XXV

528 9 0
                                    

Kuda Tan Hong adalah kuda jempolan, kuda In Loei — hadiah dari Ie Kiam juga adalah kuda pilihan, maka itu, dalam sekejap saja keduanya sudah berada di luar kota kecamatan Yangkiok itu, lantas mereka candak si imam, yang telah melarikan kudanya.

"Berhenti!" teriak Tan Hong kepada imam itu.

Heran agaknya si imam, dia menoleh, tetapi segera dia tertawa besar.

"Kau tahu aku kekurangan uang untuk ongkos perjalanan, apakah kau hendak mengantarkan aku?" dia tanya, sikapnya wajar.

Tan Hong tidak pedulikan sikap orang berlagak pilon itu.

"Di rumah makan ada banyak orang, tidak merdeka untuk bicara di sana," ia jawab.

"Tootiang, apakah sampai di sini masih kau hendak bergurau?" Imam itu perlihatkan roman suram secara mendadak.

"Siapa main-main denganmu?" dia kata.

"Jikalau tootiang tidak main-main, aku minta kau memberi keterangan tentang dirimu kepadaku," Tan Hong minta.

"Selama hidupku aku mencopet, belum pernah aku gagal", berkata imam itu, "sayang hari ini, aku telah dipergoki kau. Uangmu telah aku bayar kembali, apa perlunya kau susul aku? Bukankah itu berarti bahwa kau, tuan besar yang mempunyai banyak uang, hendak mempermainkan aku? Hm, hm! Baik kau rasakan pedangku ini!"

Dia berkata dengan wajar, tidak mirip dia hendak bergurau, setelah itu segera dia hunus pedangnya, untuk lantas menikam dengan tikaman "Kimtjiam inshoa" atau "Jarum emas memimpin benang."

Tan Hong berkelit, atas mana, tiga kali ia diserang saling susul, hingga ia mesti terus-menerus mengegoskan diri, tetapi karena ini, ia lihat ilmu pedang orang mirip dengan ilmu pedang Lianhoan Toatbeng kiam dari Boetong Pay. Ia menjadi heran.

Si imam masih tidak puas, masih ia keluarkan kata-kata yang tak sedap didengar.

"Kau andalkan kudamu yang keras larinya, apakah itu perbuatan satu enghiong?" (Enghiong = orang gagah, satu laki-laki).

Heran Tan Hong atas kelakuan orang yang jumawa itu.

"Mungkinkah dia hendak mencoba-coba ilmu pedangku?" ia dapat pikiran. Maka terus ia lompat turun dari kudanya, akan segera menjawab: "Baiklah, akan aku temani tootiang untuk beberapa jurus..."

Imam itu sudah lantas lompat turun dari kudanya, sambil berlompat, ia menghampiri si anak muda, maka itu, begitu menginjak tanah, ia bisa mendahului dengan tikamannya ke arah jalan darah hoenboen hiat dari Tan Hong.

Tentu saja anak muda itu menjadi mendongkol, karena ia kenali tikaman yang berbahaya itu, maka setelah menangkis dengan "Hengkee kimliang" atau "Melintangkan penglari emas," ia lantas membalas dengan "Kimtjiam hielong" atau "Kodok emas membuat main gelombang," disusul dengar dua tikaman lainnya, hingga si imam jadi kaget juga. Sebab ketiga tikaman itu mengarah bahagian-bahagian tubuh yang berbahaya.

"Sungguh liehay!" dia berseru. Dengan gesit ia elakkan dirinya, habis mana, lagi sekali ia menyerang.
Diam-diam Tan Hong kagumi ilmu silat pedang orang itu.

"Dia jauh terlebih liehay daripada Siong Sek Toodjin," ia berpikir. "Ia mesti salah satu ahli silat dari Boetong Pay."

Oleh karena ini, Tan Hong lantas melayani terus dengan perhatian. Ia segera keluarkan ilmu pedang "Pekpian Hian Kee Kiamhoat-nya," maka berbareng dengan kelincahannya, kegesitannya, ia menikam dan membabat dengan berulang-ulang, ke segala arah, ke delapan jurus.

Imam itu melepaskan napas lega setelah ia dapat membela diri dari pelbagai serangan yang berbahaya itu, ia baharu hendak melakukan pembalasan, atau di luar dugaannya, si anak muda kembali menyerang padanya, dengan tikaman "Inheng Tjinnia" atau "Mega melintang di atas bukit Tjinnia" yang diubah menjadi sabatan "Soatyong Lankwan" atau "Salju menindih kota Lankwan."

Thian San 2 : Dua Musuh Turunan (Peng Cong Hiap Eng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang