Now 20

383 18 0
                                    

      Setelah menghabiskan waktu hampir setengah hari di sekolah, Tio mengajakku untuk berkunjung ke kontrakan Kelvo dan Adnan. Aku langsung mengangguk setuju karena memang sudah merindukan dua makhluk cecurut itu. Mereka termasuk orang-orang yang sangat berjasa dalam hidupku, yang tetap berada di sampingku menyumbangkan lawakan recehnya disaat Tio sedang sibuk mendekati Nindy.

      Hari ini juga, aku meminta Mitha dengan sedikit paksaan untuk menemaniku kesana. Mitha mati-matian menolak, namun langsung tidak berkutik ketika Tio turun tangan mengajaknya. Lagipula, aku bermaksud baik untuk memperkenalkan Mitha dengan teman-teman kejoraku itu (baca : KElompok JOmblo ceRiA). Mana tahu, ternyata Mitha berjodoh dengan salah satu diantara mereka. Yah, meskipun saat ini Mitha masih menggebet Nilo sih.

----

Mitha POV

      Aku sedang berbaring manis diatas sofa ketika suara seorang anak manusia yang sudah sangat kukenali menyeruak masuk ke dalam telingaku. Siapa lagi kalau bukan Navelia Priyanka tersayang. Pemegang rekor tertinggi sebagai pengganggu tidur siangku. Padahal, kepalaku baru saja mendarat cantik diatas bantal.

      Awalnya, aku bersikeras untuk mempertahankan posisiku yang sudah sangat nyaman ini, ditemani angin sepoi-sepoi yang dihasilkan oleh kipas angin. Namun, instingku perlahan menarikku untuk terjaga ketika mendengar suara bariton yang ikut membantu membangunkanku. Bukan apanya yah, si Tio itu notabene-nya orang baru dalam hidupku, setidak-tidaknya aku harus menjaga sikap untuk menciptakan image yang tidak begitu buruk meskipun aku tahu image itu akan runtuh dengan sendirinya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.  

      Akhirnya, tibalah kami di depan sebuah rumah minimalis yang bercat putih. Halamannya kosong melompong, hanya rumput liar yang tumbuh. Namun, dari luar pagar aku sudah bisa mendengar kegaduhan yang terjadi di rumah itu. Dihalaman rumah itu juga terparkir sebuah mobil yang dipenuhi lumpur, atau mungkin bisa dibilang lumpur berwujud mobil? Entahlah.

      Beberapa detik kemudian, dua sosok muncul di ambang pintu. Yang satu mengenakan kaos tipis putih dan bawahan sarung sambil mengemut coki-coki. Yang satu masih berwajah bantal, sepertinya baru bangun dari tidur, ia menggaruk-garuk rambutnya, memakai kaos tanpa lengan, dan sebuah sarung tersampir di pundak kirinya. Oh Tuhan, inikah teman yang dimaksud Navelia tadi? Tidak ada sopan santunnya menyambut tamu.

      "Buset dah, anjir! Kelakuan loe berdua nggak berubah-berubah yah. Pantesan aja dikatain homo." tegur Tio. Sementara Navel sudah menggemeletukkan gigi-giginya, pertanda sebentar lagi akan...

      "Adnan, ganti baju ! Pake baju yang lebih senonoh, nggak usah mamerin dada. Nggak usah sok-sokan pake sarung, shalat aja cuma sekali seminggu. Kelvo, cuci muka sana. Nggak usah sok imut, muka loe masih bau jigong. Ganti baju juga ! Baju yang nggak mamerin ketek. Baunya kemana-mana tauu! Eh satu lagi, Adnan nggak usah sok unyu ngemut coki !" Dan hebatnya kedua lelaki itu langsung menurut dan menghilang entah kemana.

      Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya sang pemilik kontrakan menampakkan kembali dirinya dengan wujud yang lebih manusiawi. Sungguh aku merasa sangat menyesal harus melibatkan diri di tengah kawanan penyamun berwajah mesum itu. Tadi, Navelia sempat memperkenalkan orang-orang itu. Si pengemut coki adalah Adnan, dan si bau jigong adalah Kelvo.

      "Lain kali, kalau ada tamu sopan dikit. Kalian ini yah gimana mau nggak jomblo kalau kelakuannya seperti itu." tegur Navel lagi.

      "Yaelah Nav, lagian kalaupun kelakuannya bisa diubah. Mukanya tetep gitu-gitu aja. Muka minta ditolak sama cewe."

      "Anjrit loe Yo..."

      "Gue gampar ya loe..."

      Navel menghembuskan napas kesal. "Udah...udah... Kelvo, Adnan," Dan yang dipanggil hanya mengangkat alis. Sedetik kemudian, Navel merentangkan kedua tangannya dan langsung memeluk dua makhluk titisan jin itu. Aku sampai melongo dibuatnya. Ih, mau-maunya si Navel meluk-meluk itu dua makhluk astral. Di depan Tio lagi. Aku melirik Tio sebentar, tidak terbaca. Ia hanya menaikkan satu alisnya dan tersenyum miring, menatap tiga anak manusia yang tengah berpelukan bak teletubbies sambil berputar-putar dan melompat-lompat ria.

NaveliaWhere stories live. Discover now