'Oppa?' celetuk Zen, 'Zen Oppa?'

'Ampuh, kan?' balasku santai.

Zen tertawa renyah, 'cara itu tidak akan pernah terpikir olehku, Mika..'

Kuambil tiga lembar tisu dari dalam tas dan mengusapkannya di dahi Zen yang basah oleh keringat. Matanya yang sewarna anggur merah melebar, menatapku lekat-lekat. aku tersenyum kecil dan memastikan tidak ada lagi keringat yang mengalir di dahinya.

'Jadi..' kata Zen. Aku tahu ia gugup, tapi ia berusaha menutupinya, 'kemana kita?'

'aku tidak tahu,' jawabku cepat.

'apa? kau tinggal disana beberapa hari terahir ini dan kau tidak tahu-'

'Zen..' potongku, 'aku baru saja menginjakkan kaki di negeri ini tiga hari yang lalu..'

'eh? Kau bukan-'

Aku menggeleng.

'ah, pantas saja..' Zen menggaruk kepalanya yang tidak gatal, 'lalu bagaimana? aku tidak tahu dimana apartemen itu. hanya Seven dan V yang tahu. Coba tanya Seven.'

'tidak mau. Aku tidak mau mendengarnya tertawa puas seperti pagi tadi.'

'daripada kau tidak bisa pulang,' celetuk Zen.

Aku menghela nafas panjang, Zen benar.

Akhirnya aku menekan nomor ponsel Seven. Tapi ia tidak menjawab. Kucoba lagi, lagi dan lagi, hasilnya sama saja.

'Mungkin Seven sedang sibuk,' kata Zen.

'lalu bagaimana..?' tanyaku bingung.
Suara yang aneh mencuri perhatian kami. Aku menoleh kearah Zen.

'Kau lapar?' tanyaku penasaran.

Zen menggeleng, 'mungkin kau yang lapar, Mika. Kau sudah makan?'

Aku menggeleng. Aku bahkan tidak ingat kapan aku makan hari ini.

'Makan siang? Makan pagi?' tanya Zen lagi.

Aku hanya tersenyum canggung.

'Oke, kita makan dulu. Ada yang ingin kau makan?' tanya Zen.

'entahlah.. sandwich? Ramen?' jawabku cepat, 'ah! Kesana saja!'
Aku menarik Zen dan berlari kecil menuju mini market yang hanya berjarak lima toko dari tempat kami duduk. Tangan Zen jauh lebih besar dariku, dan hangat. Spontan aku melepaskan genggaman tanganku.

Jangan, Mika.

'Mika?' panggil Zen.

'Maaf, aku-'

Kali ini Zen yang menggenggam tanganku, 'Ayo,' kata Zen. Senyum di wajahnya membuat nafasku berhenti sesaat dan jantungku ingin keluar dari rongganya.

Mika, ini buruk, Mika.

Ini tidak boleh terjadi. tidak boleh, Mika.

Setelah menyeduh ramen yang kubeli dan mengambil sebotol air mineral, aku menghampiri seorang lelaki paruh baya yang sedang memberi kembalian pada seorang wanita lanjut usia.

'ini saja?' tanya lelaki itu.

Aku mengangguk dan mengeluarkan dompetku.

'Aku saja,' kata Zen, 'Berapa?'

Zen langsung membayarnya dan kami duduk di kursi kosong yang menghadap ke jalan.

'Terima kasih. Lain kali aku akan mentraktirmu,' kataku sambil meneguk air mineral itu. segar sekali.

'Tidak perlu, tidak apa-apa,' kata Zen.

'Sudah makan, Zen?' tanyaku saat aku berhasil menelan ramen itu. panas.

mistakesحيث تعيش القصص. اكتشف الآن