14

203 28 9
                                    

Tanpa bicara aku membiarkan Sayuri menyapukan kuasnya di wajahku, memberi warna lain di kulit wajahku yang pucat. Setelah selesai dengan wajahku, ia mengoleskan beberapa jenis krim di atas bekas luka yang mengintip keluar dari dress yang kukenakan.

‘sudah selesai,’ kata Sayuri puas. Aku mengamati bayangan yang terpantul di cermin. Gadis yang ada di cermin tidak tampak sepertiku, tapi ia mengenakan dress yang sama denganku, mengikuti semua gerakanku..

‘sudah lama, ya..’ kataku akhirnya, ‘sebelas hari..’

Aku menatap mata Sayuri yang mengenakan lensa kontak sewarna langit biru, ‘aku kangen..’

Sayuri mendekapku erat. Aroma mawar dan teratai yang lembut memenuhi hidungku. Nafasnya menggelitik telingaku, ‘syukurlah.. syukurlah kau baik-baik saja..’

Aku menepuk bahunya, berusaha mengatakan padanya bahwa saat ini semuanya baik-baik saja.

‘Mika.. waktu aku dengar tentang bom itu, kupikir kau dan Ken sudah-‘ ia mengangkat wajahnya dan terisak beberapa kali. Aku menyeka air mata yang mengalir di pipinya, ‘aku takut.. aku-‘

‘Sayuri.. lihat, semua baik-baik saja.. aku, Ken, Kai..’

‘tapi si bodoh itu seharusnya memberi kabar, Mika! Kau juga! Sepertinya hanya aku yang tidak tahu apa-apa! Aku hanya-‘

‘hanya?’ tuntutku.

‘Yazawa ingin bicara,’ jawab Sayuri di sela isakannya.

Ia mengalihkan pembicaraan, kataku dalam hati.

‘aku juga ingin bicara dengannya, Sayuri..’ kataku lirih.

‘aku tahu,’ balas Sayuri. Suaranya sedikit bergetar. Ia menarik nafas panjang dan senyum mengembang di wajahnya, ‘Mika.. di dekat stasiun ada toko kue baru. Seperti rumah kue milik penyihir di dongeng H*nsel dan Gr*tel! temanku bilang ada yang mengenakan kostum penyihir jahat sambil melayani pelanggan,’ Sayuri tertawa kecil, ‘kita harus kesana! Harus!’

Penyihir?

Aku mengangguk, ‘tentu saja. Kita harus kesana,’ kataku lirih.

Sayuri mengeluarkan sebuah kotak perhiasan berwarna hitam dan membukanya. Sebuah kalung mungil dari emas putih dengan liontin berbentuk daun yang juga terbuat dari emas putih tampak kontras dengan kotak hitam yang menyelubunginya.

Aku tertawa kecil, ‘Pasti Sei.’

Sayuri mengangguk, ‘aku sudah beri rekomendasi kalung yang lain, tapi dia bersikeras ingin beli kalung itu,’ keluhnya.

Mana mungkin aku lupa, kataku dalam hati.

Sore yang dingin di awal musim semi, saat kalung itu pertama kali dipajang di etalase toko yang tidak jauh dari tempat kami bekerja. Entah kenapa aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari kalung itu. Tidak hanya saat pertama kali melihatnya, tapi setiap kali aku melewati toko itu, mataku kembali tertuju pada kalung itu.

kalung platina dengan liontin yang tampak seperti enam tetesan embun mungil yang berkelip malu-malu.. manis, kataku dalam hati.

‘liontin daun?’ tanya Sei. Matanya tertuju pada kalung yang sejak tadi kutatap.

Aku mengangguk, ‘tapi aku tidak yakin aku akan memakainya. Sudahlah, lupakan saja,’ kataku sambil melanjutkan langkahku yang sempat terhenti.

Dan kini kalung itu ada di depanku.

Aku tersenyum kecil sambil menutup kotaknya dan menoleh kearah Sayuri, ‘dimana Sei?’

‘sepertinya Yazawa sedang mengobrol dengan Mr Choi dan putrinya,’ jawab Sayuri. Ia menarik nafas panjang dan sekilas senyum mengembang di bibirnya. Dalam sekejap ia menghilangkan jejak air mata di wajahnya. Sekarang jejak air mata itu seolah tak pernah ada, ‘bersama Nagisa, sepertinya. Sudah hilang. Ayo, Mika. Sepertinya kita masih punya waktu untuk menikmati pesta ini.’

mistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang