7

2.6K 213 16
                                    


Pikiranku terus bertanya apa maksud Eza memintaku menemaninya hari ini.

Serius, aku berani taruhan kalau sebenarnya Eza punya banyak sahabat atau mungkin teman ceweknya juga mau di ajak pergi kayak gini dan bukan cuma aku.

Poin disini adalah kenapa dia memilih aku? Kamu tahu kan maksud aku?

Eza dan aku--seperti saling kenal--tetapi nyatanya tidak. Untuk jangka waktu satu tahun aku kenal dia rasanya aneh setiap kali ketemu kita nggak pernah saling sapa.

Senyum? Mungkin bisa dihitung berapa kali kita saling senyum dan sisanya we looks like a stranger but we know each other name.

Jadi, apa maksud Eza membawa aku pergi? Aku mungkin nggak akan tahu jawabannya sampai akhirnya Eza memberhentikan motornya.

Dia membuka kaca helmnya dan aku bisa dengan jelas melihatnya tersenyum dari kaca spion.

※※※


"Perpustakaan?" gumamku pelan, membuka helm dan merapikan sedikit rambutku yang berantakan.

Eza membawaku ke perpustakaan.

Katanya sih, ini salah satu perpustakaan besar di Bandung. Aku sering berniat pergi ke perpustakaan ini tapi nyatanya aku nggak pernah sempat.

Aku menaruh helm dan Eza membantuku mengantung helmnya. Ada satu hal yang perlu aku ceritakan dan ini rasanya aneh, serius deh. Tadi waktu aku mau menaruh helm, Eza cepat-cepat membantuku dan tangannya yang kokoh terasa dingin di kulitku.

Ini perlu di garis bawahi kenapa aku merasa aneh--aku ngerasa belum pernah ngerasain perasaan ini. You name it.

Jantungku berdegup waktu Eza menyentuh tanganku dan aku cuma bisa diam selagi dia mengantungkan helmnya dan dia tersenyum tipis. Am i okay?

"Yuk." ajaknya dan aku lagi-lagi bisa dibilang seperti anak kucing yang langsung mengikuti induknya.

Memasuki perpustakaan ini, seribu persen aku takjub. Bukan tentang kenapa Eza membawaku ke perpustakaan, kenapa dia membawaku kesini, atau menggumam sejak kapan Bandung punya perpustakaan kayak gini dan aku yang sejak lahir tinggal disini berasa nggak tahu apapun.

Bukan itu alasannya, seribu persen kenapa aku takjub yaitu betapa sepinya perpustakaan ini. Seandainya aku diberi pilihan magang dan nggak peduli bayarannya, aku yakin pasti akan menerima tarawan kerja disini--menjadi penjaga perpustakaan. Aneh?

Kamu salah, itu justru jadi hal paling menyenangkan.

Ditemani beribu buku, mencium aroma buku lama atau mungkin buku baru, memandangi buku-buku yang menjulang tinggi di rak, memperhatikan siapa saja yang datang, apa buku yang sedang mereka cari.

Dan kemungkinan besar aku nggak akan pulang ke rumah.

Oke, ini terlalu berlebihan tapi berhasil buat aku senyum-senyum sendiri semenjak masuk Perpustakaan ini.

"Kamu sesuka itu ya sama buku?" tanya Eza.

Aku menoleh, melihatnya yang menurutku kenapa cowok ini terlalu tinggi untukku? Jadinya kan susah kalau mau lihat dia.

Aku senyum dan mengangguk sedikit.

"Kamu kok--"

"Kamu kok tau? Iyalah. Itu jelas Nay, tiap hari dari awal aku liat kamu ya pasti ditemenin sama novel. Intinya aku bisa narik kesimpulan kalau kamu itu suka buku."

Oh.

Dan aku cuma mengangguk merespon Eza. Nggak yakin dengan apa yang terjadi karena sejak detik tadi pikiranku hanya ingin berlari mencari buku-buku yang bisa aku bawa pulang atau sekedar duduk manis untuk baca dan besok aku yakin akan balik lagi kesini.

HIMWhere stories live. Discover now