Kedekatan mereka hanya memperlihatkan pada Zandar bahwa mereka dekat, bukan memperlihatkan persahabatan.

Aneh! Tapi itulah yang Zandar rasakan.

"Lo makan bakso?" Elang melirik kantung plastik bening berisi benda bulat dengan banyak saus pedas disekitarnya. Membuat Zandar ikut - ikutan melirik makanannya dengan makanan Elang secara bergantian, memang terasa lucu ketika Zandar hanya memakan beberapa biji bakso sebagai cemilan dan Elang yang terlihat sedang makan besar dengan nasi goreng dan beberapa cemilan lain sebagai penutup.

"Lo aja yang rakus" Zandar menusuk baksonya dengan tusuk sate dan membawa bakso tersebut kedalam mulutnya sebelum menggigitnya. Zandar lupa sejak kapan, tapi akhir - akhir ini Elang selalu makan besar ketika mengajaknya kekantin sekolah, seakan akan ingin membuatnya bertapa didalam sana sepanjang waktu istirahat. Padahal biasanya Elang selalu seperti dirinya, tidak makan besar dan hanya memakan makanan sebagai cemilan, seperti pempek, ataupun es serut. "Gue beli minum dulu" Zandar berdiri dari duduknya membuat arah pandangan Elang mengikuti pergerakan tiba - tiba pemuda itu.

"Jangan lama - lama!"

Zandar yang sudah berbalik menuju penjual es tidak jadi berjalan dan menatap Elang dengan alis terangkat "elo kayak emak - emak aja!" Zandar memutar bola matanya malas melihat ekspresi memelas orang yang bernama lengkap Elang Aerlangga itu.

"Gue malu kali makan besar sendirian" Elang meletakkan alat makannya membuat Zandar memutar bola matanya malas dan kembali duduk didepannya.

"Menurut gue malah lebih malu - maluin gue yang cuman duduk kayak orang gila dan gak ngelakuin apapun selain nemenin elo makan besar" salah satu bibir Zandar terangkat saat Elang yang tadinya akan menyuapkan makanan kemulutnya menghentikan pergerakan tangannya dan terdiam untuk beberapa detik. Jika Elang kesal Zandar mungkin akan menikmatinya sebagai sebuah penghiburan.

Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Elang tersenyum bahkan nyengir dengan lebarnya "kalo gitu besok - besok elo makan besar juga!" Elang menyuapkan sendok berisi makanannnya yang tadi sempat terhenti dengan bersemangat, Zandar sendiri sudah mengerjapkan matanya bingung dan nyaris melongo.

"Besok - besok?"

"Yup besok - besok!"

Jawaban bersemangat dari Elang entah kenapa membuat Zandar menjadi semakin loyo dan tak bersemangat dan entah tubuhnya sedang saling bekerja sama, Zandar tiba - tiba merasakan kepalanya pening "jujur ya Lang, gue lebih suka elo nonjok gue kayak waktu gue gak sengaja bikin tangan Perro patah pas duel Taekwondo" Zandar memijit pangkal hidungnya dengan mata tertutup "gue gak bisa bicara selama seminggu? Gak papa kok!  gue lebih milih itu daripada elo bersikap kayak gini, bersikap seakan - akan gak ada yang terjadi dan elo malah semakin menjadi - jadi" Zandar menunjuk piring makanan Elang dengan dagunya "sejak kapan juga putra keluarga Aerlangga makan di jam pertengahan kayak gini"

Zandar berdiri dari duduknya, "sehari dua hari elo makan ya gue gak sadar, tapi ini keterusan! Kentara banget elo ngejauhin gue dari Hani" Zandar mengetuk meja agar Elang yang sudah membuang muka menatap kembali kearahnya. Saat pandangan mereka bertemu Zandar menghela nafasnya dan tersenyum "gue bingung, lo berdua punya gebetan tapi kok Hani yang jadi prioritas lo pada? Gue kayak gak dikasih kesempatan biarpun gue yang naksir dia"

Setelah Zandar pergi, Elang langsung kehilangan selera makannya dan menatap deretan makanan yang tadinya menggugah selera dengan malas. Aneh memang jika seperti itu, ia punya gebetan tapi Hani yang jadi proiritasnya. Meskipun aneh itulah kenyataannya.

.......

Zandar langsung bangun dari posisi telungkupnya saat ada benda dingin yang menyentuh pipinya secara tiba - tiba. Pemuda itu mengerjapkan matanya saat melihat Alvin berdiri sambil bersedekap didepannya.

INTROVERTDove le storie prendono vita. Scoprilo ora