23 : Diary Alva

18.9K 1K 12
                                    

Gue berjalan ke dalam rumah setelah Bian mengantar gue pulang. Bian tidak mampir karena dia juga sedang sibuk menyiapkan pementasan drama kami. Ditambah lagi Bian adalah ketua osis. Pasti sibuk sekali.

"Etta"

Deg

Suara itu.

Gue kenal sekali suara itu.

" Kak Afan?"

" I miss you" Ucapnya langsung memeluk gue. Gue hanya tersenyum kecut menerima pelukannya.

" Kakak kenapa balik?" Entah kenapa justru itu pertanyaan yang keluar dari bibir gue. Andai masih dulu, mungkin gue bakal bahagaia kalau lo dateng kak.

Tapi, lo yang ngebuat gue terbiasa tanpa kehadiran lo. Lo juga yang ngebuat gue bisa hidup tanpa bantuan lo lagi. Lo yang ngebuat perasaan gue perlahan hilang seperti besi yang kelamaan akan berkarat.

" Maaf, aku udah pergi dan malah menolak perasaan aku sendiri. Maaf udah ninggalin kamu. Maaf untuk kebodohan aku selama ini. Selama aku pergi, aku terus mikirin kamu"

" Kak-"

" Please jangan dipotong ta, sampai akhirnya aku sadar kalau aku juga punya perasaan yang sama. Jadi, aku putusin buat balik lagi dan mengejar yang seharusnya"

Kak Afan terlihat menarik napasnya seakan kalimat selanjutnya sangat berat untuk diucapkan.

"Kasih aku kesempatan sekali lagi. I love you Alvaretta Febriana. I love you more"

"Tapi, kak-"

" Please jangan jawab sekarang. Aku mau kamu pikirin mateng-mateng. Aku harap perasaan kamu masih sama kaya dulu. Please, kasih aku kesempatan" Ucapnya membuat gue hanya bisa terdiam.

" Ini buat kamu. Aku mau pulang dulu" Ucap Kak Afan memberi gue sebuah buku diary berwarna cokelat.

" Kakak mau kemana?" Tanya gue.

" Aku mau pulang. Aku tunggu jawaban secepatnya. Bye princess" Ucap Kak Afan mencium pipi gue dan pergi. Sedangkan, gue masih mematung sambil memegang buku diary tersebut.

Andai masih sama kaya dulu, mungkin gue bakal isi buku diary ini dengan rasa kagum gue terhadap lo, Kak. Sayangnya, bukan lo yang mengisi hari-hari gue saat ini.

Gue pergi menuju gudang yang terletak dibelakang rumah. Gue mau menaruh buku ini di tempatnya. Bersama dengan benda-benda yang berhubungan dengna Kak Afan. Gue udah lupain dia.

Gue membuka sebuah kardus yang sudah berdebu. Terdapat banyak sekali buku diary disana. Kak Afan sering memberi gue buku diary sejak kelas satu SMP.

Saat masih di rumah sakit, Kak Afan selalu menemani gue sepulang dia sekolah. Dia selalu memberi gue buku diary supaya gue gak bosen di rumah sakit. Gue selalu menulis selama dirawat sehingga belum sampai satu satu bulan buku itu sudah habis terisi dan Kak Afan membelikannya lagi dengan berbagai bentuk yang menarik.

Kak Afan yang selalu perhatian itu membuat gue merasa sesuatu yang lebih. Gue merasa kalau gue istimewa dimatanya. Sayangnya, gue salah karena selama ini gue hanya sebatas adik.

Gue hancur saat dia memilih pergi untuk ngelanjutin pendidikan jauh disana dan ninggalin gue tepat setelah gue dapat penolakan. Tau rasanya gimana?

Gue kaya manusia yang ngerasa kalau angin itu selalu memberi gue kesejukan padahal gue hanya salah satu dari beratus juta orang yang dilewatinya. Gue merasa spesial karena dia memberi gue kesejukan, padahal itu salah satu tugas angin.

Gue lupa kalau terkadang angin tidak hanya memberi kesejukan, tapi sebuah badai yang dapat merusak apa saja yang dikenainya.

Sayangnya, gue terkena badai itu.

Gue memandang sekeliling dan perhatian gue tertuju pada sebuah kardus kecil yang terbungkus rapi, tapi debunya sangat tebal. Gue memutuskan untuk membuka kardus tersebut walaupun gue harus bersih-bersin terlebih dahulu.

Betapa terkejutnya gue melihat isi di dalam kardus itu.

"AAAaaaaa......!!!!" Teriak gue dan langsung mundur. Gimana gue gak kaget coba kalau disana ada tikus dan anak-anaknya yang masih kecil. Gue gak takut! Cuman geli aja ngeliatnya.

BRUKK..

Kepala gue yang seksi tertimpa kardus yang letaknya dirak atas yang gue tabrak di belakang tadi. Kelapa gue seksi, emang kenapa? Emang pantat aja yang bisa seksi? 2017 pantat mah udah biasa seksi.

Gue mengambil sebuah buku berwarna pink. Buku itu terlihat sangat lama dan berdebu. Sebuah buku diary dan disana tertulis nama gue. Gue gak ingat pernah punya buku kaya gini.

Gue kembali ke kamar dan membawa buku itu. Rasa penasaran gue muncul. Apa isi buku itu. Gue putusin buat ngebersihin buku itu dari debunya. Setelah itu, gue mengganti baju dengan baju rumahan seperti biasa.

Lembaran pertama tertulis nama gue. Lebih tepatnya biodata gue. Gue yakin kalau gue yang menulis itu karena tulisan itu mirip sama tulisan gue sekarang.

Gue membuka lembaran selanjutnya dan tertulis nama

Bian?

Kenapa ada nama Bian disini? Itu tulisan gue. Gue yang menulis nama Bian disana. Kenapa gue gak ingat? Apa gue sama Bian udah pernah kenal sebelumnya?

Lembaran selanjutnya gue bercerita tentang kehidupan gue sehari-hari. Yang membuat gue heran adalah gue kenal sama Angel, Nesya, Tasya, Rendi, Agung dan Fino? Jelas karena ada nama mereka di dalam cerita gue. Apa maksudnya memang mereka atau memang kebetulan sama?

Tiga hal yang ngebuat gue bingung.

Kenapa tidak ada nama Kak Afan disini? Bukannya gue kenal dia sejak kecil?

Kenapa gue bisa lupa?

Siapa Nindy? Di buku diary itu, gue terlihat dekat dengan Nindy.

Who are you?

Jadi, kalian itu siapa?

Berbagai pertanyaan itu keluar berdesakan dari benak gue. Kenapa? Kenapa? Kenapa gue gak inget? Kenapa?

Yang gue tau kalau gue kecelakaan dan koma selama beberapa minggu, setelah itu gue menjalani perawatan dan selama itu gue dirawat di rumah sakit. Kalau dihitung, sekitar satu tahun. Kenapa gue gak ingat?!

Gue bahkan sedikit lupa saat pertama kalinya gue tersadar dari koma. Gue hanya ingat Kak Afan yang datang menjenguk gue setiap hari dan menemani gue. Kesehatan gue yang kurang baik membuat gue harus belajar di rumah.

Saat masuk SMA, Mama dan Papa memutuskan gue untuk sekolah seperti anak lainnya. Gue gak perlu belajar di rumah. Itu membuat gue senang. Akhirnya, disinilah gue. SMA Merah Putih.

Gue merasa pusing saat bayang-bayang sebuah kecelakaan itu muncul. Dua orang gadis berlumuran darah karena ditabrak sebuah truk. Siapa mereka?

Semakin memikirkan itu, kepala gue semakin pusing. Dunia seakan berputar dan bergoyang. Tapi, gue tau kalau ini bukan lagi goyang dumang. Entahlah... gue hanya bisa mendengar bunyi benda jatuh dan seketika gelap.

Apa mati lampu?

Gue masih sempat berpikir sebelum akhirnya gue tidak sadarkan diri.

-Part23

Ayo.. part ini masuk ke inti cerita. Gak kerasa WAY sebentar lagi tamat. Mau sad ending atau happy ending?

Yang jelas author gak bakal kasih ending yang gantung karena author tau rasanya digantungin. Author gak mau digantungin kaya jemuran sampai kering. Wkwkwk...

Jangan lupa VOTE-nya! Tinggal klik doang kok pake jempol.

WAY?Where stories live. Discover now