9

2.2K 186 14
                                    


"Nay?" Eza menghentikan motornya tepat di depan pagar rumahku. "Besok kamu sekolah kan?"

"Apa?" tanyaku memastikan.

Rasanya aku mau ketawa dengar Eza nanya hal itu. Asalkan kamu tahu aku membuka helm sambil menahan tawa.

Eza mengalihkan pandangannya. Mungkin dia juga salah tingkah karena nanya kayak gitu, bisa aja kan?

"Kamu sekolah kan besok?" ulangnya.

Aku tersenyum. "Iyalah. Kapan aku bolos?"

"Zaman kelas sebelas kamu bolos pelajaran matematika dan satu kelas liat kamu ngambil tas diem-diem sama Gista. Bisa aja kan besok juga bolos lagi?"

Aku ketawa.

"Eza, itu kelas sebelas, setaun yang lalu."

Kali ini Eza yang tertawa. "Nggak ada yang nggak mungkin Nay."

"Jangan-jangan kamu yang mau bolos pelajaran matematika besok, iya kan?" nadaku terdengar sedikit menuduhnya dan Eza tersenyum.

"Nggak ada temen bolos." timpalnya.

Aku menyodorkan helmku padanya dan dia mulai mengantungkan di bagian depan motonya.

"Harus ya ada temen?" tanyaku terkekeh.

"Harus dong. Nggak rame kalau bolos sendirian. Tapi kayaknya cewek kayak kamu nggak akan berani." ledek Eza.

"Enak aja! Siapa takut?"

Eza tertawa.

"Bener ya berani?" tangan Eza menunjukku dan aku menghempasnya sambil tertawa.

"Udah sana pulang, jangan nyebarin virus bolos jam segini."

"Oke, see you." Eza mulai menyalakan mesin motornya.

"Eh Za," panggilku. "Jaket kamu?"

Aku menunjuk jaket Eza yang sedang aku pakai sekarang. Yang besarnya hampir melahap tubuhku tapi hangat juga.

"Pake aja dulu, aku pamit pulang ya. Salam buat keluarga kamu, sorry nggak bisa masuk dulu."

Eza tersenyum. Berapa kali aku selalu menyebutkan Eza tersenyum? Aku nggak tahu. Tapi aku suka ketika menyebutkan Eza tersenyum.

"Bilangin juga ke Mama kamu makasih udah mau minjemin anaknya buat jadi tutor bahasa inggris aku seharian, maaf belum bisa ngasih gaji." ledeknya sambil menutup kaca helmnya.

"Ditunggu transfer gajinya, awas aja." kataku.

Eza tertawa dan aku juga.

"Ati-ati ya Za." kataku tiba-tiba.

Aku juga bingung kenapa bisa mengatakan itu dan satu sampai tiga detik selanjutnya aku dan Eza hanya saling diam sampai akhirnya dia meng-gas motornya.

"Oke. Thanks ya."

Aku mengangguk dan melihat motor Eza semakin menjauh.

Ada senyum kecil yang terasa di sudut bibirku. Senang? Nggak tau deh. Intinya aku dapat satu pelajaran hari ini. Teman yang sama sekali nggak pernah dekat sama aku akhirnya bisa dekat juga. Meskipun aku nggak yakin aku dan Eza ini teman.

Apa teman harus ada persetujuan ya?

Mama muncul di belakangku waktu aku memasuki rumah.

"Ternyata gini ya anak Mama, nggak cerita kalau punya pacar baru." bisik Mama dan itu kedengaran menggoda banget.

"Ma, aku mandi dulu ya baru kita jemput Taya ke bandara." aku mengalihkan topik.

"Jadi dari kapan nih?" Mama sibuk memilih sepatu tapi matanya tetap melihatku genit.

"Naya ke atas ya, mau siap-siap. Mama ke mobil aja duluan."

Aku mengambil buah apel di atas pantry dan nggak peduli apa kata Mama jadi aku langsung menaiki tangga.

"Naya jahat ah sama Mama nggak cerita. Terus Revan gimana?"

Ya ampun, Mama. Aku menggeleng dan berusaha berteriak dari atas.

"Mam, stop it! Eza temen sekelas aku. Tadi kita baru belajar bareng."

Aku bisa mendegar Mama tertawa sebelum aku mengambil handukku.

"Oh Eza namanya, cakep juga kok Nay."

Aku menghembuskan napas mendengar teriakan Mama yang nggak kalah keras dari TOA masjid.

"Kenalin boleh juga tuh."

Sambung Mama lagi dan aku nggak memedulikan Mama.

Kayaknya lebih bagus kalau aku cepat-cepat mandi. Dan ini ide bagus untuk merenungkan hariku yang terasa sangat panjang.

※※※

Note: Happy New Year!🎉

Published on January 1st 2017 and editing on January 2nd 2017. By dhizayniegirl.
L

ast editing January 11th 2017.

HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang