6. OLAHRAGA [REPOST] 2

Mulai dari awal
                                    

"Gak sih kayanya. Pak Nurdin gak bakalan marah kalau kita jujur. Lagian kita telat olga kan gara-gara bantuin Bu Lisa buat meriksa ulangan."

"Iya juga sih," kata Jihan membenarkan perkataan Kejora. Namun tetap saja ia merasa risau. "Tapi tetep aja gue takut. Eh lo udah selesai belum Ra? Yuk buruan kita ke lapangan."

"Udah-udah. Kita naruh baju aja dulu ke kelas," katanya membuat Jihan mengangguk. Kini kedua perempuan itu berjalan keluar kamar mandi untuk menuju ke kelas mereka dan menaruh barang-barang mereka di kolong bangku.

"Ra-Ra rame banget. Gila gue takut banget sumpah dimarah sama Pak Nurdin," kata Jihan ketika mereka sudah sampai di lapangan dan berdiri di dekat sebuah pohon besar.

"Gak bakalan. Ayo dah lo lama amat," kata Kejora sambil menarik tangan Jihan dan kini kedua perempuan itu menuju ke ring basket—di mana Pak Nurdin sedang duduk dan memberikan pengarahan. Kening Kejora mengerut melihat kelas XII IPA 5 duduk bersebelahan dengan anak-anak kelasnya. Pasalnya kelas Kejora merupakan kelas XII Bahasa 2 yang hanya khusus olahraga satu kelas tapi kali ini ada kelas lain yang ternyata juga ikut bergabung olahraga.

"Maaf Pak kita terlambat!" kata Kejora ketika ia dan Jihan sudah berada dekat dengan Pak Nurdin. Sekarang semua mata memandang kedua perempuan itu.

"Oh kalian. Lala udah kasi tau kalau kalian bantuin Bu Lisa buat meriksa jawaban ulangan," katanya dengan jelas membuat Kejora dan Jihan mengangguk.

"Iya Pak," kata Jihan.

Sekarang dari arah yang berlawanan datang seorang laki-laki yang menggunakan baju olahraga yang sama dengan mereka cuman baju olahraga itu sengaja dikeluarkan dari celana olahraganya. Ia juga baru datang dengan napas tersengal.

"Maaf Pak saya terlambat," kata Galaksi, sopan. Sekarang dialah yang dipandang oleh seluruh mata yang ada di lapangan.

"Kenapa kamu terlambat?" tanya Pak Nurdin.

"Dihukum Pak Maman tuh Pak! Ketauan ngerokok di kantin!" celetuk Nyong lalu gelak tawa kelompok Galaksi terdengar membuat Galaksi menatap satu-persatu orang-orang yang sedang menertawakannya. Tawa itu kini mereda dengan cepat setelah Galaksi melempar tatapan tanda-tanda bahwa ia tidak suka ditertawakan layaknya orang bodoh. Layaknya ia sebuah lelucon.

"Ampun ketua! Ampunnn! Peace, Bro. Peaceeeee!" Nyong mengangkat satu tangannya tinggi-tinggi menjadi bentuk tanda peace.

"Awas ntar Galak ngamuk. Mati lo tinggal nama doang," kata Bams. Cowok berambut pompadour itu duduk di paling belakang.

"Ngerokok lagi Galaksi?" tanya Pak Nurdin terdengar marah. "Ini sekolah. Kalau diluar saya gak peduli kamu mau ngerokok atau gak itu bukan urusan saya. Asal jangan ngerokok di sekolah."

Galaksi hanya diam. Wajahnya tidak merunduk namun tatapannya lurus ke depan, tertuju pada Kejora yang juga menatapnya.

"Diapain Pak Maman kamu?"

"Disuruh berdiri di ruang kepala sekolah," kata Galaksi tegas membuat Pak Nurdin mengangguk-anggukan kepalanya. Guru bertopi putih itu sedang menulis sesuatu di buku jurnal kelas.

"Mundur enam langkah," suruh Pak Nurdin membuat Galaksi berdecak malas lalu mundur dengan ogah-ogahan. "Dua langkah lagi," katanya membuat Galaksi mundur selama dua langkah lagi dan sekarang ia berada tepat di belakang garis lapangan.

"Berdiri di sana. Jangan kemana-mana. Kamu gak boleh ikut pelajaran saya," katanya membuat Galaksi mendengus.

"Ngerti gak?"

"Iya Pak ngerti."

"Gak boleh duduk. Gak boleh geser sana sini. Kalau kamu duduk atau geser dari sana, hukuman kamu bakalan saya tambah."

GALAKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang