Bab Tiga Belas - Boss and Love

78.3K 2.3K 17
                                    

"Adel..."

"Adel..." panggil Tian lagi tapi tidak aku hiraukan.

"Adel , sayang. Jangan ngambek dong." kata Tian membujuk ku.

Bodo amatlah. Aku lagi kesal sama dia. Asal kalian tau ya, aku bahkan dari tadi ga bisa fokus sama kerjaan gara - gara digangguin sama Tian mulu.

Digodain mulu , tepatnya.

"Adel..."

"Apalagi sih?!" kataku sambil menatap Tian dengan tatapan kesal. Sudah tau aku lagi kesal masih juga dipanggil panggil. Ngeselin banget sih!

Tian malah tertawa. Tuh kan. Malah makin ngeselin. Jadi makin bete ah sama Tian.

"Jangan ngambek ya sayang. Aku kan cuma ngegodain kamu. Masa nge gombalin pacar sendiri juga salah?"

Aku memutar bola mataku lalu menatapnya. "Tian sayang , daritadi kamu ngeganggu aku tau ga? Semua gombalan kamu itu bikin ganggu kerjaan. Ngerti?" kataku dengan penuh penekanan.

Sebastian malah menatapku dengan kedua mata coklat yang nyaris tua itu. Ah tuh kan. Aku jadi merasa bersalah kan. Entah kenapa setiap kali Tian menatapku seperti, aku merasa meleleh di dalam matanya itu.

Aku tau. Akhirnya aku sadar kalau Tian memanfaatkan kelemahan ku itu. Kenapa aku baru sadar sekarang ya?

"Udah deh ga usah pasang wajah sok -innocent kayak gitu." kata ku jutek. Lagian daritadi di gangguin mulu. Siapa yang ga kesal coba?

Tian terkekeh pelan mendengar jawaban. "Kamu tau ga? Kamu itu makin lucu di mata aku kalau kamu lagi marah."

"Trus kalau aku lagi baik ga ada menarik - menariknya begitu?" sahutku judes yang malah membuat Tian tertawa.

"Aku lupa kalau kamu pinter ngebalikin omongan aku , sayang."

"Kamu tuh ya ema-" ucapanku tiba - tiba terputus karena pintu ruangan kami tiba - tiba terbuka. Dan kulihat lah dia , cewe racun yang pernah ingin merusak hubungan ku sama Varo , dulu.

Kulihat dia berjalan dengan langkah sok anggun lalu bergelayut manja ke arah Tian. "Hai sayang." katanya lalu mengecup pipi Tian dan hal itu membuatku ingin meledak.

Kulihat dari sorot benci dari mata Tian. Apa aku tidak salah liat? Apa Tian mengenalnya? "Jauhkan tangan kotor lo dari gue. Sekarang."

"Kamu gak ngomong gitu dulu." ucapnya dengan nada memuakkan. Matanya pun akhirnya menoleh dan menatapku dengan tajam.

"Oh ada elo. Ngapain lo disini? Mau ganggu hubungan gue sama Tian?"

Apaa? Hell no. Nyadar dong yang ganggu disini siapa! "Ga kebalik tuh?! Perasaan lo deh perusak hubungan orang." jawabku nyaris dengan kasar.

Dia tertawa dengan gaya menjijikan. "Kalau gue jadi lo , mending gue pergi dan nangis di makam Varo. Soalnya , lo kan ditinggalin. Kasian banget ya?"

Kulihat Tian menatap nya dengan sorot mata kebencian sangat. "Get off , Kaleena!" kata Tian lalu menyentak tangannya dengan kasar.

"Kamu berubah gara - gara dia ya? Dulu waktu kamu pacaran sama a-"

Sudah cukup. Aku sudah tidak mendengar kelanjutan ucapan nya karena aku beranjak pergi sebelum aku meledak , dan samar - samar aku mendengar umpatan Tian serta namaku yang dipanggil olehnya.

Sial. Kenapa jadi bad day gini sih?

Dan kenapa hatiku sakit waktu tau dia sama Tian pernah pacaran?

* * *

"Shit!" kataku lalu melihat wanita beracun sebelahku ini yang menahan tanganku.

"Adel!" panggilku namun ia malah tidak menoleh dan trus berjalan , tidak menghiraukan panggilanku. Oh my god , ini pasti Adel bakal ngambek. Aduh.

Kutatap Kaleena dengan tatapan garang yang ia balas dengan senyuman , namun aku tau itu adalah senyuman licik. "Kamu sekarang mainnya sama Adel ya?" katanya.

Tunggu. Kok dia tau sama Adel? Oh iya , tadi Adel juga keliatan benci sama dia. Pasti Adel kenal sama Kaleena. "Lo mau ngapain sih kesini?! Ganggu lagi?! Apa ga cukup lo bikin hidup gue sengsara dulu?!" bentakku.

"Kamu kok ngomongnya gitu? Kamu gak inget kalau aku ini pacar kamu?"

"Ex-girlfriend." koreksiku.

Dia menatapku lalu memasang wajah memelasnya yang mungkin dulu membuatku makin sayang padanya , tapi tidak dengan sekarang. "Aku masih sayang sama kamu Tian. Aku nyesel udah ninggalin kamu. Aku-"

"Kalau lo bilang itu dulu , mungkin gue akan senang hati terima lo. Mungkin. Tapi kalau sekarang enggak! Ngerti?!" bentakku lagi lalu berjalan keluar ruangan dan turun ke lobby utama dan mengejar Adel.

Kira - kira dimana Adel?

* * *

Aku tak tau sudah menangis berapa lama. Aku hanya tau kalau hatiku sangat sakit. Harusnya Tian cerita dulu dia sama siapa dan aku kan gabakal sesakit hati ini.

"Adel?" panggil sebuah suara dibelakang ku.

Aku mengerjapkan mataku. Suara nya tidak asing. Seperti suara..

Tiba - tiba sebuah tangan memegang pundakku dan membuatku menoleh kaget. Hal pertama yang kulihat adalah bagaimana kusut nya wajah Tian namun ia berusaha tersenyum padaku.

Tian tersenyum lalu hal terakhir yang aku tau , ia membawa ku ke pelukannya.

"Maaf." katanya pelan. "Maaf karena aku gak pernah cerita tentang Kaleena sama kamu."

"Aku benci sama kamu." kataku pelan dan bisa kudengar suara kekehan dari Tian.

"Kamu harus tau kalau yang ada di hati aku cuman kamu , Adel. Aku juga ga tau gimana caranya perempuan itu bisa masuk perusahaan. Bahkan aku juga ga tau dia masih manggil aku pake embel - embel sayang. Aku berani sumpah aku udah ga pernah ketemu dia lagi. Dan asal kamu tau, aku juga syok tiba - tiba dicium gitu."

"Maaf juga karena aku main lari aja tadi. Harusnya aku tuh-"

Tian melonggarkan pelukannya. "Gapapa. Aku juga salah. Kamu cemburu. Aku tau itu. Maaf ya , sayang." katanya lagi.

Aku menatap Tian dengan kesal. Sempat - sempatnya dia sok tau didepanku. Gatau apa aku lagi kesel? "Gausah sok tau deh. Aku gak cemburu."

Tian tertawa pelan. "Kalau begitu kenapa kamu lari? Dan kamu keliatan kenal sama Kaleena deh. Iyakan?"

"Tau ah. Aku ngambek lagi sama kamu." kataku merajuk. Sebel deh sama Tian.

"Jangan ngambek dong sayang. Kamu gak liat aku capek nih nyariin kamu?"

"Biarin. Bodo." kataku lalu memeletkan lidah padanya lalu membuang muka ku. Aku tidak ingin melihat wajah Tian yang pasti lagi cengar cengir.

Kudengar kekehan pelan dari Tian lalu kurasakan tarikan lembut pada lenganku dan membuatku menatap mata Tian dengan intens. "Jangan ngambek dong. Oke sayang?" katanya dengan suara yang mampu membuat aku tidak akan ngambek lagi padanya.

"Asal kamu turutin permintaan aku. Kamu masih inget kan janji kamu apa?"

Tian tertawa pelan lalu mengacak rambutku dengan sayang. "Masih. Oke. Kamu mau apa?"

Aku menatapnya dengan tatapan berbinar - binar. Aku sudah tidak kesal lagi dengannya. Hanya dengan Tian aku bisa begini. "Ice cream."

Tian menatapku dengan pandangan jahilnya dan aku tau , ada sesuatu yang akan terjadi.

"Kita bolos kerja ya?"

* * *

Boss and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang