Setelah apa yang diucapkan Alvin padanya, bukannya memecahkan tangisnya Hani malah menggelengkan kepalanya pelan seakan - akan berkata tidak bisa.

"Denger gue deh!" Alvin memegangi kedua bahu Hani "perasaan yang dipendam itu kayak duri didalam luka, kalo gak dicabut bakal makin busuk dan susah buat sembuh"

Pada akhirnya tangis gadis itu bisa pecah. Meskipun hanya isakan kecil dengan air mata yang mengalir deras.

"Gak papa, gue temen lo dan gue disini" Alvin menepuk - nepuk bahu Hani .

.

Dari belakang mereka ada seseorang yang sedari tadi memperhatikan mereka, saat orang itu akan melangkah mendekati Alvin dan juga Hani suara orang lain yang juga berada disana menginterupsi gerakannya .

"Lo bilang lo mau pulang" Elang memberi jeda pada kalimatnya "tapi kok malah kesini". Pada kenyataannya Elang tidak benar - benar mengabaikan pergerakan Zandar, bahkan setelah pemuda itu berkata bahwa ia akan pulang, Elang mengikuti dan memperhatikan apa saja yang dilakukan oleh Zandar. Dan ketika Zandar akan melanggar garis yang sudah mulai ia tulis. Ia tak akan membiarkannya.

Zandar menatap Elang dan tersenyum tipis "ada banyak hal yang gue harap gak gue lakuin, dan kenyataannya itu cuman sebatas harapan" pemuda itu berbalik dan berjalan meninggalkan tempat dimana Alvin dan Hani berada, mengurungkan niatnya untuk meminta maaf secara langsung pada gadis itu karena itulah yang terbaik untuk saat ini.

Mungkin

...

.

.

"Kemana Hani?" Alvin bertanya saat melihat Eca meletakkan tas milik gadis itu diatas meja milik Hani disamping Iva "sakit ya?' .

"Bisa dibilang kayak gitu" Eca mengangkat bahunya "sebenernya yang jadi faktor utama dia enggak hadir ya mukanya yang ancur gila gegara nangis" Iva menganggukan kepalanya sebagai bentuk persetujuan.

"Hidung merah, mata sembab dan gak mau keluar dari kamar"

Ucapan terakhir Eca mengingatkan Alvin pada hari sebelumnya dimana Hani kabur dari Aula sekolah mereka. Helaan nafas langsung keluar dari mulut Alvin karena hal yang telah terjadi.

.

.

.

"Kenapa tangan lo?" Alvin meraih tangan Zandar dimana jari - jemarinya dipenuhi dengan plester.

Ini adalah hari ketiga setelah acara Pensi sekolah mereka, dan Hani sukses membuat Alvin pusing tidak karuan karena tidak hadir selama tiga hari itu pula secara berturut - turut.

Berbeda dengan Alvin, Elang malah terlihat lebih tenang. Dia santai - santai saja, meskipun ketika Zandar mencoba membahas tentang Hani padanya pemuda itu selalu berkelit dan tidak mau memberikan informasi sedikitpun.

....


Alvin memangku wajahnya sambil mendengarkan Bu Iridesa yang mengoceh tentang mata pelajaran yang bahkan terlalu malas untuk Alvin perhatikan, perhatiannya teralihkan dengan paksa kearah pintu kelas mereka yang terbuka secara tiba - tiba  dimana ada seorang gadis dengan rambut terurai sedang berdiri sambil terengah - engah.

"Boleh saya masuk bu?" Gadis itu berbicara dengan suara seraknya dan Alvin sendiri tidak bisa mengalihkan pandangannya selain kearah gadis itu. Meskipun sebagian orang didalam kelasnya sudah mengalihkan perhatian mereka pada kembali buku.

Dia -Hani - mengangguk dengan gerakan lambat ketika Ibu Iridesa menanyakan tentang apakah ia sudah melapor pada guru piket dan mendapatkan Izin. setelah Hani sudah berada didepan meja guru, gadis itu meletakkan surat izin yang diberikan guru piket untuk memasuki kelas.

INTROVERTWhere stories live. Discover now