'Ah, aku ingat, aku punya kenalan pemburu hantu. Aku akan menghubungi mereka. aku yakin mereka bisa membantumu dan mungkin kau bisa mengundang mereka,' jawab Seven.

Aku mendengus, 'ide bagus,' mulutku terkatup rapat, 'Seven!!'

Suara tawa Seven memekakkan telingaku.

'Hantu?? Hmf, Mikaaa.. kalau memang sekarang ini ada hantu Rika di dekatmu, aku yakin kameraku pernah merekamnya - dan - pffft - apa itu!? hantu Rika!?' lanjut Seven di sela-sela tawanya yang membuat telingaku sakit, 'Maaf, Mika, tapi - tapi ini - sudah lama sekali aku tidak tertawa seperti ini-'

Dan tawanya kembali memekakkan telingaku.

'Agh, Seven!!'

Ia tidak mendengar, masih sibuk dengan tawanya yang tidak bisa berhenti. Kuharap perutnya kaku sampai ia tidak bisa duduk atau berdiri. Kesal, kumatikan sambungan telepon itu. aku yakin Seven belum sadar sambungan itu telah tiada.

Aku menelepon orang yang salah, omelku dalam hati. tapi aku tidak mungkin menelepon Jaehee atau Jumin. Mereka tidak akan mempercayaiku meski mungkin reaksi mereka lebih bisa diterima akal sehat. Aku tidak mungkin menelepon Yoosung. Sepertinya dia juga takut hantu. Lagipula Yoosung masih belum bisa merelakan kepergian Rika. Aku tidak mau Yoosung memaksakan diri datang kesini dan tinggal disini dengan harapan bisa bertemu dengan Rika versi tembus pandang. Sedangkan Zen.. entahlah.

Aku membuka messenger yang Seven buat dan membaca obrolan yang telah kulewatkan.

'Mika,' sapa Zen.

'Zen.. apa kau percaya bahwa hantu itu ada?' lagi-lagi jariku bergerak sendiri.

'Hm? Hantu?' ulangnya, 'Tidak. aku tidak percaya. aku memang belum pernah melihat hantu dengan mata kepalaku sendiri dan aku tidak ingin melihatnya,' jawab Zen, 'Kenapa?'

'ah, tidak. tidak apa-apa. lalu bagaimana dengan audisi peran utamamu?' aku berusaha mengalihkan pembicaraan.

'Tebak,' balas Zen singkat.

'kau dapat peran itu?' aku balik bertanya, 'Ayolah, kau pasti dapat peran itu, benar kan?'

'Lololol, benar sekali, aku dapat peran itu!'

'Zen! Selamat! Aku tahu kau pasti dapat peran itu!'

'Oh, Mika. Dan Zen?' Jaehee muncul tiba-tiba.

'Halo, Jaehee,' sapaku sambil memperhatikan lemari dokumen milik Rika. Dua buah laci yang berada di bawah lemari itu tampaknya belum sempat kusentuh. Sempat terfikir untuk membuka laci itu, tapi aku mengurungkannya.

Aku tidak ingin Rika yang tembus pandang muncul di depanku hanya karena ia tidak ingin aku melihat apa yang tersimpan di laci itu.

Tapi, benar kata Seven dan Zen. Hantu itu tidak ada. dan hantu mana yang beraksi saat matahari bersinar?
Sudahlah, apapun yang akan terjadi nanti, akan kuurus nanti.

Kuharap dia kenal seseorang yang bisa mengusir hantu.

Aku meraih pegangan bulat yang menempel di tengah laci itu, tapi aku tidak bisa membukanya. Terkunci. Aku membuka laci-laci yang ada di dekat komputer, di ruang tengah, di semua ruangan, termasuk wadah penyimpan es dan tempat penyimpanan sayuran di dalam kulkas tapi aku tidak berhasil menemukan kunci yang kucari.
Tapi aku tidak kehabisan akal.
Mengingat rambut panjang yang tergerai dibalik punggung Rika, aku yakin Rika pasti punya itu. Dan tebakanku tepat. Aku menemukan beberapa jepit rambut di dalam laci meja rias Rika. Tanpa pikir panjang kuambil sebuah jepit rambut hitam dan memasukkannya kedalam lubang kunci. Di saat seperti ini aku merasa ketrampilan remeh yang ia ajarkan padaku ternyata sangat berharga.

mistakesWo Geschichten leben. Entdecke jetzt