30

2.9K 400 103
                                    

[SATU HARI SEBELUM BADAI.]


AKU TIDAK TAHU bagaimana caranya memindahkan mayat yang sudah mulai membusuk, karena usianya sudah jauh lewat dari seminggu.

Sambil menahan napas, aku kembali naik ke lantai 5 EL. Sesuai harapanku, bau menyengat langsung menyambutku—jasad Ignotus.

Jasad itu sudah nyaris tidak berbentuk. Aku tidak tahu mau mulai menggambarkannya dari mana—mungkin sebaiknya tidak kugambarkan sama sekali. Aku terlalu sayang pada Ignotus untuk membuatmu membayangkan dirinya sudah jadi jenazah begini.

Pokoknya, Ignotus di sana.

Aku berusaha sekuat tenaga untuk membungkusnya dengan kain yang sudah kuambil dari rumah—kain seprei dari kasur Ignotus sendiri. Itu adalah satu-satunya kain yang kutahu berhubungan dengan Ignotus, dan cukup besar untuk membungkus seluruh tubuh Ignotus. Beberapa cairan tubuh dan belatung—tidak. Jangan dibayangkan.

Aku tidak sedang menyeret jasad. Aku sedang membawa Ignotus pulang.

Beberapa orang di perkotaan mulai keluar lagi, ternyata, dan mereka tidak merasa aneh bahwa aku sedang menyeret sebujur tubuh. Sepertinya, belum lama ini, mereka juga melakukan hal semacam itu.

Mereka masih belum bangkit lagi. Bahkan sepertinya mereka belum sepenuhnya bisa menerima bahwa salju sudah berhenti turun sejak seminggu lalu.

Mereka masih berkabung untuk semua kehilangan mereka.

Aku masih berkabung untuk semua kehilanganku.

Setibaku kembali di rumah, aku meletakkan jasad Ignotus di sebelah jasad Mama yang juga sudah kubungkus rapi. Mama ... aku tidak pernah sedekat itu dengannya. Mungkin karena Mama masih merasa bahwa aku cuma seorang alien di rumahnya. Bahkan walaupun perasaan itu cuma secercah kecil, atau mungkin pikiran yang sekelibat lewat.

Mungkin Mama sudah merasa bahwa aku adalah anak Papa. Dan tidak mungkin Papa bisa punya anak lagi setelah dia menikah, selain darinya, kecuali jika Papa berselingkuh.

Mungkin Mama curiga bahwa aku adalah anak perselingkuhan Papa—walaupun jelas-jelas bukan.

Mungkin karena itu Mama berkali-kali merasa bahwa aku cuma beban keluarga.

Namun, bagaimanapun juga, ia tetap ibuku.

Ia ada ketika Brigid tidak ada. Ia yang menyiapkan bekal setiap aku berangkat sekolah. Yang menyembuhkan lukaku setiap aku ceroboh. Yang membereskan kekacauanku setiap aku nakal.

Tetap ia yang menyusuiku sejak aku masih bayi, sejak aku pertama diserahkan oleh Brigid ke Papa. Tetap ia yang merawatku.

Mungkin Mama sekilas merasa bahwa aku adalah seorang alien. Namun ia tetap menyayangiku.

Yah, aku tidak tahu pasti, tetapi aku cukup yakin soal itu.

Mama pernah berselingkuh. Aku tahu ini karena saat itu Ignotus marah besar—dia praktis murka pada Mama ketika dia tahu. Itu adalah sekali dan satu-satunya waktu Ignotus pernah membentakku.

"Bran," katanya gusar—aku tidak pernah meninggalkan sisinya dari kecil, jadi aku agak kaget dengan nadanya. "Pergilah ke kamarmu."

"Tapi—"

"Pergi!"

Aku takut bukan main saat itu, sehingga aku segera meninggalkan ruang keluarga—tetapi aku tidak ke kamar. Aku menanti persis di kusennya. Bersembunyi.

Satu.

Dua.

Ignotus menanti beberapa detik. Sepertinya memastikan dulu bahwa aku sudah di kamar. Aku memutuskan untuk berpura-pura lari naik tangga agar Ignotus mengira aku sudah di atas. Lalu, pelan-pelan, aku mengendap-endap lagi turun.

Ragnarökr Cycle: Storm ChasersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang