Bab 3 Keluarga Baru

14.2K 1.3K 13
                                    

Hiks, sedihnya liat readersnya masih sedikit, apalagi vote sama commentnya 😢😢

Sesosok wanita muda merentangkan tubuh di teras balkon kamar tidurnya, menikmati udara pagi dan semilir angin dingin yang membelai wajahnya. Ia kemudian duduk di pinggiran tembok dengan kaki yang menjuntai ke bawah, tampak tidak takut akan ketinggian dan asyik menggoyang-goyangkan kakinya.

Joanna menghirup dalam-dalam udara pagi yang terasa segar dan sejuk di hidungnya, lalu mengembuskannya pelan.

"Selamat pagi dunia, terima kasih Tuhan sudah memberikan kesempatan kedua untukku hidup kembali!" ucapnya bersemangat. "Sejujurnya ini seperti mimpi yang menjadi nyata. Mimpi  untuk mempunyai keluarga dan saudara, ditambah dengan hidup yang lebih dari kata cukup. Alangkah bahagianya."

Tentu saja dirinya juga bersyukur atas hidupnya di masa lalu. Walaupun dengan hidup serba terbatas, banyak juga yang menyayanginya seperti keluarga sendiri. Impian memiliki keluarga yang akan mengadopsinya memang tak pernah terwujud, tapi ia memiliki orang-orang yang tulus menyayangi dan memperhatikannya layaknya keluarga kandung.

" Aahhh.. jadi kangen Oma Nuke dan ibu panti, apa kabar adik-adikku di panti? Apakah mereka merindukanku juga?" pikir nya, "Apakah tubuh asliku juga saat ini baik-baik saja? Apakah si pemilik tubuh ini sekarang berada di tubuh asliku? Seandainya aku bisa pergi ke Batam sendiri, tapi aku tidak punya uang, kartu-kartu yang ada di dompetku tak akan berguna jika aku tidak tau berapa pin nya. Sighhh...." Joanna menghela napasnya berat.

"Haruskah aku menikah dengan pria bernama Evan itu? Aku kan nggak punya perasaan apa-apa sama dia, lagipula tubuh ini bereaksi aneh jika dia ada di dekatku. Jantungku berdetak kencang, terasa ada perasaan yang mengganjal, aku tidak bisa mengendalikannya. Terakhir kali bertemu dia bahkan sampe pingsan aku dibuatnya."

Joanna masih mengerucutkan bibirnya sambil berpikir keras.

Saking kerasnya berpikir, ia tidak menyadari jika seorang pria masuk ke kamarnya dan berjalan mengendap-endap menuju tempat di mana ia berada. Joanna teriak histeris saat ada kedua tangan menyentuh bahunya kuat berusaha mendorongnya lalu menariknya kembali, mengagetkan nya.

Sekejap ia menoleh ke belakang dengan mata melotot dan bola mata yang hampir keluar dari tempatnya.

"Joonnniiiiiii... Awass kauuu yaaaa!" Joanna beranjak dari tempatnya lalu mengejar Jonathan yang terlebih dahulu melarikan diri sambil tertawa geli karena berhasil mengerjai kakaknya.

Jonathan berlari turun menuju ruang makan di mana Mona sedang menyiapkan sarapan. Jonathan dan Joanna kejar-kejaran mengelilingi meja makan tersebut.  Mona tersenyum geli melihat tingkah mereka, sampai tak sadar air mata menetes di pipinya, dengan cepat ia menyekanya dengan punggung tangan.

Jonathan menangkap ekspresi ibunya itu, lalu berhenti berlari, sedangkan Joanna menubruk punggung sang adik yang tiba-tiba saja berhenti seenaknya. Belum sempat Joanna mengomel, ia melirik ke Jonathan yang tengah memandangi bundanya, Joanna ikut menoleh lalu melihat ada tetesan bening kembali mengalir di sudut mata ibunya.

"Bunda kenapa? Ada yang sakit, ya? Kok nangis?" tanya Joanna.

Bunda Mona menggeleng pelan sambil tersenyum, "Tidak apa-apa, Sayang, Bunda cuma bahagia, rumah ini kembali ramai seperti dulu, seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi di sini" Air mata kembali menetes di pipi Mona.

Jonathan yang tau makna di balik kesedihan ibunya hanya bisa menunduk, menyembunyikan emosi. Joanna berjalan mendekati Mona dan memeluknya dari belakang, mencoba menenangkan wanita itu lalu mencium pipinya.

"Joanna sudah sembuh sekarang, Bunda. Walaupun Jo belum ingat apa pun, tapi Jo akan berusaha jadi anak yang baik untuk Bunda," kata Joana sambil menyandarkan kepalanya di bahu ibunya dan menghirup aroma wangi  menenangkan dari tubuh itu. Dalam hati ia meminta maaf karena telah berbohong. Bagaimanapun, ia tak akan pernah bisa mengingat semuanya, karena ia memang bukan Joanna.

"Bunda mau kemana pagi-pagi begini udah cantik?" tanya Joanna.

"Maaf ya sayang, Bunda hari ini harus ke kantor. Banyak kerjaan Bunda yang tertunda selama beberapa minggu ini karena harus nungguin kamu di RS. Jadi, hari ini Jhon yang akan nemenin kamu seharian, ya," jawab Mona.

"TIDAAKK!" teriak Joanna dan Jonathan bersamaan.

"Hari ini Jhon mau main futsal sama temen-temen, sudah janjian dari kemaren, Bunda," rajuk Jonathan.

"Jo, gak mau sama Joni, Bunda. Bisa-bisa Joanna nanti amnesia lagi gara-gara tingkahnya. Tadi Jo kesel banget, hampir aja jatuh dari balkon kamar gara-gara dia," tunjuk Joana ke hidung Jonathan. Sedangkan yang di tunjuknya tersenyum polos memasang wajah tidak bersalah saat dipelototi oleh ibu dan kakaknya.

"Cuma bercanda Bunda, lagian dia gak ada takutnya duduk di tembok balkon sambil ngoceh sendiri pula tuh. Masih untung bukan hantu kesiangan yang ngagetin dia," balas Jonathan "Lagian kenapa sih suka banget manggil aku Joni? Namaku Jonathan, panggil aku Jhon. Terluka harga diriku saat kau panggil aku Joni," tambahnya.

"Hehehe... JOONNIII... Teett!" ledek Joanna sambil meniru gaya bang Haji nyanyiin MIRASANTIKA sambil bawa gitar.

"JUDIII ... katroo!" balas Jonathan dengan suara tingginya, disambut kekehan Joana, sementara Mona hanya tersenyum kecil mendengar celotehan anak-anaknya.

"Selamat pagi Tante Mona cantik, pagi Joanna, hai Jhon!" sesosok pria terlihat di pintu masuk kediaman Alexandria, dengan setelan necis dan senyuman yang manis.

"Evan ...." desis Joanna pelan.

I am Not Me (End)Onde histórias criam vida. Descubra agora