32. Malapetaka

737 64 1
                                    

Sabrina melihat Katherine menangis, mata ayah Sabrina langsung menatap tajam ke arah Sabrina dan Damar.

"Saudari macam apa kamu ini?! Lihat, sekarang adik kamu udah nggak bisa jalan, dia lumpuh untuk sementara. Sedangkan kamu asik-asiknya pacaran sama cowok ini?"

Sabrina menggeleng cepat. "Sabrina mau pulang dan-"

Plak.

Ayah Sabrina selalu seperti itu, Sabrina menangis sambil memegang pipi kirinya. Damar memeluk Sabrina dan mengusap kepalanya. "Maaf Om, saya cuma berniat mengantar Sabrina pulang bukan pacaran."

"Kamu nggak berhak ikut campur sama urusan keluarga saya!"

"Memang saya nggak berhak Om, tapi tolong jangan main tangan dengan perempuan."

"Tau apa kamu tentang perempuan, hah?"

Damar ingin menjawab namun Sabrina menariknya pergi, Sabrina malas berurusan dengan ayahnya. Damar mendudukan Sabrina di kursi yang berada cukup jauh dari ayah Sabrina tadi. Damar mengusap air mata Sabrina lalu memperhatikan gadis itu dalam diam.

"Apa liat-liat?" tanya Sabrina sambil tertawa. "Gue jelek yah kalau nangis?"

Damar menggeleng. "Cantik."

"Bohong."

"Emang," jawab Damar masih dengan wajah datarnya dan Sabrina siap untuk memukuk laki-laki yang berada di hadapannya.

Damar mengubah posisinya menjadi di depan Sabrina, mengusap air mata gadis itu lagi. "Lo kuat Sab."

Sabrina mengangguk. "Mungkin nggak akan sekuat ini kalau nggak ada orang yang selalu semangatin gue. Gue naksir dia."

"Siapa?"

Sabrina memutar bola matanya, apa tidak cukup jelas kalau Sabrina juga menyukai Damar?

"Gue ya? Lo naksir gue kan?" tanya Damar sambil mengacak-acak poni Sabrina.

"Pede gila lo."Padahal dalam hati, Sabrina mengiyakan.

¤¤¤¤¤

Reini memukul-mukul kedua kakinya yang mati rasa. Mengacak rambutnya, berteriak sambil menangis.

"AKU NGGAK MAU CACAT!"

Sabrina memandang dari jauh, sekarang apalagi yang membuat dirinya merasa bersalah seperti ke Della waktu itu. Apa harus ia menjauh dari Damar?

Tidak, Sabrina tidak akan melepaskan lagi orang yang sudah terlanjur sangat ia sayang, ia tidak mau kehilangan orang-orang terdekatnya.

Sabrina mengirimkan pesan kepada Damar. Damar sudah pulang dari tadi karena Sabrina yang memintanya agar Damar tak perlu capek-capek menunggunya.

Sabrina: Udah sampai rumah?

Beberapa menit kemudian, Sabrina melihat notifikasi dari chatnya.

Damar: Udah.

Damar: Udah makan? Kalo belum gue beliin.

Dear Heartbeat [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang