Bab Enam - Boss and Love

107K 3.7K 42
                                    

Karena banyaknya vote dari kalian , aku post ceritanya hari ini padahal harusnya hari kamis minggu depan.

Dan aku rasa kalian udah ga sabar kan baca lanjutannya? *ngarep*

Happy reading guys! Hope you like it.

P.S : Cerita ini murni karya aku sendiri. Jadi ga ada copas ya!

------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Mau cerita? Siapa tau gue bisa bantu." kataku.

Kami sedang duduk di balkon kamar Adel. Sejak menangis tadi , Adel menjadi diam. Dan aku sangat khawatir.

Bukan. Lebih tepatnya sangat sangat khawatir.

"Adel? Ayolah , jangan diam terus. Gue khawatir kalau lo begini terus. Lo bisa cerita ke gue. Gue pasti bantu Adel." kata ku dengan serius.

Jaman sekarang apa sih yang ga bisa pake uang?

"Tapi sayang lo gak akan pernah bisa bantu , Sebastian."

"Kenapa?" tanyaku dengan kaget.

Adel menghela nafas lalu berkata dengan nada tercekat."Karena sekarang dia udah tenang disana. Meninggalkan gue tepat sehari setelah dia melamar gue."

What?

"Lo inget hari dimana gue langsung pergi keluar dari kantor tanpa izin sambil menangis? Itu hari gue kehilangan dia."

"6 bulan yang lalu bukan?"

"Iyaa. Betul."

Pantas saja setelah hari itu Adel libur tanpa alasan dan beberapa minggu kemudian dia kembali dengan wajah sedih.

"Namanya Alvaro. Sangat tampan. Manis. Dan sangat baik."

Aku merasa tidak senang mendengar Adel memujinya. Kenapa ya?

"Dia sangat baik. Gue pertama kali bertemu dengan dia di cafe. Kebetulan dia senior gue dulu. Dan yang gue tau adalah , gue selalu senang bersama dengan dia.

Aku hanya diam. Menunggu kelanjutan cerita Adel.

Adel tertawa hambar. "Mungkin lo pikir hidup gue mirip sinetron. Tapi itulah yang terjadi. Dimulai dari pertemuan kami di cafe sampai akhirnya kami jatuh cinta tiga tahun yang lalu."

Adel pun kemudian tersenyum miris. "Kadang hidup itu ga adil ya? Lo dibawa naik ke atas awan dan tiba - tiba di jatuhkan sekeras - kerasnya ke dasar. Dan asal lo tau itu rasanya sakit."

"Dia mengalami tabrakan di jalan tol. Saat itu hari hujan dan dia sedang dalam perjalanan kembali dari luar kota. Jalan licin... dan.. dia .. d-dia-"

Aku pun langsung memeluk Adel yang kembali terisak.

"Hei. Sudahlah. Gue rasa dia akan sedih ngelihat lo seperti ini terus."

Aku ingin sekali membantu mu! Aku ingin sekali mengambil rasa sakit itu dan biarlah rasa sakit itu aku yang merasakan nya. Jangan kamu , Adel!

"Kadang gue sering bertanya pada Tuhan , kenapa gue dipertemukan dengan Varo kalau pada akhirnya gue dipisahkan. Dan gue akhirnya sadar. Dia adalah salah satu dari sebagian warna yang Tuhan berikan buat hidup gue. Tapi tetap saja , gue gak rela. Mana ada orang yang mau dipisahin sama orang yang ia cintai? Tapi kalau takdir yang berkata begitu , gue bisa apa? Gue hanya bisa pasrah walau hati gue rasanya benar - benar sakit." kata Adel.

Aku melepaskan pelukanku. "Lo masih belum bisa melepaskannya ya?"

"Entahlah. Gue masih terus mencoba. Tapi kalaupun gue bisa , apa dia rela gue nanti bersama orang lain?"

"Gue yakin dia pasti ingin lo bahagia."

Melihat Adel begitu rapuh malam ini membuat hati ku terasa seperti di iris - iris.

Dan aku bahkan belum pernah merasa seperti ini walau sudah banyak mengencani banyak wanita.

Dan kini aku yakin , sejak pertama kali dia menginjak kan kaki nya dikantor ku dan aku mulai menjailinya dari hari pertama dia bekerja , buakn sekedar keisengan tanpa alasan belaka.

Dan untuk pertama kalinya , dengan yakin aku akan mengaku.

I already falling in love with her.

* * *

"Apaa? Kita bakal tinggal disini 2 hari lebih lama?" tanya Adel histeris lalu memasang wajah cemberut.

"Iya! Bagus kan ide aku? Gimana? Keren kan sayang?" kataku dengan senyuman.

Sejak aku yakin dengan perasaan ku , entah kenapa kini aku merasa lebih bahagia dan hidup. Aku senang dan lebih mudah tersenyum.

Setiap kali berada di dekatnya , hatiku terasa menghangat. Dan saat ia tersenyum padaku aku merasa jantungku berdegup kencang.

Dan kini , melihat wajah cemberut yang menggemaskan itu , aku selalu ingin tertawa. Berbagai ekspresi yang dikeluarkan oleh nya selalu bisa membuat ku tersenyum. Entah mengapa.

"Ah. Stop panggil gue sayang. Ngerti?" katanya lagi.

Ah itu. Dia tak tau kini betapa sulitnya aku mengeluarkan kata - kata itu padanya. Mungkin sebelum aku menyadari perasaan ku , kata itu sangat mudah diucapkan. Kalau sekarang? Jangan ditanya bagaimana susahnya.

"Adel sayang , kan gak ada salahnya kalau kita refreshing disini sebentar. Oke?" kataku dan tetap setia menggunakan embel - embel 'sayang'.

"Iya deh. Dan stop manggil gue sayang!"

"Kamu gak sopan ya? Aku ngomong dengan 'aku-kamu' kamu malah balas 'gue-elo'. Ckckck." kata ku.

"Iya deh. Aku gak sopan." katanya lagi lalu cemberut.

Yes! Dia mau nurutin kata - kataku! Suatu kemajuan yang sangat bagus!

"Gitu dong! Jadi sekarang kita mau kemana dulu nih?"

* * *

Oke , aku akuin sekarang sejak pulang dari Bali , Sebastian menjadi lebih lembut padaku. Sikap nya kini padaku sangat berbeda. Yah walau kadar keisengannya masih dalam skala 10 , tapi aku senang.

"Adel. Ayo turun. Sekarang udah jam makan siang. Kamu gak mau makan?"

"Bentar lagi yah Tian. Tanggung nih." kata ku.

"Aku gak peduli. Aku gak mau kamu sakit. Ayo!"

Deg. Kenapa kata - katanya sangat mirip dengan Varo?

"Sayang , ini sudah jam makan siang. Kamu makan gih." kata Varo di telfon.

Aku tertawa. "Sebentar lagi oke? Kerjaan ku dikit lagi selesai. Aku janji , setelah ini selesai , aku bakal makan. Oke?"

Terdengar helaan nafas diujung sana. "Sayang , aku gak peduli walau kerjaan mu tinggal dikit lagi. Aku mau kamu sekarang makan. Aku gak mau kamu sakit. Oke?"

"Adel! Kamu jadi makan gak sih?" kata Sebastian menyadarkan ku.

"Ah iya. Aku akan makan siang."

"Bagus. Aku tunggu ya." kata Sebastian lalu tersenyum lembut padaku.

Deg. Kenapa aku menjadi deg-deg an ya?

Ada apa dengan ku?

* * *

Gimana? Bagus gak?

Oh ya , aku bakal buat point of viewnya Edward di part selanjutnya loh! Keren kan?!

Ah ya. 20 votes and 15 comments for next chapter.

Oke?!

Author.

Boss and LoveWhere stories live. Discover now