8

2.5K 199 25
                                    


"Makan dulu yuk?"

Ajak Eza setelah selesai sesi belajar yang pada nyatanya aku dan dia cuma saling ngobrol dan sama-sama sibuk mencari buku tanpa membahas pelajaran inggris sekalipun.

Keren kan?

Aku melihat jam tanganku. Jam 4 sore, dan kayaknya aku nggak bisa lama-lama.

Eza menunggu jawabanku dan kemungkinan besar dia bisa membaca apa maksudku.

"Sebelum aku anter kamu pulang, aku nggak mungkin biarin anak orang kelaperan. Kamu harus pulang dalam keadaan kenyang, supaya sehat."

Aku tertawa mendengar kalimatnya dan dia ikut tertawa kecil sebelum melanjutkan.

"Ada janji ya? Atau perlu aku yang minta izin ke Mama kamu?" tanyanya gentle.

Entah ini benar-benar Eza yang gentleman atau hanya sekedar formalitas. Aku menggeleng.

"Enggak kok, aku udah izin. Jadi, mau makan apa?" tanyaku.

Sebenarnya aku berniat untuk pulang duluan lagi pula tinggal satu kali naik Angkot untuk sampai ke rumahku.

Dan malam ini aku harus jemput Taya, kakak pertamaku selain Daya yang baru pulang dari cuti magangnya di Paris.

Tapi setelah Eza bilang kalimat gentlenya itu, nggak tahu kenapa aku tiba-tiba yakin untuk setuju sama ajakannya.

Aneh kan, bahkan aku sendiri nggak tahu kenapa.

"Makan di tempat kesukaan aku yuk? Kamu pasti suka."

"Yakin aku suka?" candaku, semenjak tadi aku ngobrol sama Eza.

Aku sering melontarkan candaanku dan ternyata Eza juga punya humor yang bagus.
Serius deh, nggak akan pernah kerasa bosan ngobrol sama dia.

Dan yang lebih buat aku kaget, ternyata dia juga tahu beberapa penulis buku dan salah satu buku kesukaannya yaitu seri Harry Potter yang dia bilang buku itu adalah buku pertamanya berjudul Harry Potter and the Philosopher's Stone (asalkan kamu tahu, ini cetakan buku Rowling tahun 1997) yang berhasil buat dia berimajinasi dan sejak saat itu imajinasinya mulai bermain.

Aku nggak percaya pada awalnya kalau Eza suka buku semacam itu, kalau kamu ketemu Eza nanti, kamu pasti berpikiran hal yang sama denganku.

Tipe penulis kayak J.K Rowling nggak masuk akal sebagai tipenya dan aku cuma bisa melongo waktu dia cerita bagian favoritnya di dalam buku, siapa karakter yang buat dia terinsprasi, sampai caranya menceritakan kembali apa bagian yang paling buat dia nggak pernah lupa.

See? Eza penuh surprise yang nggak bisa aku tebak sama sekali.

※※※


Eza menghentikan motornya di salah satu tempat makan kecil--lebih tepatnya di pinggir jalan raya.

Dia memintaku menunggu sebentar sambil ia memarkirkan motornya. Aku jelas tahu banget dimana tempat ini.

Kalau kamu ke Bandung, sore-sore kayak sekarang ini. Aku saranin kamu lewat jalan Soekarno Hatta. Di seberang daerah Metro kamu bisa lihat Pedagang Kaki Lima yang sibuk memasang tenda untuk mereka jualan.

Dari mulai sop kaki kambing, sate ayam maupun kambing, gule ayam, sampao zupa-zupa. Kalau dulu disini masih ada zupa-zupa. Tapi semenjak tahun lalu kayaknya udah nggak ada. Dan aku suka kesini bersama Papa.

"Yuk?" Eza muncul dari belakangku.

Dia melepas sarung tangan motornya dan mulai memasuki tenda salah satu PKL.

HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang