia?"

Ia mengedarkan pandang, mencari keberadaan pria itu. Suasana di rumah ini hening, dan Rain pastikan jika lelaki itu palingan belum terbangun dari tidurnya. Ia sudah paham, kalau pria lajang seperti Ron, sedikit punya rasa malas untuk bangun pagi, apalagi jika ia sudah punya pekerjaan yang tinggal menyuruh orang saja.

Perut Rain keroncongan dan tenggorokkannya terasa kering pula, jadi ia menjelajah rumah Ron untuk pertama kalinya. Rumah Ron tak terlalu banyak memiliki tembok-tembok penyekat antar ruangan, jadi dengan mudahnya ia menemukan dapur.

Kedua mata Rain sedikit terbelalak, kala menemukan sarapan pagi, yang sudah tersedia di atas meja. Di situ, ada sebuah piring yang ditutup, dan di sebelahnya pun ada susu putih.

Ada sepucuk kertas yang bertuliskan ucapan selamat pagi, dan menyuruh Rain untuk memakan makanan itu.

"Jelek," ujar Rain, yang malahan pusing membaca tulisan Ron; yang awut-awutan kayak ceker ayam, tapi ia menghadiahi Ron seulas senyuman, meski orang itu takkan pernah tahu.

Bukan sate usus yang seperti Rain inginkan, ya kali Ron itu peramal!

Di balik tutup stainless itu, tersaji roti tawar yang dipanggang.

"Gak napsu," ucapnya, tapi tetap ia makan saja, daripada ia pingsan karena kelaparan.

Setelah makan dan meminum susunya, ia pun mendekati wastafel untuk menaruh peralatan makannya.

Wanita itu berdecak-decak, saat ia melihat apa saja isi wastafel itu.

"Astaga," gumamnya, seraya menggelengkan kepala.

Detik itu, Rain langsung terbayang, bagaimana kocaknya wajah Ron yang mungkin saja; mati-matian berusaha membuatkannya bubur.

Ya, di dalam sana, ada panci berukuran sedang, yang berisi bubur, tapi sayang, hitam semua. Ada juga bubuk-bubuk susu, dan sepertinya, pria itu tidak mencoba membuat bubur, hanya sekali saja.

Rain merogoh kertas yang ia kantongi, kembali.

Selamat pagi.

Sarapan pagi dulu sebelum inget buat marah ya, dan minum susunya itu juga jangan lupa.

Haruskah ia berbunga-bunga?

Tentu saja, ia merasa istimewa.

~•••~

Vote and Comment!!! 😘😘

Astogeh, ini apdetannya makin pendek ya?

Bodo ah, yang penting apdet, merana hayati, diingatkan suruh apdet sama pecinta FRtR. Wkwk....

Besok² lagi. Hahaha.... *kaboor

TAG [ 2 ] : From Rain To RonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang