Aku memasang tampang normalku dan menunggu apa yang akan dikatakan Nanda selanjutnya.

"Emm... Dia bilang kamu suka buku ya?"

Aku terkekeh. "Ahaha, bisa dibilang gitu sih. Kenapa emangnya?"

"Di tas aku ada buku, tapi nanti deh aku kasihinnya. Beres nge-gym aja gapapa?"

Aku terlanjur senang dan bersemangat. "Serius?"

"Iya serius. Nanti kamu ambil aja ya."

"Iya siap. Gila, thank you ya."

Nanda ketawa. Dan aku juga ikut tertawa menertawai diriku sendiri.

"Nan," panggilku. Nanda melirikku.

"Tata, eh gimana ya ngomongnya," aku tersandung kata-kataku sendiri dan nggak tahu kenapa topik tentang Tata membuatku penasaran.

Nanda masih menunggu lanjutanku jadi aku memutuskan untuk berbasa-basi dulu.

"Tata orangnya gimana sih?" tanyaku akhirnya.

Lagi pula kalau Tata sahabat dekat Eza. Mungkin bisa juga aku berteman dekat dengan Tata, iya kan? Mungkin aku bisa memperbanyak teman?

"Oh, Tata." aku mulai serius dan penasaran dengan lanjutan kata Nanda.

"Dia ya gitu. Baik, seru anaknya dan ya penghibur banget tiap kali kumpul. Pinter, eh rajinlah tipe dia. Ngomong melulu, ya pokoknya talkactive gitulah."

Nanda ketawa pelan dan aku ikut tertawa canggung.

"Kamu kenal Tata udah lama Nan?"

"Sama Tata? Gila, dia temen dari jaman masih mentah sampe kayak sekarang. Aku satu sekolah sama dia waktu SMP."

Wow.

Aku bahkan nggak bisa menutup mulutku rapat-rapat karena kaget.

"Oh ya? Ya ampun aku nggak tau." kataku kaget. Nanda senyum.

"Ya, meskipun Tata kadang anaknya maksa, manja, wajar sih karena dia anak satu-satunya."

"Oh gitu."

Nanda menoleh, menatap mataku.

"Tata juga mantan Eza waktu SMP." bisiknya.

Deg.

Mantan Eza?

Jantungku, kalau mungkin bisa terdengar oleh orang lain mungkin mereka akan menutup telinganya karena jantungku berdetak secara tak teratur dan itu pasti menganggu. Aku menarik napas perlahan, tersenyum dan mengajak Nanda untuk mulai fitness. Aku nggak tahu apa aku sanggup untuk mendengar fakta lainnya tentang Eza dari Nanda. Tapi pada intinya, aku perlu menyalurkan emosiku pada olahraga hari ini.

Tepatnya seluruh emosi perasaanku yang nggak karuan dan tenggelam gitu aja.

※※※

"Hari ini lo berhasil bakar berapa kalori?" tanya Kena.

Kena menjemputku di tempat fitness karena nanti malam sahabat-sahabatku yang lain akan merayakan tahun baru di rumahku. Ini sekedar kebetulan karena Mama memang menyediakan banyak makanan dan pada awal tahun Daya akan pulang, jadi persediaan makanan itu akan Mama bagikan terus.

"Nay, lo kok tumben diem? Biasanya tiap gue jemput lo fitness pasti lo ngomong terus."

Aku memalingkan wajahku dari jendela mobil. Melihat Kena yang serius menatap jalanan.

"Ken, menurut lo, gue ke Eza tuh gimana sih?" tanyaku.

Aku hanya merasa penasaran. Karena seseungguhnya aku juga ingin memastikan apa yang aku rasakan. Kenapa aku selalu merasa sedih setiap kali ada hal yang berhubungan dengan Eza, kenapa aku selalu kecewa, dan kenapa jantungku nggak pernah berdetak dengan normal setiap kali bersamanya dan selalu ada hal kecil yang membuatku bahagia bersamanya.

Hari ini aku harus memastikan ada apa dengan hatiku.

"Maksud lo? Sudut pandang gue tentang lo ke Eza?" tanya Kena memastikan.

Keningnya sedikit berkerut waktu aku memperhatikannya lalu ada senyum tipis di bibirnya.
Aku mengangguk menunggu jawabannya.

"Lo suka sama dia." jawabnya pasti sekaligus terdengar mengejutkan untukku.

Aku diam sebentar. "Alasan kenapa lo yakin gue suka sama dia apa?"

Kena tertawa sebelum menjawab pertanyaanku. "Naya sayang, lo tuh kenapa sih? Tumben banget kayak gini?"

Aku menggeleng. "Ya, gue mau tau pendapat lo aja gimana."

"Oke, oke, alasannya tuh kalau menurut gue ya lo suka sama dia. Dari cara lo liat dia, senyuman lo, ketawa lo yang nggak pernah canggung tiap bareng dia, lo seakan lebih rajin, lo lebih semangat, kadang lo juga antusias banget. Lo kayak kebius Nay." Kena senyum melirikku dan aku masih mennunggu perkataan lainnya.

"Gue seneng bius itu hasilnya  positif buat lo. Gue juga suka liat lo bahagia apalagi setiap abis ngobrol sama Eza--ngomongin musik, Harry Potter, makanan PKL yang belun kalian coba. Gue suka denger semua obrolan kalian dan gue rasa lo beda aja setiap bareng dia."

"Menurut lo gitu?" tanyaku. Kena ngangguk.

Lo suka sama dia.

Apa itu alasan semua perasaan nggak karuan yang selalu datang itu? Contohnya hari ini waktu Nanda bilang Tata ternyata mantan Eza. Aku diam, mencerna seluruh obrolan, memori, dan hatiku.

"Dan menurut gue, Eza juga  suka sama lo." kata Kena terdengar cepat dan kayak berguman kecil.

Aku menoleh. "Eza suka sama gue?" ulangku.

"Menurut gue sih gitu."

"Nggak mungkin." kataku mendengus terdengar seperti orang patah hati, tapi ada nada tertawa dalam suaraku.

"Kenapa lo yakin dia nggak suka sama lo?"

"Eza tuh..."

See? Aku terlalu menggebu sampai kehilangan setiap kalimatku dan aku benci bagian ini.

"Eza kenapa?" tanya Kena penasaran.

"Lo sadar kan akhir-akhir ini Eza lagi sering banget bareng sama Tata?" aku memulai.

Kena mengangguk. "Terus kenapa?"

"Nah, ada kemungkinan mereka balikan lagi." kataku seakan terdengar payah dan berpikiran negatif tentangnya.

Kena melirikku dengan tatapan nggak percaya.

"Sejak kapan Eza sama Tata pacaran?"

Aku menarik napas pelan. "Dari SMP."

Kena geleng-geleng, entah apa maksudnya.

"Tapi nggak mungkin deh Nay. Eza tuh sinis kalau bareng Tata." sergahnya.

"Udah ah, nggak penting juga ngurusin Eza sama Tata. Ngomongin yang lain aja gimana?" umpatku.

Kena diam aja. Mungkin dia juga lagi memikirkan sesuatu.

"Nay." panggilnya.

"Mm?"

"Lo sama Revan gimana?" tanya Kena.

Demi Tuhan, aku malas membahas ini. Aku benar-benar nggak tertarik sama sekali.

"Baik-baik aja." jawabku sigkat.

"Lo sama dia masih ser--"

"Eh, kotak dari Nanda tadi mana ya?" aku memotong ucapannya. Bisa dibilang seperti menyambar ucapan Kena gitu aja.

Kena berdecak, tahu apa maksudku. Dia mengisyaratkan dagunya ke jok belakang.

"Oh, oke," kataku dan cepat-cepat membawa box dari Nanda.

※※※

Note: apakah isi di dalam box?

Published on April 5th 2017.
By Dhia Ardia.

HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang