II

1.3K 10 0
                                    

In Ceng masukkan surat darah itu, yang ia baru tulis tiga bulan yang lalu, ke dalam sakunya si bocah, terus ia dongak dan tertawa.

"Tidak kusangka bahwa aku, In Ceng, masih dapat menyingkir dari negara asing dan dapat kembali ke negara sendiri," katanya. "Aku harap semoga Thio Cong Ciu si jahanam tidak mati siang-siang supaya dia sendirilah terima pembalasan sakit hati dari cucuku! Cia Hiapsu, aku minta sukalah kau memandang mukanya anakku si Teng dengan terima bocah ini sebagai muridmu."

Thian Hoa ragu-ragu, maka itu, ketika ia menjawab, ia menjawab dengan perlahan.

"Hal ini baik nanti saja dibicarakan lagi," demikian jawabnya. "Oh, loopeh, aku minta jangan kau salah mengerti! Sama sekali bukannya aku menampik, tetapi aku sedang berpikir untuk carikan dia guru yang cakap."

Thian Hoa dan Tiauw Im bersama In Teng ada saudara seperguruan, guru mereka adalah Hian Kie It-su yang bergelar Thian hee Tee it Kiam-kek," ahli pedang nomor satu di kolong langit."

Guru itu bukan melainkan pandai ilmu pedang, ia mahir juga lain-lain kepandaian, yang semua bercampur menjadi satu. Dan dia pun mempunyai tabiat yang aneh, ialah dia mempunyai lima murid, setiap murid diwariskan semacam ilmu kepandaian. Umpama Cia Thian Hoa, ia utamakan ilmu pedang, tetapi ilmu pedang itu diturunkan hanya separuh! Kenapa separuh-separuh. Dia sebenarnya punya dua rupa ilmu pedang, yang dua ini bertentangan satusama lain. Perbedaan juga terdapat pada pedangnya. Dia telah bikin sepasang pedang terpisah antara pedang lelaki dan pedang perempuan, hiong-kiam dan ci-kiam. 

Pedang yang perempuan ci-kiam, diberi nama Ceng Beng (Awan Hijau), dan yang lelaki, hiong-kiam, diberi nama Pek In (Awan Putih). Pek In Kiam diserahkan pada Thian Hoa, dan Ceng Beng Kiam kepada satu muridnya yang lain, murid wanita. Ilmu silat pedang itu diciptakan Hian Kie It-su sesudah ia memikirkannya dalam-dalam dan lama. Jikalau ilmu itu dipakai bertempur berendeng, dapat dibilang "tidak ada tandingannya di kolong langit ini". Maka itu, di antara murid-muridnya adalah Thian Hoa dan si murid wanita itu yang paling lihai, dan di antara mereka berdua, sukar dibedakan, yang mana yang terlebih mahir. In Teng adalah murid yang belum lulus, maka itu ia dapat dibilang masih lemah. Tiauw Im Hweeshio ada murid yang kedua, dia diwariskan ilmu tongkat panjang Hok-mo-thung "Tongkat Menakluki Iblis". Kepandaian ini termasuk Gwa-kee, pihak "Luar".

Thian Hoa dan Tiauw Im telah memenuhi permintaan In Teng datang ke Mongolia dengan mengajak masing-masing muridnya, maksudnya untuk menolong In Ceng, ayahnya itu, yang hendak di bawa buron kembali ke Tionggoan.

Hari yang dipilih kebetulan ada harian raja Watzu mendapat satu putera, di seluruh negeri diadakan pesta besar, maka itu, penjagaan atas diri In Ceng menjadi longgar sendirinya. Tiga saudara it sergap penjaga-penjaga, beberapa diantaranya dapat dibunuh. In Ceng dibawa minggat. Hanya di luar dugaan, sesudah lari begitu jauh, selagi mendekati kota Gan-bun-kwan, mereka kena disusul tentara pengejar, hingga terjadilah satu pertempuran mati-matian dengan kesudahannya In Teng menemui ajalnya dan murid satu-satunya dari Thian Hoa turut binasa juga. Masih syukur In Ceng telah kabur terus, hingga ia dapat lolos.

Habis bercerita, orang tua itu menjadi letih sekali, maka begitu ia rebahkan dirinya, ia lantas tidur pulas.

In Lui dengan menjublak mengawasi engkongnya.

Menampak demikian, Cia Thian Hoa ulapkan tangannya, atas mana kereta lantas dijalankan, guna melalui perjalanan sulit di lembah itu.

Sekarang bulan yang terang sudah muncul, suasana tenang.

Thian Hoa berikan dengdeng pada In Lui, dia dahar itu dan lalu minum, habis itu, setelah ditepuk-tepuk, dia tidur pulas....

Kereta lari terus, rodanya tak rada di jalannya.

Thian San 2 : Dua Musuh Turunan (Peng Cong Hiap Eng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang