27

1.7K 117 9
                                    


Pagi ini, aku masih bermalas-malasan di tempat tidur. Sabtu pagi kayak gini harus aku manfaatkan dengan baik, setelah tadi aku dan Taya jalan pagi mengelilingi komplek. Satu minggu ke depan sekolah sedikit santai, mungkin inilah enaknya beres ujian akhir semester dan setelahnya hanya ada porak lalu pembagian rapot.

Aku bahagia bisa merasakan kebebasan ini sebelum semester selanjutnya yang pasti penuh dengan ujian lainnya sampai aku lulus nanti.

Ngomong-ngomong, semalam Revan baru aja telepon. Dan dia mengajakku pergi ke acara Tarka Kena. Aku sih nggak menolak karena memang sebenarnya aku juga pasti datang. Apalagi Kena mengancamku harus datang. Dan sahabat-sahabatku yang lain juga sudah pasti datang.

Acara Tarka Kena ikut bekerja sama juga dengan sekolahku, jadi kemarin di hari Jum'at beberapa panitia Tarka datang untuk menawari tiket. Beberapa murid lain juga antusias karena bintang tamunya yang nggak kalah menarik dan aku juga semangat tentang acara itu. Apalagi salah satu sahabatku ikut serta dalam pelaksanaannya.

Mau nggak mau aku juga menerima tawaran Revan. Lagi pula siapa juga yang berani menolak tawaran itu? Revan ganteng, aku suka sejak pertama kali dia berdiri di hadapanku sebagai ketua OSIS dan aku yang masih culun sebagai anak baru di SMA. Jadi mana mungkin juga aku menolak pergi dengannya.

Aku mengerang waktu terbayang kalau Eza juga akan datang ke acara nanti malam. Bayangin aja, seminggu sewaktu ujian aku dan Eza cuma berbicara seadanya. Dia yang tiba-tiba menanyakan materi ujian dan habis itu menghilang (entah pulang lebuh duluan atau ngobrol dengan teman mainnya). Faktanya aku benci merasa sedikit jauh dengan Eza karena kita nggak saling tertawa bersama kayak biasanya.

Kemarin, setahuku Eza mengantar Tata pulang dan aku melihatnya membonceng Tata sebelum aku berhasil nyebrang. Eza senyum tipis dan aku cuma bisa diam sambil berusaha membalas senyumannya.

Aku nggak yakin kenapa perubahan sikap Eza yang sedikit menjauh itu tapi yang pasti aku juga nggak boleh egois. Mungkin dia butuh waktu sendiri.

※※※

6.13 PM.

Aku sesekali melihat jam dinding di ruang tamu dan memfokuskan pandanganku memainkan handphone. Aku udah siap dan untungnya Mama dan Papa juga ngizini. Papa nggak ada dirumah, dinas ke luar kota udah jadi bagian paling biasa di keluarga kami. Dan ngomong-ngomong, minggu depan Daya pulang ke Indonesia.

Saking terlalu bersemangatnya aku, sampai-sampai aku udah menyiapkan rundown acara penyambutan kembalinya Daya setelah setahun di Inggris. Dan yang lebih menyenangkannya lagi kalau ternyata Mama dan Papa setuju.

"Belum di jemput?" tanya Tata. Memegang majalah GoGirl ditangannya dan duduk di sofa sebelahku.

Aku menggeleng. Masih fokus pada handphoneku.

"Dijemput Eza?" tanyanya lagi. Aku melirik Taya.

"Bukan."

"Cowo baru lagi?" tanyanya dramatis. Hampir mirip kayak introgasi.

"Temen cowo." timpalku.

"Halah," Taya mengibaskan lembaran majalah. "Semua yang deket sama kamu selalu dibilang temen cowo."

"Ya emang kenyataannya gitu." ketusku.

Ada suara mesin mobil berhenti di depan rumah dan aku yakin itu suara mesin mobil Revan. Aku bangkit dari dudukku dan merapikan bajuku yang sedikit kusut. Aku memakai skinny jeans, turtle neck buntung dan jacket denim gelap biru tua andalanku.

HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang