4

3.5K 534 55
                                    

[SEMINGGU SEBELUM BADAI.]


AKU BAHKAN TIDAK sempat memikirkan soal pemakaman dan sejenisnya. Aku baru bisa memikirkan itu setelah berhasil mendapatkan tempat yang tenang, kalem, dan terpisah dari segala macam rangsangan. Seperti, misalnya, aku juga harus mengatur pemakaman Papa dan Ignotus. Dengan asumsi mereka tewas berkat badai pasir alien di lab, tentunya. Dengan asumsi itu juga benar dan aku tidak berhalusinasi. Lalu pemakaman Mama. Tunggu, apabila aku cuma berhalusinasi soal lab, apa berarti aku juga berhalusinasi soal Mama?

Belum lagi aku juga harus mengatur keuangan keluarga, menghadapi keluarga besar ... dan, oh, keluargaku tidak mungkin satu-satunya korban musim dingin ini, 'kan?

Sayangnya, aku tidak pernah sempat menemukan tempat kalem semacam itu, karena di setiap pojok rumahku, ada foto Mama dan Papa.

Aku muntah lagi.

Hanya ada dua kemungkinan yang cukup masuk akal—antara musim dingin ini akhirnya berhasil membuatku jadi gila, atau Mama memang benar-benar—

Aku bisa merasakan cairan asam menaiki kerongkonganku lagi, tetapi tidak cukup banyak agar bisa dimuntahkan. Aku bersyukur. Aku sedang tidak butuh gangguan semacam itu.

Namun gangguan terhadap apa?

Kepalaku mulai terasa pusing. Sepertinya makanan terakhirku di EL sudah terlanjur kumuntahkan dua kali. Bau anyir di seantero rumah, ditambah bau alkohol yang sekarang mulai bocor ke ruangan-ruangan lain, ditambah lagi rasa bekas muntah di mulutku, tidak membantu sama sekali. Dengan berpegangan pada birai tangga, aku berusaha melangkah turun ke ruang tamu.

Pandanganku mengawang kosong. Aku tidak bisa makan, karena aku pasti akan muntah lagi.

Berarti minum. Aku butuh minum.

Aku segera mengeluarkan sebotol minuman dari tasku dan menenggak habis isinya. Sisa dua botol air darurat. Entah untuk apa, berhubung musim dingin ini juga sepertinya sudah usai.

Keluarga nomor satu.

Kata seorang pria yang keluarga intinya tinggal satu yang masih hidup.

Itu pun seorang anak pungut.

Aku duduk dan berusaha menjernihkan pikiranku. Tidak bisa. Tidak dengan segala rangsangan di rumah ini. Aku harus keluar dulu.

Untungnya, ruang tamu segera terhubung ke teras rumah. Di luar sana salju masih sangat banyak, tetapi aku sudah bisa melihat banyak aliran air dari lelehan permukaannya. Sisa salju ini akan segera hilang. Entah kapan.

Aku berusaha menarik napas—masih ada bau dari dalam rumah, tetapi juga ada bau salju mencair. Yang sebenarnya agak aneh. Aku tidak pernah suka bau itu. Namun dalam keadaan seperti ini, bisa jadi itu adalah bau terbaik yang pernah kucium dalam dua puluh empat jam terakhir.

Lalu kesialanku dimulai.

Segalanya bermula dengan rasa seakan-akan aku sedang ditarik ke arah lain. Rasanya seperti tanah ada dua, atau Bumi ada dua, dan tengah memperebutkan pengaruh terhadapku. Aku berani bertaruh bahwa tubuhku sekilas terasa lebih ringan saat aku tertarik sedikit ke sumber gravitasi yang baru itu.

Dan, begitu saja, gangguan gravitasi itu hilang.

Tentunya, aku menoleh.

Datangnya dari arah dalam rumah—persisnya di lantai atas.

Aku mengernyit. Apa itu tadi cuma bayanganku saja? Tidak, aku berani sumpah itu tadi nyata. Aku benar-benar merasakannya.

Hei, siapa tahu cuma karena kau sedang pusing.

Ragnarökr Cycle: Storm ChasersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang