Now 30

290 19 0
                                    

      Sudah seminggu sejak Navelia dan keluarganya menghabiskan liburan di kediaman Asih, neneknya. Hari ini, kedua orang tuanya berencana untuk pulang sedangkan Navel merasa masih ingin tinggal lebih lama. Alasannya karena ingin menunggu kakaknya yang dua hari lagi datang. Biar ia berangkat ke kota bersama kakaknya nantinya. Padahal, jauh di lubuk hatinya yang terdalam, ia masih belum siap. Ia tahu bahkan sangat yakin kalau diantara nomor-nomor yang mendial kontaknya selama seminggu ini, pasti diantaranya sudah ada yang mencarinya hingga ke Semarang.

      Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Sudah satu jam sejak orang tuanya bertolak. Tiba-tiba saja, sepi menyerang. Neneknya masih tidur, sepupu-sepupunya juga. Biasanya, disaat seperti ini, pelariannya adalah social media. Ia menimbang-nimbang sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk mengaktifkan ponselnya.

243 panggilan tak terjawab
56 pesan masuk

      Dan jangan lupakan aplikasi line, whatsup, bbm, bahkan telegram yang sejak tadi sudah menjerit-jerit saking banyaknya pesan yang baru masuk.

      Navelia menscroll nama-nama pemanggil, sebagian besar Varo, Tio, dan Mitha. Saat ia membuka inbox, nama yang sama bergerumul disana, dan ternyata ada beberapa pesan dari Kelvo, Adnan, bahkan Nindy juga. Entah mengapa, ia tertarik membuka pesan dari Nindy.

Nindy : Loe dimana ? Gue tahu loe di Semarang kan? Dimananya ? Gue di Semarang, dan gue pengen ngobrol-ngobrol

Nindy :  Tenang aja, nggak bakal ada yang tau. Gue pastiin cowok-cowok nggak gangguin girls day kita.

      Dan entah dorongan darimana, Navelia membalas pesan tersebut.

------

       Disinilah Varo, di antara orang-orang yang membuat formasi melingkar, sambil mendengarkan penjelasan dari anggota tentang segala tetek bengek pelaksanaan baksos tahun ini. Andai saja bisa, andai saja ia bisa mengenyahkan sedikit rasa tanggung jawabnya. Ia ingin lari, mengelilingi kota Semarang demi menemukan Navelia. Namun, posisinya sebagai ketua panitia sangat tidak memungkinkan.

       Pukul 00.00 WIB, dan rapat masih berlangsung. Namun, otak Varo seolah kosong. Bokongnya sudah panas ingin segera berdiri, mengambil ponselnya untuk mendial nomor Navel. Yang sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda aktif.

        Satu jam kemudian, rapat baru berakhir. Belum juga semua anggota mengangkat bokong dari ruangan, Varo sudah lebih dulu melesat mencari tasnya di ruangan sebelah. Nihil, tasnya tidak ada. Hingga sebuah suara menginterupsi aktivitasnya.

       "Nyari ini?" tanya Kila, sekretarisnya sambil menyodorkan sebuah ransel palazzo berwarna hitam. Varo tak menjawab, ia menyambar tas tersebut dan mengubrak-abrik isinya. Saat ia mengecek ponsel, ternyata lowbat. Dengan gerakan yang sama cepatnya, ia kembali mengobrak-abrik tas.

       "Pake punya gue aja," Kila kembali menyodorkan charger dengan kabel berwarna biru muda. Tanpa berpikir, Varo meraihnya lalu mencari stopkontak terdekat. Ia mencharger ponselnya lalu segera dinyalakan tak peduli bahwa baterai baru saja mengisi.

       Varo mengecek satu persatu, mulai dari panggilan, inbox, dan sosmed. Hasilnya nol, tidak ada balasan dari Navel. Tanda-tanda read pun tidak ada. Namun, setelah terdiam sejenak, ia memutuskan untuk kembali mengecek WA dan telegram. Betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa Navelia aktif tiga puluh menit yang lalu. Dan ia sama sekali tidak membaca chat dari Varo, yang artinya Navel sendiri yang memilih tidak ingin membaca.

       "Berantem sama Navel yah?" tanya Kila yang tiba-tiba duduk di sebelah Varo. Selama ini, Kila tahu bahwa Varo sangat bekerja keras untuk mengkoordinir kegiatan baksos ini. Bahkan, ia tahu bahwa Varo melakukan semua itu dalam keadaan hati yang tidak baik-baik saja dan jiwa yang berantakan. Selama ini, Kila hanya diam, mengamati. Namun kali ini, Kila ingin mencoba memberikan sedikit penghiburan.

NaveliaWhere stories live. Discover now