Navelia 4

645 30 0
                                    

Sejak hari dimana aku dan kamu memutuskan untuk membuat semuanya kembali normal seperti semula, Kamu sempat uring-uringan selama seminggu. Kamu masih berada di dekatku, setia menemaniku bahkan jika aku memintamu menemaniku ke ujung dunia. Namun, ada yang berbeda dari matamu setiap melihatku, seperti ada siratan luka ?

Kamu memang bersamaku, disini. Tapi aku bisa melihat ada saat dimana kamu enggan melihat lurus ke mataku. Jujur, aku sedikit menyesal. Namun, aku masih belum bisa mengartikan apakah penyesalan ini karena aku mengakhiri hubungan yang masih seumur jagung ini atau menyesali karena pernah menyetujui gagasan untuk meningkatkan hubungan ini ke taraf yang lebih serius. Atau, aku menyesal karena terlalu awam dalam hal seperti ini, merasa risih dengan hal-hal mellow seperti cinta.

Aku menyayangimu Tio, tentu saja. Hanya... rasanya masih ada yang salah dengan kita. Seperti sebuah menara yang dibangun tinggi menjulang, namun dapat rubuh dalam sekejap ketika kita mengambil satu batu bata yang menyusunnya. Aku pesimis. Pesimis bahwa semuanya seindah bayanganmu saja. Aku merasa, kita tidak seistimewa itu. Tidak, aku bukannya menganggap perasaanku padamu biasa-biasa saja. Kamu adalah orang penting dan sangat berpengaruh bagiku, namun kamu istimewa pada taraf yang berbeda.

Hingga malam itu, saat kamu mengantarku pulang ke rumah. Aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Keluarin semua yang mengganjal Yo. Loe jangan nahan apapun sekalipun akan menyakiti gue."

Detik itu juga, kamu meraihku ke dalam pelukanmu. Kamu tahu Yo? Pelukanmu adalah salah satu hal ternyaman di dunia ini. Saat berada di dalam pelukanmu. Aku merasa jiwa kita satu meskipun raga kita berbeda. Aku bahkan bisa mendengar satu isakan lolos dari bibirmu. Aku bisa merasakan hangatnya keningmu yang bersandar di bahuku.

"Gue nggak bakalan bisa ngomong sambil ngeliat mata loe. Rasanya berat banget Nav."

Tak ada yang bisa kulakukan selain menepuk-nepuk bahumu mencoba untuk meyakinkan, bahwa apapun yang kau katakan akan kuterima dengan lapang dada. Bahkan jika kau ingin mengataiku perempuan tidak tahu diri.

"Gue... pengen loe jadi milik gue."

"Gue udah jadi milik loe Yo."

"Nggak Nav... Sahabat itu bukan tentang memiliki. Itu... nggak sama Nav."

Aku terdiam mendengar setiap kata yang kau keluarkan. Kau benar Yo, selama ini kita selalu saja bersama, sepaket. Namun, kita tidak saling memiliki. Lalu apa yang salah dengan itu Yo? Toh, rasa saling memiliki itu tidak dapat menjadi jaminan untuk bisa terus bersama. Rasa saling menyayangi Yo yang seharusnya kita jaga, bukan ego ingin memiliki.

------

Maaf kalo part yang ini gaje dan terlalh pendek yah haha lagi miskin ide. Tetep voment yah hehehe

NaveliaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant