FRTR-28-Truth to be Told (2)

17K 1.4K 56
                                    

Happy Reading😌

Oh iya, aku sarankan, yang baca cerita FRtR, berumur 17+ ke atas ya....

Aku lupa kasih warn, di sini aku suka pake kata-kata kasar, kotor, macam masa laluku dengan dirinya😗

Yang dedek-dedek gemesh, tolong jaga masa depan otak dan bibirmu yak😌

Kutunggu vommentnya😊

FRTR-28-Truth to be Told (2)

Kalau ada mobil putih yang lewat di perumahan ini, yang bunyinya iuiuiu....

Bakalan Leon berhentikan, biar petugas yang suka pakai baju putih-putih dan bawa suntikan obat penenang, bisa dimintai tolongnya untuk membawa pria bertato itu sekalian. Sudah sejak Ron pulang dari rumah Rain, dia bergembira ria, macam dapat lotre semilyar, tidak berhentinya membayangkan hal yang baik-baik.

Lagi-lagi Ron tersenyum cheesy, membayangkan lagi; saat di mana Rain bilang bahwa dia menerima lamarannya yang terdahulu. Dia senang sekali, bentar lagi dia bakal nikah, terus dedek bayinya lahir, terus dia bakalan jadi ayah, terus dia hidup bahagia untuk selama-lamanya. Planning yang bikin Ron yakin kalau dia memang harus bisa hidup panjang umur.

"Bang," panggil Leon, yang lagi duduk sambil meneruskan pekerjaannya, "Abang sehat?"

Ron menengok, dan melihat wajah bingung Leon, yang ada dia malah tertawa. "Lo kalah! Lo bakal kalah!" Dia menunjuk-nunjuk Leon.

Mereka berdua lagi ada di gazebo, cari angin, sejak setengah jam lalu. Ron dulu sih yang duduk di sini, habis itu Leon bergabung. Tadinya Ron anteng, tapi lama-lama tertawa brutal.

"Lo kenapa sih?!" Leon rada membentak, habis Ron ketawanya kayak orang kemasukkan roh halus.

"Gue?" Ron masih tertawa, "Gue bakal nikah."

"Ye! Gue juga tau itu!" Leon melempar buntalan kertas yang tak terpakai ke arah Ron, "Gue juga kan mau nikah. Terus apa hubungannya sama lo jadi gila gini?"

"Oh iya," Ron menepuk jidatnya, "Elo juga bakal nikah. Ya ... pokoknya gue seneng aja. Siapa sih yang enggak seneng mau nikah?"

Leon mencerna perkataan Ron, dan dia baru paham, sedari tadi kakaknya bersikap bak orang kurang waras hanya karena dia sedang senang; sebentar lagi akan mengenyam bahtera rumah tangga. Dilihatnya balkon kamar, rumah sebelah yang menghadap ke rumahnya. Balkon itu kosong, pintu yang menghubungankannya pun sedang tertutup, dan gordennya juga tidak digeser.

"Apa lo liat-liat kamar calon bini gue?!" Ron membalas lemparan kertas Leon tadi.

Sikap cengengesan Ron langsung pudar saat dia lihat kalau adiknya sedang menatap kamar Rain, tanpa berkedip. Mana bisa Ron lupakan soal perasaan Rain yang dia ketahui dengan gamblang, bahwa wanita itu mencintai adiknya, dulu, atau kemungkinan masih....

Leon melepaskan kacamatanya. "Emang elo cinta sama dia?"

Pertanyaan bagus, Ron tersenyum - bermimik serius. "Lo kira? Cintalah. Masa enggak."

"Oh," Leon menurunkan laptop yang tadi berada di pangkuannya, "Gue kira itu cuma rasa tanggung jawab biasa, Bang. Gue taulah lo kayak apaan."

What the fuck! Leon sok tidak memiliki belang, pas ngomong kayak gitu. Ron pikir begitu; siapa yang melangkahi dia dengan cara menghamili anak orang? Mana wanitanya datang sudah dengan perut yang besar. Perempuan yang tidak pernah dibawa ke rumah, tidak pernah dikenalkan kepada keluarganya.

"Gue tau juga lo kayak apaan, tapi gue enggak kira kalo lo udah kasih gue keponakan," balas Ron, skak mat.

