CHAPTER 10 - [The Savior]

8.4K 1K 77
                                    




Sesekali Se-hun melirik ke samping saat melewati pertigaan maupun perempatan sembari memastikan apakah Hee-ra masih mengikutinya. Sebenarnya, ia sudah sadar sejak keluar dari hotel, tapi apa daya? Ia tak mungkin mengusir Hee-ra dan akhirnya memilih untuk membiarkan gadis itu mengikuti diam-diam. Tentu saja saat ada kesempatan Se-hun harus berlari sekencang mungkin. Dengan begitu, kemungkinan Hee-ra akan menyerah dan memilih kembali.

Akhirnya kesempatan yang dinanti tiba, Se-hun berlari dan bersembunyi sebelum Hee-ra menyadarinya. Ia mengamati Hee-ra yang kalut dalam bingung karena kehilangan jejaknya. Se-hun terus diam sampai punggung gadis itu berbalik dan menghilang di balik perempatan.

Namun, hatinya berkata lain, pikiran buruk mengenai hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada Hee-ra muncul begitu saja, membuat Se-hun menghela napas frustasi dan memutuskan untuk melupakan niat awalanya—membunuh Kenta—dan mencoba menemukan Hee-ra yang sudah menghilang sejak beberapa menit lalu.

Se-hun mengacak rambut frustasi, kesal karena kehilangan jejak gadis itu. Seharusnya ia membiarkan Hee-ra tetap mengikuti dan membawanya kembali, bukannya malah bersembunyi seperti pecundang.

Tiba-tiba, telinganya mendengar kegaduhan. Tanpa basa-basi, ia segera berlari, mencari tahu apa yang terjadi. Betapa terkejutnya Se-hun saat mendapati Hee-ra berusaha menyobek gaunnya yang tersangkut di paku, sementara dua orang pria menyusul dari belakang.

Mungkinkah mereka mengincar Hee-ra?

Opini tersebut makin kuat ketika Hee-ra terlihat ketakutan menyadari dua pria tadi semakin dekat. Dengan sekuat tenaga, Hee-ra kembali berlari. Kesempatan ini tentu tak disia-siakan Se-hun. Dengan sigap pria itu menengah, menghalangi Hee-ra dengan membiarkan gadis itu menabraknya.

Se-hun dengan cekatan menahan lengan Hee-ra agar mereka tidak terjatuh ke belakang. Ekspresi ketakutan yang semula meliputi Hee-ra, kini berubah saat gadis itu mendongak dan mendapati Se-hun telah bersamanya.

"Oh Se-hun?" ucap Hee-ra seolah tak percaya Se-hun memang berdiri di depannya.

Tak ayal, tatapan Hee-ra membuat Se-hun terpana beberapa saat, untungnya, ia bisa mengontrol diri dan kembali fokus pada dua orang pria yang kini berjarak beberapa meter dari mereka. Tanpa meminta persetujuan, Se-hun langsung menarik lengan Hee-ra agar berlindung di belakangnya.

"Kumohon jangan melawan mereka, kau bisa terluka!" pinta Hee-ra sambil mencengkeram baju Se-hun dan bersembunyi di balik punggung pria itu.

Mungkinkah Hee-ra mengkhawatirkannya?

Namun Se-hun menggeleng. "Lari dari masalah akan mendatangkan masaha lain. Kau tidak perlu khawatir," balasnya, kemudian melepaskan genggaman Hee-ra dari bajunya dan berlari mendekati dua pria tadi.

Hee-ra merasa tak mampu melihat apa yang akan terjadi. Ia terduduk di tanah, menutupi matanya dengan kedua tangan sementara bunyi gaduh dari suara kesakitan dan pukulan semakin memekakan telinga. Ia memang tidak mengintip sama sekali, tapi ia berani bersumpah bahwa Se-hun tidak mengaduh sedikitpun.

Waktu seolah berjalan lambat, suara-suara kesakitan yang saling bersautan di telinga semakin membuat jantungnya berdebar tak karuan. Bunyi pecahan kayu yang begitu keras juga pukulan sepertinya tak cukup membuat rumah di sekitar mereka terbuka. Ke mana sebenarnya orang-orang ini? Kenapa mereka seolah tak peduli pada apapun yang terjadi?

Hee-ra menangis tertahan, ia hanya terisak, tak mau meraung dan terus berharap semoga Se-hun baik-baik saja. Sejahat apapun Se-hun, Hee-ra tidak menginginkannya pergi secepat ini. Sungguh, jauh dalam hatinya yang sangat jarang terjangkau, Hee-ra menyayangi Se-hun. Perasaan yang dipendamnya dalam-dalam sampai kadang terlupakan, terselimuti kabut ketakutan juga kebencian yang lebih besar hingga menenggelamkan suatu kenyataan.

Salted Wound [Sehun - OC - Kai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang