16

179 22 7
                                    

Tanpa kau katakan pun aku tahu ini bukan ilusi. bukan hal yang akan hilang termakan usia atau hancur berkat kesalahan yang mungkin akan kami perbuat di masa yang akan datang.

Aku tahu, Sei, tapi-

'aku tidak bisa,' kataku akhirnya.

'beri aku alasan,' Sei terdengar kecewa.

'karena yang aku punya untukmu bukan sesuatu yang bisa kau definisikan sebagai 'cinta',' kataku lirih.

'lalu apa yang kau punya untukku?'

'kepercayaan, kesetiaan, kejujuran, prioritas –' aku terdiam.

'dan untukmu, aku ini – apa?'

Lama aku terdiam, dan Sei masih menunggu jawabanku.

'rumah,' jawabku akhirnya.

Senyum tipis mengembang di bibir Sei, 'rumah..?'

aku mengangguk pelan. sei sangat mengerti apa yang kumaksud.

'Mika.. pulanglah..' Sei merentangkan tangannya, tidak terlalu lebar, tapi aku tahu persis apa yang ia maksud.

Persis seperti waktu itu.

Saat matahari hampir terbenam, dengan langit senja yang kemerahan menaungi kami. Sei berdiri di depanku yang nyaris tidak punya cukup tenaga untuk berdiri. Keringat mengalir di wajahnya, tubuhnya, membasahi kemeja putih yang ia kenakan waktu itu.

'apa itu.. perintah..?' tanyaku lirih.

Sei menggeleng, 'bukan perintah.. permintaan..'

Akal sehatku memaksaku untuk berbalik dan pergi, tapi tubuhku diam mematung.

Apa boleh?

Apa tidak masalah?

'tentu saja, bodoh. Aku telah menunggu selama tujuh tahun untuk mengatakan semua ini padamu. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, Mika..'

Kedua tangan Sei yang melingkar di punggungku, mendekapku erat. Aku bisa merasakan nafasnya di leherku dan detak jantungnya di dadaku. Aku melingkarkan kedua tanganku di punggungnya.

Rasa aman dan nyaman yang entah dari mana datangnya mulai merasukiku.

Tapi.. apa tidak apa-apa..?

'tentu saja.. semuanya akan baik-baik saja..' kata Sei.

'jangan baca pikiranku,' omelku tepat di telinganya. aku menelan kembali semua pertanyaan yang menggantung di bibirku, menghilangkan semua tanda tanya yang melayang tepat di atas kepalaku.

aku pulang, kataku dalam hati, aku bisa pulang..

'katamu kau satu-satunya orang yang Mika peluk,' tanya Zen curiga.

'kali ini pengecualian,' jawab Kai asal, 'kau sudah menyatakan perasaanmu padanya, kan? lalu dia bilang apa?'

'dia menolakku. Tapi aku memintanya untuk mempertimbangkan lagi-'

'sekedar saran, lupakan saja,' celetuk Ryouta, 'sejak awal tidak ada celah di antara mereka berdua.'

'mereka berdua sudah berdamai, apa aku boleh pergi sekarang?' tanya Ken.

'aaah.. akhirnya.. dua orang bodoh itu..' kata Ryouta lega.

'aku tidak punya kemampuan tidak masuk akal seperti itu,' kata Sei. aku bisa merasakan bibirnya di keningku, 'tapi aku selalu tahu apa yang ada di kepalamu.'

mistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang