XXI

556 7 0
                                    

Biar bagaimana juga, Tan Hong adalah seorang yang keras hatinya, yang cerdas, maka setelah memikir sebentar, dapat ia legakan hatinya. Ia anggap tak usah ia pikirkan soal bisa keluar atau tidak, ia hanya harus meyakinkan dahulu kitab itu. Demikian ia bertekun dengan kitab itu.

Mulanya Tan Hong mulai merasa lapar, akan tetapi setelah meyakinkan kitab, ia merasa lega, hingga selama setengah hari, ia dapat merebahkan diri dan tidur pulas. Ketika ia mendusin, tidak tahu ia sudah jam beberapa waktu itu. berbagai batu permata bersinar terang sekali.

"Coba aku melatih diri," pikir Tan Hong kemudian. Ia ingat Taylek Kimkong Tjioe dari toasoepee-nya, maka lantas saja ia hajar pintu kumala dengan kepalannya. Pukulan itu menerbitkan suara yang keras, pintu tidak terbuka, tapi suara itu sudah menyatakan bahwa ia telah peroleh hasil.

Kelaparan satu hari, Tan Hong rasakan ia masih dapat melawannya, yang hebat adalah keringnya kerokongannya disebabkan dahaganya. Umumnya siapa kelaparan terus menerus, dalam tempo tujuh hari baharulah ia akan terbinasa sendirinya, tapi apabila orang tidak minum, kekuatan bertahannya cuma tiga hari atau ia akan meninggal dunia.Sekarang ia mencoba menguatkan hati, untuk menahan serangan lapar dan haus itu.Sementara itu, ia telah selesai membaca kitab "Hiankong Yauwkoat" itu, ia sudah sanggup menghafal di luar kepala. Hasilnya luar biasa, yaitu ia dapat mengurangkan rasa haus dan laparnya itu.

Selagi Tan Hong menghafal terus, tiba-tiba kupingnya mendengar satu suara perlahan. Segera ia memasang kuping. Ia dengar suara seperti orang sedang menggali tanah, sedang membongkar. Ia perhatikan arah dari mana suara itu datang.

"Siapa?" ia berseru sambil lompat setelah ia ketahui tempat asalnya suara itu, ialah arah pintu. Itu pun suara seperti orang tengah membongkar batu keras.

Tidak ada jawaban dari luar, kecuali suara membongkar batu itu, yang masih tetap terdengar.

Dalam penasarannya, Tan Hong kerahkan tenaga di tangannya, lalu ia hajar pula pintu batu kumala itu. Pukulannya itu mendatangkan suara keras sekali, akan tetapi pintu tidak rubuh, bergeming pun tidak. Sebaliknya, tangan si penyerang dirasakan sangat sakit,seperti tangan itu hendak copot.

"Tidak sembarang alat besi dapat menggempur rubuh pintu ini." ia pikir kemudian.

"Siapa itu di luar?" kembali ia tanya. "Kalau kamu hendak menolong aku, kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku?"

Tetap tidak ada suara yang menyahuti. Cuma terus terdengar suara menggali tanah itu.

"Inilah hebat," pikir Tan Hong. Dari suara galian itu, ia duga orang yang bekerja cuma bersendirian. Apakah artinya tenaga satu orang? Bukankah ia tetap terancam bahaya kelaparan dan kehausan itu?

Tengah ia berpikir, Tan Hong lihat tanah gempur di bawah pintu, lantas ia gunakan pedangnya, akan mengorek ke arah itu, habis mana terlihat satu sinar kecil masuk dari bawah pintu. Teranglah, orang di sebelah luar sudah berhasil membongkar dan membuat lobang itu, yang besarnya sejari tangan. Ia menjadi lega, tapi ia pun heran.

"Apakah artinya ini?" ia menduga-duga. "Mungkinkah orang membuat liang supaya dia dapat menceploskan barang makanan untukku? Tapi liang ini masih terlalu kecil....."

Ia memasang kuping. Ia dengar suara menggali di sebelah luar telah berhenti. Sebagai gantinya terdengar suara lain, seperti orang mendorong dengan suatu benda keras. Ia lantas saja mengawasi.

Tiba-tiba terlihat suatu sinar berkilau, warnanya kuning emas. Segera tertampak diceploskan satu kunci emas. Ketika Tan Hong sambuti itu, ia dapat kenyataan anak kunci itu mirip dengan kepunyaannya. Sebagai seorang yang cerdas, ia lantas dapat menerka maksud orang. Maka tanpa membuang waktu sedetik juga, ia coba masukkan anak kunci itu keliang kunci pintu batu kumala itu. Begitu lekas ia memutar, daun pintu menjeblak dan satu nona cantik, dengan wajah tersungging senyuman manis, tengah berdiri di muka pintu, mengawasi kepadanya.

Thian San 2 : Dua Musuh Turunan (Peng Cong Hiap Eng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang