"Mengapa?""

"Begal kecil takut orang lain bilang dia gegabah atau bodoh, maka dia akan berusaha berbuat pintar. Sebaliknya begal besar takut kalau orang lain bilang dia pintar, maka dia senang pura-pura bodoh, hebatnya dia bermain secara lihai dan mirip sekali,"

Kui Tang-king tertawa lebar, katanya, "Ting Si memang menyenangkan, kau memang Ting Si yang dapat menghibur hati orang." Sambil tertawa dia berdiri, menepuk pundak Ting Si, "Kereta kuda ini kuberikan padamu, demikian pula arak dan isi kereta ini."

"Mengapa kau berikan padaku?"

"Setiap habis minum arak, aku senang memberi barang kepada orang, aku pun suka terhadapmu."

"Dan kau sendiri?"

"Kalau sudah jelas aku tidak tersangkut atau dicurigai dalam kasus ini, lebih baik aku menyingkir saja, kalian cari gara-gara, aku bisa pusing tujuh keliling," demikian kata Kui Tang-king. "Kalau aku bukan pengkhianat, juga bukan Lo-teng, lalu siapa orang yang bersekongkol dengan pihak Ngo-hou-kang? Bagaimana bisa tahu permohonan kalian?" Setelah menggeleng kepala, sambil tertawa dia menyambung, "Semua persoalan memusingkan kepala, aku juga sering gegabah, malas dan bodoh, menghadapi persoalan yang memusingkan kepala, biasanya aku menyingkir paling dulu."

Dia benar-benar hengkang dari tempat itu.

Ting Si mengawasi Teng Ting-hou, Teng Ting-hou balas menatap Ting Si, kedua orang ini saling pandang, tak bisa menahannya.

Setelah melompat dari kereta, mendadak Kui Tang-king menoieh, katanya, "Ada satu persoalan ingin aku tanyakan padamu."

"Soal apa?" tanya Ting Si.

"Kalian sudah mencurigai aku sebagai pengkhianat, mengapa mendadak berubah haluan?"

Ting Si tertawa, sahutnya, "Karena aku suka melihat moncongmu."

Kui Tang-king menatapnya, meraba mulut sendiri, lalu menggumam, "Alasanmu memang bagus, moncongku ini memang bagus." Dalam mengucap beberapa patah kata itu, mulutnya menggunakan empat mimik yang berbeda, lalu berlenggang pergi sambil terbahak-bahak. Pergi meninggalkan setumpuk pertanyaan yang memusingkan kepala Teng Ting-hou dan Ting Si.

Teng Ting-hou menghela napas, katanya tertawa getir, "Rezeki orang ini memang besar, ada sementara orang sejak dilahirkan selalu ketiban rezeki, tapi ada sementara orang yang harus hidup memeras otak."

"O, beg itu?"

"Persoalan sudah kau temukan, sekarang tak bisa tidak kau harus memeras otak, meski kepalamu menjadi pusing."

Ting Si setuju dengan pendapat ini.

"Yang tahu kami datang ke Ngo-hou-kang, kecuali kami berdua, hanya Pek-li Tiang-ceng, Kiang Sin, dan Se-bun Seng."

"Betul."

"Menurutku, Sebun Seng adalah orang yang paling patut dicurigai."

"Karena dia mendengar langsung rencana kita."

"Ya, karena dalam sembilan bagian keuntungan, dia hanya dapat satu bagian saja," demikian jawab Teng Ting-hou.

"Tetapi mereka justru diperalat Kui Tang-king untuk mengawal barangnya."

"Nah, karena itu aku pusing kepala."

"Lalu bagaimana dengan Pek-li Tiang-ceng?"

"Dua bulan lalu dia sudah pulang ke Kwan-tiong."

"Yang patut dicurigai sekarang hanya Giok-pau Kiang Sin."

"Kenyataan hanya dia saja yang patut dicurigai, tapi ketahuilah dia sudah enam bu!an berbaring di ranjang, sakitnya parah, jangan kata berjalan, duduk saja tidak bisa," dengan tawa getir Teng Ting-hou melanjutkan. "Konon sakit kotor, keluarganya merahasiakan hal ini, siapa pun dilarang membocorkan rahasia ini."

Serial 7 Senjata (Qi Zhong Wu Qi Zhi) - Gu LongWhere stories live. Discover now