XXIII

535 6 0
                                    

Dengan berisik terdengarlah suara terompet di dalam pasukan perang Watzu, disusul gemuruhnya suara tambur perang, lalu di atas gunung terlihat berkibarnya sehelai bendera besar dengan tanda hurufnya "Komandan." Dan satu perwira Mongolia,yang dandan sebagai pangeran, kelihatan bercokol di atas kudanya di atas gunung itu. Dengan cambuknya, pangeran itu menunjuk ke arah depan.

Dia itu adalah Thaysoe Ya Sian, orang yang pegang kekuasaan besar atas bala tentera Watzu. Dia sedang pimpin barisannya, akan hajar tentera kerajaan Beng itu, yang dicegat sana sini, hingga tentera itu jadi kalut sekali.

Dalam keadaan kacau itu, sekonyong-konyong di sebelah timur, muncul satu pasukan Beng yang mengibarkan bendera naga, ketika tentera Watzu lihat bendera itu, mereka lantas saja berteriak-teriak: "Ha, raja Bengtiauw ada di sana!"

Menyaksikan itu Tan Hong kertek gigi.

"Sungguh Ong Tjin jahat sekali!" kata dia dalam hatinya. "Nyatalah dia masih kuatir musuh tidak tahu di mana adanya Sri Baginda!"

Sebab maksud dikibarkannya bendera raja itu adalah untuk memberi tanda kepada musuh, agar musuh ketahui di mana adanya raja.
Kaisar Kie Tin dari Kerajaan Beng telah terkurung satu hari dan satu malam di benteng Touwbokpo, ia berkuatir bukan main. Ia telah saksikan angkatan perangnya telah dihajar rusak oleh musuh, sampai ia tidak sanggup mengumpulkan dan menyusunnya pula dengan sempurna. Ia sekarang hanya mengandalkan kepada Thio Hong Hoe serta pasukan pengawalnya sendiri. Begitulah ia ajak komandan dari Kimie wie itu membicarakan soal menoblos kurungan musuh.

Raja dan pahlawannya ini tengah berbicara tatkala mereka lihat Ong Tjin berlari-lari datang dengan muka terpucat-pucat, dan begitu tiba di hadapan raja, orang kebiri itu perdengarkan suaranya yang tak wajar: "Sri Baginda, celaka! Tentera lapis besi musuh sudah sampai di muka kubu-kubu! Lekas Sri Baginda titahkan Thio Tongnia pergi menangkis mereka!....."

Selagi raja tercengang, Thio Hong Hoe sudah perdengarkan suaranya: "Jangan kaget,Sri Baginda!" demikian pahlawan ini. "Hari ini, meski mesti kurbankan jiwa, hambamu akan lindungi Sri Baginda menoblos kurungan!"

Sehabis mengucap demikian, pahlawan ini segera lari keluar, untuk wujudkan katakatanya,guna memukul mundur musuh.

Seberlalunya pahlawan itu, tiba-tiba saja Ong Tjin tertawa menyeringai. Tidak lagi ia bermuka pucat dan beroman sangat ketakutan seperti tadi. Ia malah bergembira.

"Sri Baginda," berkata dia, "hari ini habis sudah harapan kita, kecuali kita menyerah dan menakluk, tidak ada lain jalan hidup pula. Hambamu mohon agar Sri Baginda sudi pergi ke tangsi Watzu untuk mohon perdamaian....."

Kaisar kaget bukan main mendengar perkataan hambanya ini.

"Cara bagaimana aykeng dapat mengatakan begini?" dia tanya. "Aykeng" berarti "menteri yang dicintai."

Ong Tjin tidak menjawab rajanya itu, yang masih menghargai padanya. Dengan tibatiba ia perlihatkan roman bengis.

"Mana pahlawanku?" dia memanggil. Atas panggilan itu, dari luar kemah muncul pahlawan dorna kebiri itu, dan raja, tanpa berdaya, sudah lantas saja diringkus.

Hong Hoe sendiri, selekasnya dia tiba di luar kemah, dia kaget bukan main. Dia telah saksikan dikereknya bendera naga. Seperti Tan Hong, segera dia insyaf akan akal muslihatnya Ong Tjin yang jahat itu. Sebenarnya ingin dia kembali ke dalam kemah, akan tengok junjungannya, akan tetapi tentara Watzu benar-benar sudah menerjang, terpaksa ia maju terus, untuk melakukan perlawanan. Hebat untuknya, dengan lekas ia telah kena dikurung musuh, yang telah memutuskan jalannya kembali kepada rajanya.

Sementara itu, darah In Loei bergolak-golak saking murkanya.

"Toako, mari kita bunuh Ong Tjin, untuk menolong Sri Baginda!" ia ajak Tan Hong.

Thian San 2 : Dua Musuh Turunan (Peng Cong Hiap Eng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang