'Jalan!' bentak seseorang. ia mendorongku, memaksaku melangkahkan kaki. Satu dari mereka menggenggam lenganku, menjadi penunjuk jalan untukku.

Entah berapa banyak anak tangga, lorong dan berapa kali aku berbelok – aku pasti akan tersesat di tempat ini – hingga akhirnya mereka mendorongku hingga aku tersungkur di lantai. Hm? Karpet? Lembut.. nylon? Wool?

Mereka melepaskan penutup mataku.

Silau.

Perlahan mataku beradaptasi dengan banyaknya cahaya yang menyinari tempat ini. Saeyoung dan Vanderwood terduduk di sisiku.

'Sang Penyelamat,' panggil Saeran.

'tidak.. mungkin..' suara Saeyoung bergetar. Matanya terpaku pada seorang yang duduk di tengah ruangan, di kursi kebesarannya.

'Rika Noona!?' Yoosung setengah berteriak di telingaku.

Rika..?

Transparan?

Rika yang tidak transparan. apa mungkin dia adalah arwah tingkat tinggi yang wujudnya benar-benar menyerupai 'Rika' yang asli karena dendam dan amarah yang ia pendam begitu kuat!?

Spontan aku membenamkan wajahku di lengan Saeyoung, 'Saeyoung.. dia pasti marah.. dia pasti marah karena aku tinggal di apartemennya tanpa izin.. dia pasti marah karena aku membuang lotion yang sudah kadaluarsa di meja riasnya.. dia pasti marah karena aku meminum botol air terakhir yang ada di apartemennya.. dia pasti marah karena aku menyentuh dokumen yang tidak seharusnya kusentuh.. dia pasti marah karena aku melubangi dinding di kamarnya – karena kita meledakkan tempat tinggalnya! Sekarang dia tidak punya tempat untuk pulang, dia menghantui tempat ini, Saeyoung.. lihat saja raut wajahnya yang penuh amarah itu, Saeyoung.. waktu aku bilang ada hantu di apartemen Rika, kau tidak percaya! Sekarang lihat! Aku benar, kan!? arwah Rika tidak tenang!'

'Mika, yang benar saja!' protes Saeyoung, 'hantu itu tidak ada!' Saeyoung berusaha menjauhkanku dari lengannya.

'lalu yang ada di depanmu itu apa!? Aku tidak mau lihat kesana, tidak mau!' kataku cepat, 'dia marah, Saeyoung! Bagaimana kalau dia meminta tumbal!? Bagaimana kalau dia butuh darah segar yang mengalir dari jantung-'

'Mika! Tenang dulu! Kau terlalu banyak menonton film horor!' omel Saeyoung, 'Minggir, lenganku sakit!'

'Saeyoung..' kataku memelas. Aku bergeser perlahan hingga Saeyoung berada di depanku, menyembunyikanku di balik bahunya yang lebar.

'Chibi! Periksa kakinya!' kata Ken, 'pastikan kakinya tidak melayang! aku tidak mau berurusan dengan orang yang kakinya tidak menempel di tanah!'

'apa sekarang.. kameraku bisa mendokumentasikan dunia gaib..?' tanya Kai lirih, 'maksudku.. dia sudah mati, dia bunuh diri, benar kan!? jadi yang ada disana – hantu? Arwah? Atau kita semua dibohongi?'

'Yoosung!' panggil Sei.

'Hyung! Aku harus kesana! Rika Noona ada disana! Hyung! Lepas!' protes Yoosung.

'kau ingin Mika dan Saeyoung terbunuh, eh?' tanya Kai.

'tapi – Noona.. aku harus kesana! Aku harus bicara dengan Rika Noona!' suara Yoosung menghilang, 'Hyung..? Sei Hyung..?' cicit Yoosung.

Aku menelan ludah. Sedikit banyak aku tahu apa yang Sei lakukan sekarang. Mungkin menempelkan pistol di pelipis Yoosung atau sesuatu yang lebih buruk dari itu.

'duduk, Yoosung,' kata Sei dingin.

Entah kenapa di telingaku Sei terdengar seperti sedang melatih anak anjing yang nakal.

'Mika, jangan sembunyi! Aku perlu gambar yang lebih jelas!' kata Kai.

Kenapa tidak minta Saeyoung saja!?

mistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang