***

"Kak.. Kita masuk dari mana?", tanya Nesyha.
"Bangunan ini cukup luas. Tapi gue ga ngrasain keberadaan temen-temen.  Gue takut kalo ini cuma perangkap", kata Keanna sambil menyecan seluruh bangunan itu, "Gimana kalau kita lewat pintu barat? Kayaknya minim penjagaan", usul Keanna, "Tapi aneh. Bisa ya dua tempat penyekapan sama-sama  di langit lapis ke 3, dan deket semua sama sumber air. Apa jangan-jangan ada main ni sama Clan Siren?", lanjut Keanna.
"Tapi bukankah clan Siren itu memihak kita kak? Mereka mau mau aja kok kalo aku jadi Puteri yang memimpin Kerajaan mereka", kata Nesyha.
"Itu kan keputusan Raja dan Ratu mereka. Dan ga semua makhluk bakalan patuh sama Raja dan Ratu mereka. Pasti ada juga yang membelot", tutur Keanna.
"O.. Ohh.. Ya bener juga sih kak", kata Nesyha menyetujui sambil menganggukkan kepalanya, "Gimana kalo kak Keanna masuk dari barat. Dan aku akan coba masuk dari pintu Timur", usul Nesyha.
"Baiklah. Hati-hati ya dik!", kata Keanna sambil meluncur ke arah barat. Tak selang lama, Nesyha dan prajuritnya melaju ke arah timur. Nesyha melesat cepat meninggalkan prajurit-prajuritnya.

Baamm.. Baaamm.. Baaammmm...!!!
Serangan bertubi-tubi Tiba-tiba menghampiri wilayah timur, prajurit mengerang kesakitan dan hancur lebur satu per satu.
"Kenapa kau membawa pasukan lemah?", bentak Panglima perang kepada Jenderal.
"Maaf panglima, prajurit kuat membantu penyerangan. Kami memprioritaskan untuk melindungi clan Nymphs seperti yang di perintahkan Putri Nesyha", jawab Jenderal.
"Putri Nesyha? Dimana beliau? Ca.. Ca.. Cari.. Cepat cari.. Kita kehilangan Putri Nesyha. Bagaimana bisa?!!", bentak Panglima dengan frustasi.
Disaat semua akan berpencar mencari Putri Nesyha, mereka kembali di serang dari berbagai sudut. Batu beterbangan membentuk sebuah bola besar dan menghantam prajurit di sekitarnya. Air berkelompok lalu menaikkan suhunya dan membakar sedikit demi sedikit tubuh prajurit. Angin bergumul menjadi satu mengurai tubuh prajurit menjadi pasir halus. Api menjadi gumpalan lava panas dan menyelimuti tubuh prajurit hingga terbakar habis. Beberapa kali nampak kilatan petir menghanguskan tubuh prajurit. Dari 100 prajurit, berkurang menjadi 27 prajurit. Semuanya lebur  tak bersisa. Senjata dan ilmu perang prajurit kalah telak di medan pertempuran berbasis gerilya ini. Bahkan pedang bermata tiga Panglima tak berkutik dibuatnya.

Bruukk..

"Putri Nesyhaa..!", teriak Panglima yang mendapati Nesyha tergeletak di tanah.
Nesyha mengangkat tangannya dan mengisyaratkan panglima untuk berhenti, jangan mendekat kepadanya.
"Aku tak apa.. ", kata Nesyha.
Syuuttt...
Sebuah panah melesat tepat di depan panglima lalu menancap kencang ke dinding bangunan.
"A.. Aa.. Aappaa...", kata Panglima tak percaya.

Namun, setelah panglima sadar, dia langsung menghampiri Putri Nesyha dan melaporkan kejadian yang di alami.
"Ampun, Yang Mulia Putri Nesyha. Dari 100 pasukan, kini hanya tersisa 27. Apa yang harus kami lakukan? Tetap menyerang atau kembali lain waktu?", tanya Panglima.
"Dasar bodoh! Ngecut sepertimu berani menyandang pangkat Panglima? Terserah kalau kamu mau pergi. Aku akan tetap masuk membebaskan temanku", kata Nesyha yang langsung mlengos pergi meninggalkan Panglima.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Aku dan Tiga CerminankuWhere stories live. Discover now