Hmm, belum.. mungkin geser sedikit.. belum juga.. ah, akhirnya..

Senyum kemenangan menghiasi wajahku saat aku berhasil membuka laci itu. Hm? Apa ini? CD? Nama-nama yang tertera pada CD itu adalah nama tamu yang hadir dua tahun lalu, tapi aku tidak menemukan namaku atau namanya. Tapi, tunggu dulu. Seingatku ini nama-nama politisi dan pengusaha yang hadir. Tidak semua, memang, tapi tidak ada nama dari organisasi sosial atau badan amal yang tertulis disini.

Tanpa mempedulikan ponsel yang berdering lagi, lagi dan lagi, kunyalakan komputer Rika.
kubalas semua email baru yang ada sambil berharap jawabanku ini tidak mengecewakan mereka. semoga mereka akan hadir dan meramaikan pesta, kataku dalam hati.

segera saja kubuka salah satu CD itu.
hm? File audio?
Apa ini? Rekaman suara Rika dan seorang lelaki?
Kudengarkan rekaman itu dengan seksama. Begitu juga dengan semua CD yang memenuhi laci itu.
Lemas aku bersandar di kursi, setidaknya aku mengerti kenapa Rika, V dan Seven orang merahasiakan tempat ini. Rika, pekerjaanmu menjijikan, omelku dalam hati sambil mengulang semua yang kudengar di dalam kepalaku.
Segera saja kubereskan semua CD itu dan kukembalikan ke tempat mereka yang seharusnya - dengan urutan yang sama, lalu mataku tertuju pada laci di sebelahnya yang masih tertutup rapat.

Kali ini apa yang kau sembunyikan, Rika?

Dengan jepit rambut yang sama, aku membuka laci itu. laci yang nyaris kosong. Hanya sebuah peta dengan tanda 'x' di daerah pegunungan. Meski kecewa karena tidak banyak yang kutemukan di laci itu, aku membuka aplikasi peta di ponsel dan mulai mencari lokasi 'x' yang ada di peta Rika.

Hm? Sebuah bangunan?

Kutandai lokasi itu di aplikasi peta yang ada di ponsel ini lalu mengambil sebuah jaket bertudung sewarna langit senja. Kumasukkan ponsel dan dompetku kedalam saku jaket itu. ada sedikit keraguan saat aku melangkah keluar. Aku tidak familiar dengan tempat ini. Tapi sudahlah, selama aku bisa menggunakan bahasa mereka, rasanya aku akan baik-baik saja.

*

Matahari mulai bergerak turun tapi tempat itu tak kunjung kutemukan.
Aku tahu aku buta arah. Mereka semua meragukan kemampuanku mencari dan menunjukkan jalan yang benar. Bukan sekali dua kali mereka tersesat karena aku. tapi yang sekarang kugunakan adalah aplikasi peta yang bisa dibilang cukup bagus. Seharusnya aku tidak akan tersesat saat mencari suatu tempat dengan menggunakan peta ini - tapi sekarang aku ada di daerah pegunungan setelah dua atau tiga jam perjalanan dan aku tidak tahu lagi sekarang aku ada dimana.

Tidak ada bangunan seperti yang peta itu tunjukkan meski aku berdiri tepat di tempat yang peta itu tunjukkan. Apa aku salah baca peta? Tapi peta itu yang memberitahuku kemana harus pergi. Memang benar ini daerah pegunungan dan seharusnya..

Seharusnya tempat itu ada disini.
Aku menghela nafas panjang.
Lautan pepohonan yang terhampar luas di depan mataku. Hanya pepohonan dan jalanan yang lengang. Lemas aku berjalan menuju halte bus terdekat. Bus yang akan membawaku kembali akan datang satu setengah jam lagi.

Bagus.

Aku duduk di halte itu dan mengeluarkan ponsel dari saku.
Ponsel itu masih berdering.

'Mika!' sapa Yoosung.

'Hey, Yoosung!' balasku cepat, 'Jumin, Seven, halo..'

'Sedang apa? sepertinya kau sangat sibuk belakangan ini,' lanjut Yoosung. 'apa mungkin.. kau sibuk mempersiapkan pesta?'

'begitulah.. terima kasih atas rekomendasi tamunya,' balasku, 'fotografer, raja minyak, hacker.. ah, seorang pemburu hantu telah menghubungiku.'

mistakesHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin