CHAPTER 1 - [Brother]

Mulai dari awal
                                    

Begitu mobil berhenti di depan gerbang, Jong-in segera turun dan membukakan pintu untuk Hee-ra. Lelaki itu dengan sigap kembali menaikkan Hee-ra dalam gendongannya. "Istirahatlah setelah ini," kata Jong-in sembari membawa Hee-ra berjalan.

Tidak bisa dipungkiri kalau Hee-ra sangat bahagia karena memiliki Jong-in, ia selalu ada saat Hee-ra sedih maupun suka. Jong-in tak pernah mengeluh, terlalu mengatur penampilan, ataupun bersikap kekanakan. Pada dasarnya lelaki itu terlalu sempurna mulai dari penampilan hingga cara pikirnya.

"Maaf karena aku sudah menyusahkanmu hari ini." Ia mendesah berat. "Seharusnya kau langsung pulang setelah dari kampus, bukannya menjemputku ke sanggar."

Jong-in menggeleng. "Tidak apa-apa, lagipula aku merindukanmu."

Ya, mereka memang sama-sama berlatih di sana. Sebenarnya, Jong-in juga ikut andil dalam pementasan Sabtu depan, tapi hari ini dia harus absen karena jam latihan dan kelasnya bertabrakan.

Mereka berhenti di depan pintu, Jong-in menurunkan Heera, kemudian bertanya, "Kau membawa kunci?"

Hee-ra mengangguk, kemudian mencari-cari di manakah kunci rumahnya, namun tak kunjung ketemu. "Aku ingat membawa kunci sebelum berangkat." Ia menggaruk kepala frustasi. "Tapi kenapa tidak ada, ya?"

Belum sempat membalas perkataan Hee-ra, pintu rumah sudah lebih dulu terbuka. Sesosok pria berbadan tinggi-besar dengan tatapan tajam penuh amarah serta dagu yang mengeras berdiri di ambang pintu.

Sosok familiar yang jujur saja membuat Jong-in kesal tiap melihatnya. Siapa lagi kalau bukan Oh Se-hun—kakak laki-laki Hee-ra.

"Kenapa kau baru pulang?" Suara dingin yang terkesan memojokkan itu berhasil membuat Hee-ra terkesiap.

Ia mendongak dan mendapati Se-hun tengah menatap penuh amarah. Entahlah, Hee-ra sendiri tidak paham kenapa Se-hun selalu bersikap seperti itu. Ia seolah tidak suka jika Hee-ra dekat dengan pria lain.

"Kenapa kau menggendong adikku? Apa dia tidak punya kaki untuk berjalan?"

Jong-in mendecak kesal, ia benar-benar tidak menyukai Se-hun. Pria arogan yang selalu bersikap semaunya, berkata seenaknya, tanpa peduli apakah melukai perasaan seseorang atau tidak.

"Kakinya terkilir." Jong-in menunjuk kaki kanan Hee-ra dengan dagu. "Seharusnya kau menjaga ucapanmu, brother."

"Cih." Se-hun tertawa hambar, tak terima akan nasihat Jong-in. "Pulanglah, biar aku yang mengantarnya ke kamar."

"Tidak, kau tidak perlu melakukan itu. Aku sanggup membawanya sampai ke kamar."

"Oh?" Se-hun mendekatkan kepalanya ke arah Jong-in. "Kau lupa kalau aku adalah kakaknya?"

Skakmat. Se-hun berhasil membuat Jong-in menutup mulutnya.

Hee-ra yang sedari tadi hanya diam, akhirnya mulai mengeluarkan suara. "Aku akan masuk sendiri, kalian tidak perlu berdebat." Ia berhenti sebentar dan melemparkan senyuman ke arah Jong-in. "Pulanglah, aku tidak apa-apa, kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkanku," gumamnya lembut.

Awalnya, Jong-in ingin mengelak, namun ia sadar hal itu akan berakhir sia-sia. Yang bisa ia lakukan hanya mengangguk dan membelai rambut Hee-ra sebelum mengecup keningnya.

Melihat hal itu, Se-hun hanya mendecih. Ia tak suka melihat lelaki bernama Kim Jong-in ini menyentuh Hee-ra. Ia tak suka bila sesuatu yang seharusnya menjadi miliknya malah direbut orang lain.

"Baiklah. Aku akan menghubungimu setelah sampai rumah, mengerti?"

Hee-ra mengangguk dua kali dan mengiyakan perkataan Jong-in. Ia tidak ingin membuang waktu dan sebisa mungkin segera menjauhkan Jong-in dari Se-hun sebelum hal buruk terjadi. Tidak butuh waktu lama, pria itu sudah berjalan kembali kd mobilnya. Sementara Hee-ra dan Se-hun masih terdiam di tempat, tak tahu harus melakukan apa. Hee-ra bisa saja langsung pergi tanpa mempedulikan Se-hun, tapi untuk saat ini, hal itu tak mungkin dilakukan, mengingat keadaan kakinya yang tidak terlalu baik.

Salted Wound [Sehun - OC - Kai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang