Now 9

459 23 0
                                    

      Aku sudah bersiap-siap di depan cermin selama hampir tiga puluh menit. Hari ini, aku dan Varo berencana untuk hangout bersama. Hanya berdua, mungkin lebih tepatnya kencan. Awalnya, aku memaksa agar Mitha ikut karena aku merasa tidak enak kalau Mitha sampai tahu bahwa aku dan Varo pergi jalan-jalan sementara ia tidak dilibatkan. Namun, Varo bersikeras untuk tetap berdua. Biar lebih dekat katanya. Mungkin maksud sebenarnya adalah biar "pendekatan".

      Aku segera menyambar clutch-ku ketika kudengar suara mobil sudah terdengar dari luar pagar. Aku sempat mengintip lewat jendela. Benar, itu Varo. Kupoleskan lipbalm di bibirku sambil menuruni tangga kosku.

      "Hari ini mau kemana sih?" tanyaku penasaran. Tapi Varo hanya menjawabku dengan mengedikkan bahu, membuatku sedikit menghembuskan napas kasar.

      Tak kusangka, setelah 30 menit perjalanan. Mobil Varo tiba disebuah tempat pemakaman umum.

      "Aku mau ngenalin kamu sama seseorang." Aku hanya diam, membiarkan Varo menuntunku kemanapun. Hingga akhirnya Varo menghentikan langkah di sisi kanan makam yang dinisannya bertuliskan "Almira Husain Narundana." Nama yang indah-pikirku.

       Aku ikut berjongkok di sebelah kanan Varo. Ia mulai membersihkan dedaunan kering yang bertabur diatas makam, lalu memejamkan mata-sepertinya berdoa. Spontan, aku juga ikut mengheningkan cipta. Melafalkan surah Al-Fatihah dalam hati meskipun aku sendiri tidak tahu siapa sebenarnya orang ini.

      Setelah tiga menit, Varo pun menengadahkan kepalanya lalu tersenyum kepadaku.

      "Kenalin Nav, dia pacar gue." Aku sedikit tersentak mendengarnya. Sedetik kemudian tatapanku berubah prihatin. Satu hal yang tiba -tiba mengguncang jiwaku. Orang yang kusayang meninggalkanku meskipun sebenarnya dia masih berkeliaran di dunia ini, dia masih ada-tapi tidak untukku. Setidaknya aku tahu bahwa kami masih menatap langit yang sama. Namun, bagaimana dengan Varo? Yang sudah jelas tidak dapat dipertemukan lagi di dunia ini dengan Almira ? Aku tidak mampu membayangkan bagaimana rasanya.

      "Gue pacaran sama dia sejak kelas 1 SMA. Gue masih ingat banget, dia baru nerima cinta gue sehari sebelum ujian semester. Sebelumnya dia udah aku tembak sampai tiga kali, tapi ditolak melulu. Dan akhirnya diterima dengan alasan kepepet, soalnya capek dihantuin sama gue terus, katanya doi jadi nggak konsen belajar." Aku tersenyum melihat bibir Varo yang terus melengkung selama menceritakan kisah masa lalunya. Sepertinya mataku sudah berkaca-kaca dibuatnya.

      "Jujur aja, gue mulai pacaran dari SMP, tapi nggak ada yang lamanya sampai satu bulan. Dan bersama Almira, gue bahkan nggak pernah bosan padahal udah satu tahun pacaran."

      "Pas kelas 2, Almira udah mulai sakit-sakitan. Mudah lelah, dikit-dikit pingsan. Sampai akhirnya masuk rumah sakit karena diagnosis Meningitis."

      Aku membulatkan mata sempurna mendengar Varo menyebutkan penyakit itu. Kami baru saja melalui blok Neuropsikiatri sehingga kami cukup tahu bagaimana kemampuan penyakit itu dalam mematikan manusia. Penyakit yang juga merenggut nyawa komedian favoriteku- Olga Syahputra.

      "Awalnya sih, dia masih berusaha untuk rawat jalan. Nggak mau ketinggalan pelajaran katanya. Lama-lama dia udah nggak mampu karena kondisinya terus melemah. Seminggu setelah semester awal di kelas tiga. Dia meninggal."

       Aku sedih sekaligus cukup kagum mendengar cerita Varo. Pasalnya, dia sepertinya benar-benar mengingat detail kejadian yang terjadi antara dia dan Almira. Dia pasti sangat mencintai gadis itu.

       "Gue sengaja kesini emang buat cerita sedikit tentang masa lalu gue Nav. Kemarin kan loe juga sempet memberikan gambaran ke gue tentang masa lalu loe. Jadi biar impas." Sementara aku merasa tidak impas karena aku tidak menceritakan masa laluku secara detail.

      "Selalu ada tempat buat Almira di hati gue. Tapi loe jangan khawatir Nav. Hati gue masih tetap full kok buat menerima hubungan baru." Aku terkekeh mendengar kata-kata Varo. Apa dia berpikir bahwa aku akan cemburu dengan Almira ? Jujur saja, aku tidak cemburu. Aku justru bertambah kagum dengan cara Varo mencintai Almira.

      "Awalnya gue udah stop pacaran semenjak kehilangan Almira. Gue memasrahkan diri gue sama Allah kalau soal perasaan. Terserah deh mau nanti ortu gue sibuk nyariin jodoh, terserah. Gue udah males nyari. Tapi..."

      "Tapi tidak saat gue semakin lama mengenal loe. Perasaan gue ke loe nggak instan Nav. Butuh proses yang lama sampai gue menyadari bahwa gue bener-bener jatuh cinta lagi. Butuh waktu yang lama buat gue yakin kalo gue betul-betul merasakan kembali perasaan yang udah lama tenggelam disini." Varo menunjuk dadanya.

       "Itu aja sih yang mau gue cerita." Aku mengangguk-angguk mengerti sambil menepuk-nepuk bahu Varo. Aku yakin pasti sulit untuk menceritakan kenangan menyedihkan seperti itu.

       "Almira, maaf ya gue udah jarang datang. Sorry kalau loe merasa terlupakan. Nggak kok, nggak akan pernah. Tapi disini gue mau izin, izin buat ngedeketin cewek lain. Tenang aja, baik kok orangnya. Cantik juga. Calon istri yang baik lah."

       Aku mengulum senyum mendengar Varo. Cantik? Hahaha jarang sekali aku mendengar pujian itu sejak masuk fakultas kedokteran. Ya mau bagaimana lagi, di fakultas kedokteran itu menumpuk cewek-cewek cantik dengan perawatan kulit yang mahal-mahal. Dan aku tidak termasuk kalangan seperti itu. Kalah kauh lebih tepatnya.

       Setelah mengunjungi makam, Varo mengajakku untuk menonton sebuah film kedokteran yang saat ini sedang booming, judulnya Catatan Dodol Calon Dokter. Kami mengikuti setiap alur ceritanya dengan hikmat. Membayangkan bagaimana jika aku berada di posisi tokoh dalam film tersebut. Bertemu dengan supervisor yang galak, bertemu dengan teman yang maunya menang sendiri, bertemu dengan pasien gawat. Yang paling membuat hatiku terketuk adalah adegan di penghujung film, dimana rombongan calon dokter itu mendapati sebuah kecelakaan di jalan. Atas dasar jiwa kemanusiaan, para tokoh segera melakukan pertolongan pertama. Bahkan aku tidak tahu apakah akan setegar itu apabila menghadapi situasi yang sama.

      Setelah menonton, kami menyempatkan diri mengisi perut yang sudah meronta-ronta. Varo memilih warung makan tradisional. Aku memesan ayam rica-rica sedangkan Varo memesan ayam lalapan.

      "Nih Ro, enak loh sambelnya." Aku menawarkan sambal rica-rica milikku. Namun, Varo begidik ngeri dan menatapku tajam, seolah-olah aku ini alien karena mampu menahan masakan super pedas itu.

      "Cemen deh, masa sama sambel aja kalah. Gimana mau pacaran sama gue." godaku.

      "Justru itu Nav. Karena nanti ada loe yang jago makan pedesnya, kalo suatu saat kita makan bareng terus sambel gue pedes. Kan ada loe yang bisa back up. Kita saling melengkapi tau nggak."

      Aku terkekeh mendengar penuturan Varo yang terdengar seperti anak kecil yang sedang melakukan pembelaan diri. Satu lagi yang membedakan Varo dan Tio. Jika Tio itu rajanya makanan pedas, maka Varo tidak mampu bahkan untuk sekedar memasukkan lombok mie ke makanannya. Yah... kok jadi ngebandingin lagi. Maafkan aku Varo. Karena dibelakangmu masih selalu ada bayang-bayang Tio.

      "Thanks ya hangoutnya." Kataku setelah tiba di depan kosan. Varo tidak langsung pulang, katanya ia ingin memastikan aku sampe masuk ke dalam pintu utama kosan.

      "Gue yang justru makasih Nav." Aku hanya tersenyum. Lalu berjalan perlahan menuju pintu utama. Langkahku terhenti ketika Varo berteriak "Mimpiin gue ya. Mimpiin terus sampe loe nggak sempet mikirin dia lagi."

       Aku menyatukan ibu jari dan telunjuk dari tangan kananku membentuk angka nol lalu mengangkatnya tinggi-tinggi tanpa membalikkan tubuh. Ya aku tidak mau menampilkan wajahku yang memerah. Aku pun mengunci pintu setelah memastikan kalau Varo sudah berlalu pergi.

      Makasih Ro... makasih buat perjuangan loe. Aku menyebutkan kata-kata itu menjelang tidur. Untuk pertama kalinya, aku tersenyum dalam tidurku. Karena orang baru. Varo.

----

Makasih buat saudara seperjuangan gue yang udah jadi inspirasi karakter Varo yang nggak tahan makanan pedes. Ini dedikasi buat loe yang udah rela nganterin sahabat-sahabat "9lome" yang manja kemana-mana. Jangan kapok-kapok nganterinnya. Dan gue harap loe belajar makan masakan pedes yaaa.

NaveliaWhere stories live. Discover now