Now 29

325 15 0
                                    

Navelia POV
   
      Keinginan semua orang yang memintaku untuk berpikir jernih kuiyakan dengan sangat baik. Sejak subuh tadi, aku telah berada di kediaman orang tuaku di Semarang. Ponsel kubiarkan tergeletak bebas di atas ranjang tanpa sedikitpun aku berniat untuk meliriknya. Mungkin sudah lowbat karena kusengaja untuk tidak menchargernya. Biar saja Mitha, Tio, bahkan Varo mengomel karena telponnya tidak kujawab. Toh, aku-butuh-berpikir-jernih-tanpa-gangguan.

      Katakan aku keterlaluan karena lari dari masalah. Namun, satu-satunya penghiburan untuk diriku saat ini adalah berada sejauh mungkin dengan hal-hal yang menyakiti maupun yang pernah menyakitiku. Aku ingin beristirahat. Dari segala skenario yang berputar-putar disekitarku.

     "Jadi Tio liburannya kemana ? Ke Bali? Nggak mau nengokin kesini? Disini kan banyak keluarganya juga." seru mama tiba-tiba. Ia sudah berdiri dibelakangku, menyeret kursi lalu ikut duduk disebelahku. Aku hanya diam. Ini aku kan lagi acara menghilang, jadi mana aku tahu kabar sahabatku itu.

      "Kamu jangan lupa kasih tau Tio, mama kangen. Pengen banget ketemu dia lagi."

      "Dia pasti makin ganteng kan, waktu bocah aja udah gitu. Apalagi sekarang. Duh, mama tambah kangen." Mama terus bercerita. Mengungkit kembali saat dimana Tio menjadi bagian dari keluarga kecil kami.

      "Tio nitip salam buat mama." Spontan, mama berteriak, matanya berkaca-kaca. "Aduh, bilangin mama kangen banget sama dia. Suruh telpon mama !!!" seru mama sambil menggaruk-garuk pundakku. Aku mengangguk malas. Belum tahu saja mama kalau aku hanya mengarang cerita.

------

Author POV

      Tio sedang mondar-mandir di teras kontrakan Adnan dan Kelvo, menunggu Kelvo yang sedang mengambil mobilnya di bengkel. Hari ini juga, Tio cs memutuskan untuk ke Semarang. Sejak tadi pagi, kamar Navel kosong dan ponselnya tidak bisa dihubungi. Kalau Navel sudah seperti ini, ia pasti sangat lelah dengan masalahnya hingga merasa ingin bersembunyi saja dari dunia. Tadi pagi ia juga sudah menelpon Mitha dan ternyata gadis itu juga sama kagetnya menyadari bahwa sahabatnya itu menghilangkan jejak.

      Selang sepuluh menit kemudian, mobil Kelvo sudah memasuki pekarangan. Spontan, Tio mengambil ransel dan menyampirkannya di bahu tanpa peduli dengan Adnan yang sedang kesulitan mengunci pintu kontrakan yang belakangan ini sering macet.

       Saat mobil mereka sudah mengambil haluan menuju ke jalan yang akan membawa mereka keluar kompleks, tiba-tiba saja sebuah mobil dari arah lain menghadang mereka. Kelvo membunyikan klakson dengan semangat yang membara namun tangannya dicekal oleh Tio. Cowok itu memicingkan mata, lalu turun tergesa-gesa dari mobil. Saat itu pula, Kelvo dan Adnan menyadari siapa yang ada dibalik kemudi dari mobil yang menghadang mereka.

      "Mana cewek gue?" tanya Varo dengan lugas dan ketus. Kedua tangannya dimasukkan ke saku depan jeansnya. Tio yang menyaksikan ada gemericik api yang berkibar dalam diri cowok di depannya itu hanya tersenyum meremehkan.

      "Loe yakin nanya itu ke gue?" jawab Tio tidak kalah ketus disusul dengan kekehan. Sementara Adnan dan Kelvo masih menonton adegan tersebut dari dalam mobil. Sambil berjaga-jaga jika seandainya terjadi hal-hal diluar kendali.

      "Mana cewek gue ?" Varo semakin menekankan kata 'cewek gue'. Membuat sesuatu dalam diri Tio sedikit teriris.

      "Loe cowoknya, kenapa loe nanya sama gue ?"

      "Dan loe sahabatnya, yang juga mantannya." kilah Varo yang semakin ketus dan terkesan dingin. Adnan dan Kelvo sampai tidak tahan dan memilih untuk keluar dari mobil, mengambil posisi di tengah-tengah Varo dan Tio.

NaveliaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora