Aku menatapnya nggak percaya.

"What?" tanya Eza bingung. "Kenapa kamu liatin aku kayak gitu?" tanya Eza lagi.

Aku nggak percaya dia juga nonton film Trolls?

"Kamu nonton Trolls?" tanyaku. Eza tertawa kemudian mengangguk setelahnya.

"Yeah."

"Oh, no."

"Why?"

"Aku nggak pernah nyangka seorang Eza nonton Trolls."

Aku dan Eza sama-sama tertawa. Dia melihatku dengan caranya itu, tatapannya melembut.

"Main pick one yuk?" ajaknya. Aku ketawa tapi setuju juga dengan ajakannya.

"Oke, you first." jawabku.

"Kamu dulu." katanya lagi.

"Oke oke, kita suit aja?"

"Oke."

Aku dan Eza suit, hasilnya Eza sebagai pemenang. Jadi dia dengan bangganya menampilkan senyum tengil itu.

"Pick one, lebih milih gendut atau jerawatan?" tanyanya.

Aku ketawa. Mengangkat alisku. Sedikit berpikir juga.

"Gendut."

"Alasannya?"

"Kalau jerawat perawatannya mahal. Kalau gendut seenggaknya aku bisa olahraga sama jaga makan. Iya kan?" jawabku.

Eza ngangguk-ngagguk.

"Bagus bagus. Giliran kamu."

Aku berpikir. Apa ya? Aku sendiri juga bingung. Tapi setidaknya aku bisa berpikir tanpa harus memikirkan hal-hal negatif.

"Jangan kelamaan mikir. Di diskualifikasi ntar." ledek Eza.

"Oke aku nemu." kataku semangat.

"Oke, apa?"

Aku memulai dan Eza menatapku nggak sabar.

"Pick one, lebih milih pake tissue toilet bekas orang atau makan permen karet yang udah jatuh?" tanyaku nyengir.

"What? Jorok Naya." Eza protes.

"Jawab aja Za." cibirku. Eza menggerling.

"Oke, terpaksa aku pilih makan permen karet."

Aku ketawa terbahak. "Kenapa?"

"Karena nggak ada pilihan lain."

"Kan bisa pake tissue toilet bekas?" tanyaku lagi.

"For the rest of my life. Aku lebih pilih makan permen karet yang jatuh daripada pake tissue toilet bekas."

Aku ketawa. "Oke oke."

"Kalau kamu pilih mana?" tanya Eza.

"Sama kayak kamu."

"Kok sama?"

"Soalnya kalau pake tissue bekas orang kayaknya lebih jijik aja. Kalau permen kan ya... nggak ada yang bagus sih pilihannya." jawabku. Eza ketawa.

"Kamu yang buat pilihan, kamu yang bingung." kekeh Eza.

"Sekarang giliran kamu lagi." kataku.

"Oke. Pick one, pilih cowok yang kamu suka dari lama atau cowok yang apa adanya?" tanyanya.

"Apa adanya gimana?"

"Ya, sayang sama kamu apa adanya. Yang selalu buat kamu bahagia." Eza mengalihkan pandangannya.

Aku diam. Pikiranku kembali berhamburan kesana-kemari.

"Ehmm... pilihan lain?" pintaku. Eza melirikku.

"Kamu kalah kalau gitu." ledeknya.

Aku menarik napas pelan.

"Yang selalu ada deh." jawabku akhirnya.

"Kenapa?"

"Kamu bilang cowoknya bisa buat aku selalu bahagia kan? Nah mungkin itu alasannya."

Eza menatapku beberapa saat lalu berkedip, ngangguk.

"Oke, sekarang giliran kamu."

"Kalau kamu. Pilih mana?" alihku.

"Pilih apaan?"

"Ya itu, cewek yang kamu suka dari dulu atau cewek yang bisa buat kamu bahagia?" tanyaku membalikan pertanyaannya.

Sejujurnya, aku penasaran juga.

"Cewek yang aku suka dari dulu." jawab Eza tanpa berpikir.

Aku mengerutkan alisku. "Kenapa?"

"Karena sampai sekarang aku masih bertahan suka sama dia, dan dia berhasil buat aku bahagia sekalipun tawanya bukan buat aku." jawabnya.

Aku menatap Eza. Tepat di kedua bola matanya. Ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya. Aku nggak tahu siapa perempuan yang Eza suka dari dulu itu.

Tapi pikiranku membawaku menebak kalau aku tahu siapa cewek itu.

"Cewek itu, masih kamu suka sampai sekarang?" ranyaku. Eza terkekeh.

"Masih." tekannya.

"Aku kenal cewek itu?" tanyaku pura-pura semangat.

Eza ketawa. Menatapku kemudian.

"Kamu kenal banget sama cewek itu." jawabnya menatapku juga.

Hatiku. Entah kenapa semakin yakin siapa cewek itu. Dan hatiku. Detik ini juga terasa sakit.

"T-ta--" sebelum aku berhasil menanyakan sesuatu. Eza memotong.

Cewek itu Tata kan Za?

"Udah jam tiga Nay, tidur gih. Besok kita balik ke Bandung. Nanti kamu capek." katanya.

Aku mengangguk pasrah.

"Oke, aku tidur ya."

Aku bangkit dari dudukku. Berjalan ke arah tenda dengan selimut rajut Eza yang masih menempel di tubuhku.

"Nay?" panggil Eza. Aku menoleh.

"Ya?"

"Aku suka kamu pake jaket itu." katanya. Aku ketawa pelan.

"Ini? Jaket kamu?" aku menunjuk jaket yang aku pakai.

Eza ngangguk.

"Aku suka jaket kamu. Tapi sayang yang punyanya aku nggak suka." kedekku menjulurkan lidahku.

Eza geleng-geleng tertawa.

"Bagus. Gawat kalau kamu suka sama yang punyanya." ledeknya lagi. Aku ketawa.

"Nggak akan kok." pekikku. Melambaikan tangan pada Eza dan berjalan menuju tenda.

"Good night Nay." seru Eza. Aku senyum memasuki tenda.

Good night Za.


※※※

Published on March 18th 2017.
By Dhia Ardia.

HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang