FRTR-18-Ruin

20.3K 1.6K 315
                                    


FRTR-18-Ruin

Menatap sendu langit malam, Rain sedang lesu-lesunya saat mendengar gelak tawa para tetua di ruang keluarga. Ini sudah hari ketiga, semenjak keputusan itu telah dijatuhkan. Ia akan menikah muda, dengan pria yang dikenalnya, namun tak ingin ia miliki.

Begitulah manusia, terkadang yang tampak terbaik lebih kalah indah daripada yang menarik. Mungkin memang benar jika Ron bukanlah yang terbaik, tapi setidaknya ia begitu tulus, ia ingin memberikan apa pun yang terbaik bagi Rain. Wanita itu tidak tahu saja, kalau dia sudah memiliki tempat yang paling khusus di hati Ron, tiap detik Ron pun mau memujanya.

Lalu, sekarang pria itu sedang mulai mencari keberadaan calon istrinya. Ia tadi melihat Rain masih duduk di sofa, meski wajahnya terus saja cemberut. Dua menit berikutnya, Rain lenyap dari sofa dan sudah berpindah, berdiri di pagar balkon.

Kelesuan Rain menular kepada Ron, pria itu tanpa perlu diberitahu, sudah peka dengan semua ini. Wanitanya, terlampau sulit untuk menerima pembenarannya. Ron tahu, tidak ada seorang pun yang menyukai paksaan. Anggaplah ia egois, Ron tidak apa-apa!

"Sayang," kata Ron tanpa berani bersuara dengan tangan yang seperti ingin menggapai pundak Rain.

Kata itu, belum sanggup ia suarakan semaunya. Wanitanya belum mau dia sayang, wanitanya masih belum terlalu melayang-layang dalam dunianya. Dunia di mana, Rain berharap jika Ron adalah calon pasangan hidupnya untuk selamanya.

Ron berusaha ceria, ia tepis rasa sakit di dadanya. Kesakitan yang selalu timbul di kala dia ingin menyentuh Arraine, bukan dalam konteks liar, namun bersentuhan dengan kasih sayang yang nyata.

Ron tersenyum semu, ia rangkul pundak Rain agak kaku. Bagaimanapun, yang Ron inginkan adalah memeluknya seperti dalam film-film romantis, tapi ia takut terkena sikut Rain kalau sampai ia nekat melakukan hal itu.

"Gak dingin berdiri di luar?" Suara Ron yang lembut, dibalas ketus oleh Rain, "Kalo dingin, aku gak mungkin berdiri di sini!"

Ron mendengus kesal dalam hatinya, entahlah, ia merasa selalu salah. Ya, bukankah katanya begitu? Wanita yang selalu benar?

"Kan maksudku, aku takut kamu sakit atau gimana-gimana gituh," kata Ron berusaha modus.

Tangan kokohnya betah merangkul Rain, sedikit mengelus lengan gadis itu.

"Ngapain rangkul-rangkul?" Rain tersadar, dan Ron mendapatkan tatapan masam darinya.

Sekuat tenaga, Ron menahan keinginan untuk mengeluarkan gombalannya. Ia takut, kalau ia mengeluarkan gombalannya, maka imejnya sebagai pria yang sudah menjadi baik, akan semakin tidak bisa dipercaya oleh Rain.

Dengan enggan, Ron menarik tangannya.

"Rangkul doang, tadinya mau meluk,"dumelnya, tapi tetap bisa didengar Rain.

"Apa? Mau meluk aku?" Wanita itu sukses menoleh ke samping, di mana Ron sedang manyun imut.

Seorang lelaki, akan bertingkah menggemaskan jika sedang merajuk kepada wanitanya, itulah Ron.

"Tunggu Nobita ranking satu di sekolahnya, baru boleh peluk-peluk!" Rain tak terhipnotis dengan ekspresi unyu Ron.

"Kok sampe bawa-bawa Nobita sih?!" sambar Ron tak mengerti.

"Iya! Soalnya Kak Ron tuh nyebelin kayak Nobita! Suka ambil kesempatan dalam kesempitan!" Belum apa-apa, Rain sudah bisa dipastikan akan menjadi ibu yang galak serta istri bawel.

"Bahas yang lain deh." Ron lelah.

Ron tahu mengenai kesalahannya, dan ia ingin memperbaiki semuanya; seiring berjalannya waktu.

TAG [ 2 ] : From Rain To RonWhere stories live. Discover now