Keduanya sama-sama bajingan, hanya saja Leon kadang masih bersikap seolah dia pynya sikap yang lebih baik daripada Ron. Padahal kelakuan mereka berdua itu beda tipis.

"Kecelakaan, Bang, soal Lexy," timpal Leon yang diam-diam menghanyutkan, "Tapi gue ngelakuinnya atas dasar suka sama suka, lah elo?"

"Udah gue bilang, gue cinta sama dia," Ron serius sekali saat mengatakan hal ini, "Dia beda Leon, dia satu-satunya wanita yang boleh ambil nyawa gue, bila perlu."

"Karena itu. Kita udah besar bersama, Bang," Leon kembali mengambil laptopnya karena tadi layarnya menyala kembali, "Rain beda. Dia udah kayak ade gue. Elo jangan pernah sakitin dia, kayak yang lo pernah lakuin ke cewek-cewek lain."

"Dia udah sakit kali," kata Ron lagi, dan membuat adiknya mendongak, "Maka dari itu, gue mau menyembuhkan dia. Kasih cinta yang banyak. Gue mau jadi kayak betadine buat dia, yang menyembuhkan, bukan kayak plester, cuma ada buat menutup sementara."

"Siapa yang sakitin Rain? Kok dia enggak pernah cerita sama gue?" Leon menutup laptopnya, dan gantian dia bemimik serius sama seperti kakaknya.

Entah mengapa, Ron benci saat Leon menunjukkan sikap melindunginya, yang memang muncul saat sudah terlambat. Untungnya terlambat, bukan dari awal. Untungnya terlambat, bukan Leon yang bisa membangun rumah tangga bersama wanita yang sebentar lagi akan menjadi miliknya di hadapan Tuhan.

Ron menyandarkan punggungnya ke pilar. "Karena elo enggak penting."

Setelah mereka menikah, maka statusnya haruslah berubah. Hanya Ron yang harus memiliki banyak kepentingan di hati Rain, bukan adiknya, lagi.

"Kopi datang...," kata Lexy, yang mendatangi mereka dengan membawa nampan berisi dua cangkir kopi hitam.

"Kopi, Kak Aaron," tawar Lexy yang langsung disambut senyum penuh cinta oleh Leon, hingga membuat Ron ingin muntah saja.

"Enggak, makasih," sahut Ron yang lebih baik menyingkir dari sini.

Dia ogah sekali harus menjadi orang ketiga yang ada di antara sepasang calon suami istri ini, memangnya dia apa? Setan?

"Makasih, sayang," ucap Leon, yang senang sekali mempunyai Lexy, wanita yang pengertian.

"Kak Ron." Perkataan Lexy membuat Ron menghentikan langkahnya yang melewati kolam renang.

"Nanti pas resepsiku sama Rain nikahan ... boleh undang teman SMA kita enggak ya? SMA Asthama?" tanya Lexy, dia sukses membuat Ron mengernyitkan dahi.

"Emang kamu satu sekolahan sama Rain?" Itulah yang Ron lontarkan.

Bukan Lexy yang menjawab, tapi Leonlah. "Iya, Bang. Lexy itu satu sekolahan sama Rain, cuma enggak sekelas aja."

Ron sekilas melihat ke balkon kamar Rain, sebelum menjawab pertanyaan Lexy. "Gue tanyain dulu sama ayang gue."

Lexy mengangguk. "Makasih, Kak."

Ron hanya berdeham, dan berlalu, dengan satu pertanyaan, apakah Rain mau?

Ron tahu, bagaimana watak wanita itu jika menyangkut satu nama, yaitu Alexis Ratu.

~°°~

Rain baru selesai mandi, dan dia merasa jengah saat dirinya menengok ke rumah sebelah. Lexy dan Leon tengah bercanda ria di malam hari, menebar kebahagiaan calon pengantin yang anaknya masih menginap di rumah sakit.

Rain menengok ke manekin yang berada di samping lemari bajunya, manekin yang mengenakan gaun pernikahannya.

"Seminggu lagi," katanya; siap atau tidak siap, sebentar lagi dia akan menikah.

Dia sudah mengiyakan lamaran Ron, dan dia tidak punya alasan untuk menariknya lagi.

Move on?

Iya. Perlahan.

~•••~

TAG [ 2 ] : From Rain To RonOnde histórias criam vida. Descubra agora