Part 8

7.4K 800 113
                                    

Naruto langsung keluar dari mobil Sasuke tanpa pamit. Sebenarnya ia tidak ingin di jemput serta di antar oleh lelaki berambut biru dongker itu. Hanya saja saat ia keluar dari kantor tadi, Sasuke sudah berdiri di samping mobil di area parkiran Akatsuki Corp.

Baru beberapa langkah berjalan, seseorang menarik lengannya dan sesuatu yang dingin tapi lembut mendarat di pipi Naruto.

Naruto langsung terkejut, itu Sasuke. Bibir Sasuke yang mencium pipi Naruto maksudnya. Karena terkejut, Naruto tidak menyadari kalau mulut terbuka lebar.

"Aku merindukan raut wajah bodoh mu," ujar Sasuke.

Naruto hanya mendengus. "Sudah kau lihat bukan? Sekarang pulanglah!"

"Baik. Besok aku akan menjemputmu, " Sasuke langsung berbalik sebelum Naruto melontarkan protes.

Naruto mendengus kesal, ia mengumpat dalam hati tentang sikap Sasuke yang semaunya.

"Hah!!" Naruto mendesah pelan. Ia berbalik dan menatap rumah yang ada di depan. Pikiran Naruto berkecamuk, apa ayahnya sudah mengetahui kalau Naruto semalaman berada di rumah Sasuke? Tidak mungkin Minato tidak tahu, apalagi mengingat mulut Karin sangatlah tidak bisa di jaga. Apalagi ini mengenai Sasuke, pasti kakak tiri Naruto itu sudah mengadu pada Minato.

"Tenang Naruto, jika mereka menyakitimu kau hanya perlu melawan. Jangan lemah dan hadapi semuanya, angkat kepalamu serta buktikan pada mereka kalau kau tidak lemah!!" guman Naruto pada diri sendiri.

Dengan langkah pelan ia memasuki ke pekarangan rumah. Saat akan membuka pintu, Naruto sudah melihat Minato berdiri di depan pintu yang sudah di buka. Di belakang pria itu ada Karin dan Kurenai. Kekhawatiran Naruto terbukti, pasti Karin sudah mengadu pada Minato, semuanya jelas terlihat dari seringain Karin padanya.

"Sudah puas bersenang-senang?!" tanya Minato dengan suara dingin, tatapan tajam juga ia layangkan pada Naruto.

"Ada apa?" Naruto bertanya acuh.

"Jangan pura-pura bodoh!" bentak Minato. "Semalaman di rumah tunangan kakakmu, apa kau pikir aku tidak tahu!" bentak Minato lagi.

Naruto memutar bola matanya, dasar tukang adu batin Naruto. "Oh itu, ayah sudah tahu? Pasti kak Karin yang membertahui ayah. Kakak? Sepertinya aku tidak pernah mempunyai kakak! Jadi siapa yang ayah maksud di sini?" Naruto berkata dengan nada mencemooh.

Minato dan Karin langsung geram mendengar perkataan Naruto.

"Jaga ucapanmu, Naruto!" lagi-lagi Minato membentak Naruto.

"Kenapa? Apa ucapanku salah?" tanya Naruto.

Minato mengeram marah, "sikapmu sudah sangat keterlaluan kali ini. Jaga ucapan dan sikapmu jika masih ingin berada di sini. Juga jangan pernah memdekati Sasuke lagi, bukankan aku sudah memperingatimu soal itu kemarin?"

"Ck!" Naruto berdecak malas. "Apa ayah lupa, jika aku akan merebut apa yang sudah menjadi milikku? Dan Sasuke adalah salah satunya. Bukankah itu sangat menyenangkan kakak tiri?!" Naruto melemparkan seringaiannya.

"Sudah, hentikan!" ujar Kurenai yang sedari tadi diam.

"Diam di tempatmu Kurenai!" Minato menghentikan Kurenai yang akan membuka mulutnya kembali. "Dan kau," ujarnya beralih ke arah Naruto. "Jika kau berani melakukan itu, aku tidak akan segan mengusirmu dari rumah ini!"

Naruto langsung terkejut mendengar perkataan Minato. Bagaimana bisa ayahnya sendiri ingin mengusir Naruto dari rumah? Dari rumah yang sudah Naruto tempati dari ia lahir ke dunia ini sampai sekarang. Hati Naruto sakit, teramat sakit. Seandainya Kushina masih berada di sini, mungkin hal buruk yang di alami Naruto tidak akan terjadi, pasti mereka sekeluarga berbahagia. Hanya saja tuhan berkata lain, hal itu tidaklah terjadi. Tapi Naruto tidak pernah menyalahkan tuhan, ia tidak pantas mengatakan bahwa tuhan tidak adil untuk hidupnya. Hanya saja sikap Minato pada Naruto membuat ia cukup lelah untuk bertahan, Naruto hanya manusia biasa yang punya keterbatasan emosi dan kesabaran.

"Jika itu yang ayah inginkan, aku menerima semuanya," ucap Naruto. Tanpa sadar air mata sudah meleleh di pipi perempuan berambut pirang cerah itu. Walaupun Naruto menduga hal ini akan terjadi, akan tetapi rasanya tetap sakit. Ayahnya sendiri tidak menginginkan dirinya berada di rumah ini.

Minato berbalik membelakangi Naruto, "pergilah! Mulai sekarang kau bukan anakku, kau bukan lagi bagian dari keluarga Namikaze!!" tegas Minato.

Kurenai langsung berteriak histeris mendengar keputusan sepihak Minato, sedangkan Karin tersenyum penuh kemenagan.

Naruto memandang punggung Minato dengan tatapan sendu, dengan bibir bergetar ia berkata, "aku pergi. Terima kasih untuk semua yang telah ayah berikan padaku selama ini. Walaupun kesakitanlah yang sering aku dapatkan, aku tetap tidak bisa membencimu, itu karena kau ayahku. Dan untuk ibu, jaga dirimu baik-baik, aku selalu menyayangimu," ucap Naruto di sela isakannya. Dada Naruto terasa sesak, seperti di ganjal bongkahan batu tak kasat mata. Ia kemudian menatap Karin, "ingat, aku akan tetap merebut apa yang sudah menjadi milikku walaupun aku sudah tidak berada di sini. Bersiaplah!!" ujarnya kemudian ia berbalik pergi. Ia masih bisa mendengar teriakan Kurenai yang memanggil namanya. Ia juga masih bisa mendengar seruan Minato yang menyuruh Karin membawa Kurenai masuk ke dalam rumah.

...
...

Naruto duduk di bangku taman Konoha. Tadi pikirannya terlalu kalut sehingga tanpa sadar langkah kakinya membawa ia ke taman ini.

Sekarang ia tidak menangis lagi, sesakit apa pun hatinya ia harus bisa tegar. Hidup tidak akan berhenti di detik ini, jalan ini masih sangat panjang. Ia tidak akan menyerah sekarang, ia harus membuktikan pada ayah serta Karin kalau ia bisa hidup tanpa nama dan kekayaan Namikaze.

Naruto mendongak menatap langit, di sana yang terlihat hanya kegelapan. Satu pun tidak ada bintang yang bersinar. Gelap suasana langit seperti mengambarkan suasana hati perempuan itu saat ini. Desauan angin malam terasa menusuk sampai ke tulang Naruto akan tetapi ia tidak memperdulikan itu semua. Ia seakan ingin menyatu dengan angin dan kelamnya langit untuk malam sebelum ia menyonsong sinar di esok hari.

Naruto masih mendongak menatap langit, tiba-tiba setitik rasa dingin menghujami wajah Naruto. "Hujan," guman Naruto kecil. Rintik hujan semakin lama semakin deras.

Naruto memejamkan mata, ia merasakan dingin air hujan membasahi wajah serta tubuhnya. "Lumayan menyenangkan." ujarnya.

Ia ingin melepaskan semua rasa sakit dan marah bersama hujan, berharap rasa itu semua luntur tidak tersisa sedikit pun.

Ia kemudian membuka mata, biru langit itu tampak bersinar di kegelapan malam walaupun sinar itu sedikit redup, tapi keindahan tidak bisa di tutupi.

"Aarrgghhh!!" teriak Naruto sambil berdiri. Ia memukul dadanya cukup keras, agat rasa sesak yang menggajal di sana sedikit berkurang.

"Aarrgghhhh!!" Ia kembali berteriak dengan kuat. Rasa panas di mata Naruto menjalar. Air mata! Air mata itu turun lagi. Turun di tengah hujan deras dan kelam malam tanpa bintang. Tidak ada satu orang pun yang bisa menyadari hal itu. Hanya Naruto dan Tuhan yang tahu.

Ia kembali duduk di kursi tadi, tangan Naruto di angkat untuk menutupi wajah mungil itu. Bahu Naruto berguncang kecil, menandakan hal itu tidak mudah untuk di lewati.

Naruto tidak menyadari jika ada seseorang yang sedang memayunginya, hingga tetesan hujan sedikit terhalangi. Ia tersadar saat tetesan deras hujan tidak lagi menghujami tubuh Naruto.

Dengan gerakan perlahan Naruto mendongak ke atas. Di sana ia menemukan seraut wajah laki-laki dengan mata emas pucat serta rambut coklat yang di potong rapi. Laki-laki itu berpostur tinggi dan ramping serta wajah yang tampan di mata Naruto.

Ia mengernyit heran pada laki-laki di hadapannya, apa maksud laki-laki itu memayungi Naruto. Padahal Naruto sendiri tidak mengenal laki-laki itu. Jangankan kenal, bertemu saja baru kali ini.

Sedikit penasaran, Naruto berniat bertanya. Akan tetapi belum satu patah kata keluar dari mulut Naruto, laki-laki di depan lebih dulu berkata...

"Ikutlah denganku nona," ucapnya dengan senyum kecil.

Naruto semakin heran, ia hanya diam di tempat. Ia tidak tahu harus melakukan apa.














TBC

N. A

The Fight  ( FF ) 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang